Mohon tunggu...
Aleksander Mangoting
Aleksander Mangoting Mohon Tunggu... Pendamping masyarakat

Sangat menyenangkan hidup dengan masyarakat kurang beruntung.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memori : Perjalanan A A Van de Losdreht dari Poso ke Toraja dan kegiatan di Toraja

30 Juni 2025   14:21 Diperbarui: 30 Juni 2025   14:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ke Poso dan pengalaman selama disana

Para Missionaris dari Nederlands Sendeling Genootschap (NZG) sudah lama bekerja di Poso. Salah satu tenaga mereka adalah Albert C. Cruyt. Juga ada Dr. Adriani yang pada akhir tahun 1913 sudahsekitar 20 tahun bekerja di daerah Poso. Adriani adalah seorang ahli bahasa, sehingga tujuan van de Loosdrecht ke Poso adalah untuk mendapatkan dasar-dasar pengetahuan untuk bagaimana mempelajari sebuah bahasa. Juga untuk mendapatkan masukan mengenai pengalaman yang sudah dialami selama ini melayani masyarakat Poso. Adapun bahasa yang ada di daerah Poso waktu itu disebut bahasa Bare'e.

Jalur perjalanan yang ditempuhnya adalah berangkat dari Toraja ke Palopo jalan kaki dua hari. Kemudian dari Palopo naik kapal ke Makassar, kemudian ke Donggala lewat Balikpapan. Dari Setelah bermalam beberapa malam di Donggala di keluarga Wakil Residen Mr. Wentholt, kemudian melanjutkan perjalanan lewat Towaeli, Toboli. Dari Toboli naik sekoci uap "Paleli" kemudian diombang-ambingkan ombak ditengah guyuran hujan sepanjang malam, yang kemudian pada pagi hari dapat mencapai darat di Poso di pagi hari, kemudian mereka ke gereja bersama jemaat dalam ibadah hari minggu.

Pengalaman selanjutnya di bulan Desember di kampung Kuku adalah perayaan natal yang dilakukan di desa-desa dimana para missionaris tinggal. Perayaan natal dimulai pagi. Selain anak-anak yang datang, juga para orang dewasa, dimana banyak dari antara mereka yang belum bertobat, tetapi kerinduan mereka datang cukup baik. Ibadah natal dilaksanakan di psgi hari. Acara diawali dengan ibadah dimana kisal natal disampaikan oleh missionaris, kemudian Adriani diberi kesempatan untuk menyampaikan beberapa kalimat. Selanjutnya disore hari disekitar pohon natal yang amat sederhana waktu itu ada beberapa permaianan bagi anak-anak. Malamnya ada sambutan-sambutan. Itulah pengalaman natal pertama bagi mereka selama tiba di Indonesia.

Selain itu, Van de Loosdrecht sangat memuji keindahan danau Poso, karena tempat tinggal mereka selama di Poso pas dipinggir danau Poso bagian Utara. Bahkan menurut penilaiannya, keindahan Danau Poso lebih indah dari Danau Geneva di Eropa.

Selama di Poso begitu banyak pengalaman kehidupan bersama masyarakat di Poso dimana masyarakat yang ada di Poso oleh A.C. Kruyt dan Dr. Adriani mereka sebut Toraja Bare'e karena memakai bahasa yang mereka sebut Bare'e (namun penamaan masyarakat Poso sebagai Toraja Bare'e, kini sudah tidak dipakai lagi, namun dalam laporan A.A. Van de Loosdrecht ke GZB memakai masyarakat Poso dengan nama Toraja dhi Toraja Bare'e sesuai penamaaanyang digunakan oleh A.C. Kruyt dan Dr. Adriani waktu itu).

Kembali ke Toraja

Menjelang hari raya paskah, 9 April 1914 A.A. Van de Lossdrecht berangkat dari Tentena bersama rombongan pulang ke Toraja melayari Danau Poso yang amat indah dan memesona, memanjang dari Utara ke Selatan dengan panjang 34 km dan lebarnya antara 6-12 km. Dalam perjalanan dari Tentena ke Pendolo dilakukan setelah makan malam. Mereka dihadang oleh angin sehingga kapal mereka yang didayung oleh sejumlah orang, bahkan terkadang A.A. Van de Loosdrecht sering membantu mereka untuk mendayung. Sepanjang malam mereka tidak dapat beristirahat karena angin danau yang kencang. Nanti ketika menjelang pagi baru angin mulai redah.

Sesudah diombang-ambingkan agin sepanjang malam, maka menjelang jam 09.00 baru melihat Pendolo dimana A.C. Kruyt dan istri sedang menungguh mereka. Sesudah tiba dan beristirahat sambil mempersiapankan segala kegutuhan selama perjalanan yang akan melewati gunung Takolekadju yang masih berupa hutan. Hal ini sangat menarik bagi mereka, apalagi ada seorang wanita yaitu istri Anton yang sedang hamil sekitar tiga bulan. Memang selama ini belum ada seorang wanita yang mau melintasi gunung yang masih berupa hutan perawan. Belum lagi, tantangan dimana jalan setapak yang pernah dirintis sudah lama tidak digunakan sebagai sarana transportasi. Dan yang menantang adalah dibeberapa bagian harus dibuatkan berupa anak tangga supaya bisa dilewati.

Subuh menjelang perayaan paskah tahun 1913 berangkatlah mereka dari Pendolo dengan jalan kiki melewati gunug. Barang-barang mereka dipikul oleh orang-orang, istri ditandu, kemudian sejumlah anak-anak angkat mereka. Dalam perjalanan dihari pertama, rombongan berlaman di Ue Mawuri (air hitam).

Dalam perjalanan hari kedua, semuanya dilalui dalam hutan yang belum pernah terjamah oleh manusia. Perjalanan ini lebih menegangkan dan penuh tantangan. Jadi sepanjang hari kedua mereka menikmati keindahan ciptaan Tuhan dalam hutan yang masih perawan, namun dengan udara pengab. Mereka bermalam disebu Camp bermalam yang tidak mempunyai dinding, hanya atap. Mereka tidur beralaskan tanah diselimuti dinginnya selimut dinginnnya hutan. Hari ketiga dalam perjalanan mereka, sesudah berjalan beberapa jam maka mereka tiga di pinggir hutan. Kemudian berjalan beriringan dengan rombongan mendekati perkampungan disambut dengan masyarakat. Malamnya bermalam di Wotu, smbil menghabiskan hari minggu di Wotu. Hari senin sebelum melanjutkan perjalanan ke Malili, terlebih dahulu berpamitan dengan A.C. Kruyt yang telah mengantar dari Pendolo ke Wotu. Dari Wotu naik perahu ke Malili. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Palopo bersama rombongannya. Setelah bersitirahat di Palopo selama dua minggu kemudian melanjutkan perjalan ke Rantepao yang ditempuh selama dua hari. Anton, istri dan rombongan baru tiba kembali di Rantepao pada tanggal 9 Mei 1914 (sebulan dalam perjalanan Tentena-Rantepao).

Salah satu oleh-oleh untuk dunia pendidikan adalah terbitnya buku "Soera' iate Peladaran Basa Soera'" (terjemahan bebas : Buku ini buku pelajaran. Buku ini sebagai slaah satu hasil karya dibawah bimbingan Dr. Adriani dibantu tiga pemuda Tortaja yang menyertai perjalanannya yaitu Kadang, Bokko' dan Taroe'. Selain itu, juga membawah dua guru baru yaitu : Runtuwene dan Abraham dan dua murid yaitu : Konda dan Barina.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun