Mohon tunggu...
Aldo Tona Oscar Septian
Aldo Tona Oscar Septian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Nama saya Aldo Tona Oscar Septian Sitinjak. Saat ini saya menempuh pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Hobi saya yaitu membaca buku dan menulis. Saya mendedikasikan hidup untuk melawan seksisme, rasisme, dan fanatisme. Ayo Follow Instagram : @aldotonaoscar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Uang Bukan Tradisi dalam Demokrasi

13 Februari 2024   12:56 Diperbarui: 13 Februari 2024   13:03 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik Uang Bukan Tradisi Dalam Demokrasi (Sumber Gambar: Pribadi)

Pesta rakyat lima tahunan akan kembali diselenggarakan di Indonesia, bila dihitung mundur dari tulisan ini dibuat maka tersisa 1 hari lagi menuju acara puncak pesta rakyat tersebut atau yang kita sebut dengan Pemilihan Umum (Pemilu) pada hari Rabu, 14 Februari 2024 nanti. Dalam perjalanannya, Pemilu di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1955 sebagai tonggak pelaksanaan pemilu perdana di Republik Indonesia ini hingga tahun 2019 lalu. Dinamika pelaksanaan pemilu pun mengalami pasang-surut, seperti sporadisnya tradisi politik uang dalam pemilu di Indonesia.

Komitmen Sebagai Negara Hukum Demokrasi

Nuansa kebatinan bangsa Indonesia pasca terjadi Reformasi tahun 1998 ingin mewujudkan negara ini menjadi negara yang demokratis, salah satu keinginan diamandemennya konstitusi Indonesia adalah kedaulatan berada di tangan rakyat bukan berada pada suatu lembaga yang menjadi representasi kedaulatan rakyat itu sendiri. Amandemen Konstitusi pun terjadi dengan rentang waktu dari tahun 1999-2003 yang akhirnya Indonesia pun menyatakan secara tegas dan lugas sebagai negara yang "kembali" demokratis. Salah satu karakteristik yang tampak pada negara hukum demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum yang menjadi konsekuensi sebagai negara demokratis adalah lahirnya pemilu yang menjadi "buah hati yang diprimadonakan" untuk selalu dirayakan. Tertuang dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali".

Urgensi pengaturan pemilu dalam konstitusi adalah sebagai wujud komitmen Indonesia dalam melaksanakan kedaulatan rakyat dan memberi kepastian hukum. Melalui ketentuan tersebut, maka sudah tentu memberikan jaminan waktu pelaksanaan pemilu secara periodik serta terjaminnya teknis pelaksanaan pemilu yang berintegritas. Hal ini dikarenakan pemilu adalah sebuah kegiatan lima tahunan yang memberikan kesempatan kepada pemilik kedaulatan untuk menentukan siapa yang layak dalam memimpin negara.

Sporadis Politik Uang Menjadi Tradisi

Indonesia sebagai negara yang berdemokrasi tentu memiliki prinsip seperti negara demokrasi pada umumnya yang memandang rakyat sebagai pemilik kekuasaan yang utama seperti yang kita kenal dengan istilah "Dari rakyat, Oleh rakyat, Untuk rakyat". Sila keempat Pancasila kita pun memberi petunjuk dalam menerapkan demokrasi di Indonesia dengan model perwakilan atau wakil rakyat sebab disadari ketidakmungkinan untuk menyerahkan kekuasaan kepada seluruh rakyat Indonesia, maka lahirlah konsensus untuk memilih secara langsung perwakilan yang merepresentasikan mereka untuk menjalankan kekuasaan tersebut.

Tradisi yang masih belum diantisipasi dalam pelaksanaan pemilu di negara kita, tak lain dan tak bukan ialah praktik politik uang (money politic). Fenomena politik uang pun pelan tapi pasti membentuk suatu tradisi di masyarakat dalam berpolitik di negeri ini, kemudian tradisi ini turut andil mengubah haluan orientasi politik yang bermula pada dedikasi dan pelayanan masyarakat menjadi uang, uang, dan uang.

Contoh konkret telah berubahnya orientasi politik di masyarakat kita terlihat dari cara pikir masyarakat dalam menentukan atau memilih pemimpin. Awalnya, masyarakat memilih pemimpin dengan pertimbangan pada hati nurani dan kesesuaian antara visi misi calon dengan masalah-masalah yang ada di masyarakat. Namun semua berubah setelah masuknya politik uang, masyarakat pun memilih pemimpin yang sanggup memberikan uang atau yang lainnya.

Sederhananya politik uang merupakan sebuah upaya untuk memengaruhi pilihan pemilih atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lain. Tiap menjelang pemilu, sering kita lihat atau kita jumpai peserta pemilu baik calon anggota legislatif maupun calon kepala daerah bahkan calon presiden dan wakil presiden sekalipun ketika mengumbar janji manis kepada masyarakat, menjadi satu kebiasaan yang terus-menerus dilakukan sebagian dari mereka membagi-bagikan lembaran rupiah atau bingkisan sembako dengan kata kunci "ingat, pilih saya".

Pola pikir masyarakat yang terbentuk untuk mengamini politik uang, sebagian partai politik maupun politisi mengoptimalkan pendekatan politik uang sebagai cara yang praktis untuk mengeskalasi elektabilitas calon sehingga martabat demokrasi pun diinjak-injak serta masyarakat kita pun mendapatkan pendidikan politik yang buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun