4. Tax Haven sebagai Gejala: Analisis Ontologis
Dari perspektif Nietzsche dan Heidegger, tax haven bukan anomali, melainkan refleksi terdalam dari dunia modern itu sendiri. Ia adalah:
Cermin dari kehendak kuasa (Nietzsche): korporasi besar tidak mengikuti hukum; mereka membuat hukum melalui kuasa.
Produk dari logika teknologis global (Heidegger): hukum dan etika telah dikonstruksi sebagai instrumen optimasi sumber daya fiskal.
Akuntansi sebagai sistem representasi realitas keuangan juga tidak netral. Ia berada di jantung mesin enframing itu sendiri---mengukur, menghitung, melaporkan---bukan untuk kebenaran, tapi untuk efisiensi dan akumulasi.
5. Kritik dan Reorientasi Etika Pajak
Bagaimana seharusnya kita merespons? Tidak cukup dengan menambah regulasi atau memperkeras retorika moralitas pajak. Justru kita harus kembali bertanya secara radikal: apa itu pajak? apa itu negara? apa itu keadilan dalam dunia ekonomi global?
Pendekatan Nietzschean mengajak kita mewaspadai moralitas yang dibentuk oleh pemenang (dalam hal ini korporasi global). Sementara Heidegger mengingatkan agar kita tidak terjebak dalam enframing yang membuat manusia kehilangan orientasi eksistensialnya.
Reorientasi etika pajak perlu berpijak pada pemulihan nilai manusia, tanggung jawab antar-generasi, dan makna keberadaan bersama (Mitsein) dalam dunia global. Dunia akuntansi perlu menyadari dirinya bukan sebagai alat kekuasaan, melainkan sebagai bentuk praksis etik untuk menciptakan transparansi dan keberlanjutan.
6. Kasus Ilustratif: Enron dan Cayman Islands
Sebagaimana diulas dalam studi Eugenia Ramona Maraa (2015), Enron memiliki 881 anak perusahaan offshore, di mana 692 di antaranya terdaftar di Kepulauan Cayman. Ini adalah contoh konkret bagaimana tax haven bukan hanya struktur hukum, tapi juga cerminan kehendak kuasa dan pemikiran teknologis yang ekstrem.