Pancasila merupakan landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” merupakan salah satu cita-cita bangsa yang harus tercapai selama negara Indonesia masih berdiri. Oleh karena itu, Indonesia mengakui perbedaaan dan pemerintah Indonesia menjamin semua perbedaan yang terdapat di Indonesia, karena negara Indonesia memiliki beraneka suku, agama, ras dan bahasa. Sehingga pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin perbedaan-perbedaan yang ada.
Pada saat ini masih terdapat konflik agama terjadi di Indonesia. Tidak hanya konflik antar agama melainkan konflik seagama namun berbeda aliran, khususnya pada agama islam. Konflik yang terjadi adalah antara jamaah Ahmadiyah dengan masyarakat yang beragama islam. Penyebabnya berawal dari adanya pernyataan MUI yang mengatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. Pernyataan itu direspon oleh masyarakat dan ditanggapi secara serius oleh masyarakat fanatik beragama islam (radikal). Sehingga seperti yang telah terjadi pada 6 Februari 2011, yaitu penyerangan “masyarakat” kepada anggota Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.
Sungguh mengharukan peristiwa yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Menurut pendapat saya, pihak aparat tidak melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi masyarakat yang akan menyerang rumah salah satu jamaah Ahmadiyah. Meskipun melakukan tindakan, pengaruhnya tidak terlihat secara signifikan. Akibatnya massa terus melakukan penyerangan yang tidak kunjung henti sampai TKP benar – benar rusak. Peristiwa seperti ini tentunya jangan sampai terulang lagi. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah sebagai lembaga tertinggi sebuah Negara harus bersikap netral. Cara yang ditempuh dapat membuatkan payung hukum untuk organisasi Ahmadiyah di Indonesia. Cara ini dapat mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan terjadi. Misalnya : Jemaah ahmadiyah dilarang menyebarkan agama islam menurut ajarannya dalam bentuk apapun kepada masyarakat lain selain anggota Jamaah Ahmadiyah, terkecuali jika ada masyarakat yang ingin/secara sukarela untuk masuk menjadi jamaah Ahmadiyah dan menerapkan ajarannya.
Ide yang disarankan mengingat Indonesia telah menjadi bagian dari kovenan atas Deklarasi Universal Hak sipil dan Hak politik pada tahun 1966. Undang – Undang yang mengatur tentang kesertaan Indonesia dalam kovenan adalah UU nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Dalam kasus Ahmadiyah ini dapat melihat pada pasal 18 ayat 1,2, dan 3 UU no.12 tahun 2005 yang berbunyi : 1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran. 2. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. 3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
Deklarasi Universal tersebut mengatur bahwa negara yang bergabung dengan kovenan ini menjamin kebebasan rakyat untuk berserikat dan berkumpul serta menjamin rakyat untuk diperlakukan sama. Atas dasar inilah pemerintah Indonesia tidak berhak membubarkan Ahmadiyah di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI