Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pemimpin yang Melayani

9 Juli 2020   08:08 Diperbarui: 9 Juli 2020   08:12 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Pemimpin Yang Melayani.

Sang Kakek berjalan kaki dengan Sang Cucu. Kini giliran Sang Kakek untuk bercerita sambil jalan pagi. Ceritanya tentang seorang pemimpin yang melayani. Lalu dia memulai ceritanya.

"Seorang murid bertanya kepada Sang Guru, siapakah terbesar di antara murid-muridnya. Sang Guru menjawab, siapa ingin yang terbesar, siapa yang mau melayani. Dia mengambil air dan membasuh kaki murid-muridnya. Para murid tercengang melihat gurunya membasuh kaki murid-muridnya. Sang Guru menjawab pertanyaan siapa yang terbesar diantara murid, bukan saja hanya dengan pernyataan, tetapi juga memberi contoh perbuatan. Membasuh kaki murid adalah paradoks dan bertentangan dengan logika. Seharusnya muridlah yang membasuh kaki Sang Guru, begitu ceritanya," kata Sang Kakek.

"Wah hebat sekali Sang Guru itu mau membasuh kaki murid-muridnya ya kek," kata Sang Cucu.

 "Itulah contoh pemimpin yang baik dan melayani. Seringkali pemimpin merasa bahwa dia yang dilayani. Sang Guru dalam kisah tadi menunjukkan bahwa pemimpin harus rendah hati, melayani dan bahkan berbuat yang luar biasa di luar pemikiran para murid, dan dia melakukannya. Ini namanya extra ordinary," kata Sang Kakek.

"Tapi contoh Sang Guru itu sulit dilakukan kek. Para pemimpin kita kan sudah terbiasa dilayani, dibasuh kakinya dan disediakan semua yang diperlukannya, baik diperintah ataupun orang datang menyetor atau mempersembahkan yang terbaik," kata Sang Cucu.

"Itu yang tidak benar. Kalau pemimpin diberikan sesuatu oleh anak buah bisa diduga itu suap atau gravitifikasi. Itu termasuk korupsi," kata Sang Kakek.

"Contoh yang diberikan Sang Guru tadi membalikkan pikiran pemimpin itu harus dilayani ya kek?" tanya Sang Cucu.

"Ya, yang ditunjukkan Sang Guru itu adalah, pemimpin itu harus melayani, rendah hati, mau mendengar murid-muridnya dan menjawab pertanyaan murid-muridnya, memberikan contoh perbuatan yang baik, walau menurut orang seakan merendahkan diri seperti membasuh kaki murid-muridnya," kata Sang Kakek.

 "Kalau semua pemimpin kita seperti itu di Indonesia ini, presiden kita tidak perlu marah-marah ke menterinya ya kek," kata Sang Cucu.

"Betul, para pemimpin kita termasuk menteri harusnya mengikuti gaya kepemimpinan presiden kita yang terus bekerja, kerja, kerja dan kerja. Kerja itu melayani. Jangan menunggu perintah, tapi harus turun tangan langsung ke bawah.  Melayani dengan sungguh-sungguh menjawab tantangan dan masalah yang muncul di lapisan bawah masyarakat, extra ordinary," kata Sang Kakek.

"Jadi nilai kepemimpinan bukan diukur dari tingginya jabatan ya kek?" tanya Sang Cucu.

"Bukan, jabatan itu juga amanat untuk melayani masyarakat, bukan untuk digunakan bermegah untuk dilayani. Para calon kepala daerah dalam kampanye seringkali mengatakan ingin menjadi pelayan masyarakatnya. Ada iklan dari bank, melayani dengan hati. Berbagai jargon melayani dinyatakan, namun seringkali tidak diikuti perbuatan," kata Sang Kakek.

"Jadi seharusnya bagaimana kek?" tanya Sang Cucu.

"Seorang pemimpin yang melayani itu harus sesuai perkataan dan perbuatannya, satu kata dan perbuatan. Dia berbuat sesuai yang dikatakannya, dan mengatakan apa yang diperbuatnya. Sejalan," kata Sang Kakek.

"Wah, bagus sekali kalau seperti itu terjadi dalam kenyataan hidup para pemimpin," kata Sang Cucu.

"Semoga para pemimpin kita bisa merenungkan arti sebuah jabatan dan bisa melakukan kepemimpinannya dengan rendah hati, mau mendengar, rela berkorban dan melayani dengan baik, bukan untuk dilayani. Jabatan adalah amanat yang harus melayani. Satu kata dan perbuatan," kata Sang Kakek.

"Setuju, semoga para pemimpin masa depan kita makin banyak muncul dengan semangat pemimpin yang melayani ya kek," kata Sang Cucu.

Para pemimpin dan calon pemimpin masa depan, semoga bisa membentuk karakter pemimpin yang melayani, rendah hati, rela berkorban, mau mendengar dan satu kata dan perbuatan, gumam Sang kakek.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

Catatan: Tulisan ini merupakan salah satu bahan bacaan dalam Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) GMKI FH USU Medan yang akan dilakukan pada tanggal 9 Juli 2020 pukul 15.00-18.00 by Zoom. Selamat mengikuti  LDK untuk adek-adek peserta calon pemimpin masa depan. Selamat membaca. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun