Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Strategi PDIP Menghadapi Pembakar Bendera dan Tuduhan PKI

3 Juli 2020   08:34 Diperbarui: 3 Juli 2020   22:00 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik dan kekuasaan itu mengandung banyak misteri. Sulit ditebak dan kadang membuat kejutan. Dalam ajang pengambilan keputusan di DPR seringkali harus melalui perdebatan keras, dilanjutkan dengan lobbi, lalu ada kesepakatan. Posisi tawar menawar adalah hal yang lumrah. Saling menyandera dan saling memanfaatkan. Itu kalau sesama di DPR. Tidak ada kawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan.

Lalu bagaimana kalau sebuah partai berhadapan dengan yang bukan partai. Hanya Ormas, namun ormas yang memiliki massa yang bisa dimanfaatkan untuk demo demi tujuan tertentu seperti FPI dan ormas lainnya yang bergabung dalam Forum Umat Islam.

PDIP kini harus berhadapan dengan ormas yang memang sudah banyak menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Melihat sepak terjang dan cara mereka mengolah isu dan tema demo, kelihatan bahwa mereka sudah mempunyai tim yang menyiapkan segala sesuatunya dengan pengkajian dan teknik komunikasi dengan segala perangkat permainannya di dunia media sosial dan dunia nyata demo.

Protes dari kader banteng terhadap pembakaran bendera partai dijawab FPI dengan siaga satu dan seakan siap berjihad lagi. Bagi mereka ini penting untuk mengkonsolidasi kekuatan yang lebih besar dan tentu saja untuk mendapatkan dukungan dana besar juga. Dari siapa dan bagaimana, biarlah mereka yang tahu.

Model penyerangan terhadap PDIP ini dengan dasar dan alasan untuk menggantikan Pancasila dengan komunis melalui RUU HIP terasa seperti pengulangan gaya rezim Orde Baru menyingkirkan dan memarjinalkan PDIP pasca Kongres Medan yang menghebohkan dan lahirnya dualisme kepengurusan PDI dan melahirkan PDIP.

Menggunakan stigma PKI adalah jargon populer dan yang menjadi isu primadona bagi rezim Orde Baru. Dengan jargon dan stigma PKI, mereka melumpuhkan segala kekuatan yang mengganggu stabilitas keamanan dan stabilitas politik ketika itu. Pendekatan keamanan atau security approach telah menjadi senjata ampuh menahan dan menangkap orang tanpa dasar hukum dan tanpa pemenuhan unsur tindak pidana, cukup dengan kecurigaan berbasis Laporan Intelijen (LI), maka setiap orang atau kelompok bisa dijemput oleh Bakorstranasda atau intel.

Bagaimanakah PDIP kini dan disini. Sebagai partai pemenang pemilu dan kadernya sebagai Presiden menghadapi masalah berat berupa pembakaran bendera dan tuduhan komunis ini? Mengedepankan proses hukum dalam pembakaran bendera partainya diiringi dengan aksi long march kadernya ke kantor Polres sangat baik sebagai tindakan awal. Apakah cukup dengan begitu saja menghadapi para pendemo dan pembakar bendera ini?

Mungkin masih dibutuhkan strategi khusus yang memadukan proses hukum dengan ancang-ancang persiapan untuk mengkonsolidasi massa dan kader untuk mengantisipasi segala kemungkinan. Kita tidak menginginkan bentrok antar massa, namun untuk menghadapi ormas yang mengandalkan massa perlu juga ditunjukkan, bahwa bukan mereka saja yang memiliki massa. Dengan demikian semua pihak akan berhitung dan bisa menahan diri untuk tidak selalu membuat kerumunan massa sebagai ajang show force dan merasa satu-satunya yang memiliki massa jutaan.

Pengalaman PDIP menghadapi rezim Orde Baru dengan mendirikan Posko Gotong Royong hampir di semua gang-gang yang ada dan kampung-kampung patut dipertimbangkan untuk dihidupkan kembali. Tentu perlu penyesuaian dengan kondisi lapangan dimana posko akan dihidupkan. Dengan demikian kita harapkan akan ada kontrol dan pengimbang yang akan menyadarkan aparat keamanan kita terhadap gerakan massa ini.

Menjawab tuduhan PKI dan komunis tentu diharapkan ada strategi khusus. Diam dan bagaikan air tenang di permukaan, jangan ditafsirkan tidak ada arus di bawah yang bisa menghanyutkan. Tak selamanya diam itu emas dan bisa menjawab tantangan yang ada. Mungkin saatnya para kader bicara. Biarlah DPP yang terakhir, namun para pengurus DPC dan DPD perlu bicara dan bereaksi, agar dunia media sosial dan dunia nyata kita tidak didominasi penyesatan cara berpikir seolah-olah PDIP ingin menggantikan Pancasila dengan komunis.

Suara lantang dari pembela Pancasila dan yang sok Pancasilais, padahal dalam AD/ART nya tidak mencantumkan Pancasila harus segera dibungkam. Gerakan dan menuduh kebangkitan PKI yang dimainkan kadrun menurut Poyuono harus segera dihentikan. Aparat keamanan kita akan lebih mudah mengamankan, jika ada keekuatan pengimbang menghadapi para pendemo yang sudah tidak menghormati ketentuan dan larangan PSBB ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun