Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pasukan PBB (Pemikir Bungkuk Bengkok)

21 Mei 2020   21:20 Diperbarui: 21 Mei 2020   21:22 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada kesepakatan Sang Kakek dan Sang Cucu yang baru, setiap jalan pagi berdua, mereka bergantian bercerita tentang satu kisah. Ini mereka lakukan agar acara jalan pagi santai dan bisa menikmati sambil bercerita. Nah giliran pagi ini adalah Sang Cucu. Lalu dimulailah cerita itu.

   "Ceritaku hari ini kek tentang kematian seseorang yang aneh bin ajaib di sebuah kampung. Setelah meninggal, maka sanak keluarganya memanggil mantri kesehatan untuk menyuntikkan formalin serta mempersiapkan pakaian untuk mayat. Mayatnya membungkuk, tidak bisa lurus.  Kaki dan tangannya bengkok, tak bisa lurus juga. Setiap diluruskan, bengkok lagi.

Dipanggilah dukun setempat untuk mengatasi ini. Dukun setempat menyerah. Lalu dimintalah dukun besar kampung sebelah yang sudah sangat terkenal mengobati orang sakit dan memanggil roh orang meninggal. Sang dukun besar geleng-geleng kepala. Dia seakan berkomat-kamit. Sang dukun menceritakan bahwa posisi mayat orang yang meninggal tidak bisa diluruskan lagi. Sudah mengeras.

 Menurut sang dukun besar dia sudah berkomunikasi dengan roh orang yang meninggal ini, dia mengaku memang ini sesuai dengan dirinya. Selama hidupnya, orang ini memang orang yang selalu berpikir bengkok dan bungkuk. Dia selalu memandang orang lain dengan kecurigaan. Dia selalu melawan kebijakan kepala desa, sebaik apapun kebijakan kepala desa tersebut.

Dia juga pernah diangkat menjadi pengawas untuk proyek pembangunan irigasi yang menggunakan dana desa. Dalam rangka memberi kesempatan kepada warga lain, kepala desa menggantinya. Sejak itu dia paling ribut di kedai kopi kampung itu. Sejak itu suaranya selalu sumbang kepada kepala desa dan perangkatnya. Semua anaknya takut, apalagi isterinya. Mereka sering kena amarah tanpa alasan.

Begitulah cerita sang dukun besar, dan dia meminta keluarga supaya mengiklaskan mayat orang tersebut dimakamkan dalam keadaan bungkuk dan bengkok. Lalu dimakamkan lah dia dengan posisi seperti itu dan dibuatlah peti mati mengikuti bentuk tubuhnya yang bengkok dan bungkuk, tidak bisa peti mati biasa. Begitulah kisah kita pagi ini kek," kata cucu menyudahi ceritanya.

   "Tragis sekali ya, kisahnya," kata kakek menimpali.

   "Ya, begitulah kek," jawab cucu.

   "Tapi saya mau bertanya dulu. Kenapa tiba-tiba kisahmu pagi ini tentang kampung, dukun dan mayat bungkuk dan bengkok?" selidik kakek.

   "Begini kek. Kata orang bijak dan guru pembicara terkenal, kalau seseorang ingin menjadi seorang pembicara publik yang baik, menurut ilmu public speaking, dia harus menguasai beberapa hal. Salah satunya adalah mempelajari audiensinya. Kepada siapa dia akan bicara. Kira-kira apa maunya. Seseorang pembicara yang bagus dan pintar, menguasai materi yang dibicarakannya, itu bagus. Tapi kalau penyampaiannya tidak sesuai dengan audiensinya, maka dia bisa gagal. Kalau berbicara dengan rakyat, pakailah bahasa rakyat. Kalau bicara di kalangan pejabat, pakailah bahasa pejabat. Kalau bicara di kalangan pengusaha, pakailah bahasa pengusaha. Begitu kek," kata cucu.

   "Pertanyaan saya belum terjawab," kata kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun