Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kenapa Kemenpora Enggan Berpolemik dengan Taufik Hidayat Soal "Tikus"?

13 Mei 2020   12:57 Diperbarui: 13 Mei 2020   14:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.thejakartapost.com

Apakah sudah sedemikian parah sehingga harus mengeluarkan kata 'kiamat'? Kalau sudah sedemikian parah, kenapa jawaban Kemenpora hanya dengan enggan berpolemik dengan Taufik Hidayat? Nah, ini bisa saja membuat asumsi berbagai macam. Apakah apa yang disampaikan Taufik Hidayat terlalu menikam tepat sasaran sehingga tidak akan ada gunanya untuk menjawab dan berpolemik. Atau ini sudah disidangkan kasusnya dengan terdakwa langsung mantan menterinya. Lalu apalagi yang dijawab. Apakah menyidangkan pimpinan tertinggi kementerian belum cukup?

Namun apa yang disampaikan Taufik tentang banyaknya tikus dan bahkan banyak banget dan setengah gedung harus dibongkar menunjukkan indikasi bahwa dengan menyidangkan pimpinan tertinggi kementerian ternyata tidaklah cukup. Mungkin kasus yang disidangkan adalah puncak gunung esnya, sementara di tengah dan di bawah gunung esnya masih banyak yang harus diangkat sebagai korupsi seperti korupsi biaya pelatnas di hotel tadi.

Namun bisa saja dijawab nyeleneh, memang ada kementerian atau lembaga negara yang menyelenggarakan kegiatan di hotel tidak melakukan seperti itu? Nah kalau begini sama dengan melebarkan masalah seakan ini adalah bentuk korupsi berjemaah dan biasa dilakukan oleh lembaga-lembaga negara. Untuk tidak meluasnya bahasan, kita kembalikan ke masalah pernyataan Taufik Hidayat dan kasus di Kemenpora saja.

Terkadang, kasus korupsi sulit diungkap dan diberantas, karena tidak ada saksi yang mau berani menyampaikan fakta yang terjadi. Semua diam, tidak ada yang mau membuka suara. Kenapa? Banyak pengalaman orang yang tidak terlibat korupsi menyuarakan korupsi yang terjadi, dilawan bersama-sama para koruptor dan jaringannya, yang terjadi kemudian adalah seorang yang menyuarakan korupsi malah menjadi terpidana. Apakah menjadi pelaku kasus pencemaran nama baik atau bahkan terjadi penjebakan gaya batman, sang maling teriak maling, yang akhirnya yang bukan maling menjadi maling, yang asli maling menjadi orang baik seakan bukan maling.

Lalu apa yang bisa kita peroleh dari pengakuan dan pernyataan Taufik Hidayat yang sangat tajam bagaikan smesh bulutangkis yang tak bisa dikembalikan ini?

Sesungguhnya, jika penegak hukum kita yang berada di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK sensitif dan ingin membongkar kasus tikus dan pembuat kiamat olah raga itu, pernyataan ini bisa dibuat sebagai pintu masuk menyelidiki kasus tersebut. Sudah layak dilakukan penyelidikan yang cermat dengan nara sumber informasi dari pernyataan ini. Hal ini perlu didalami dalam proses penyelidikan.

Jika sudah cukup bahan menjadi bukti permulaan, maka penyelidikan bisa ditingkatkan menjadi penyidikan yang akan melahirkan tersangka baru. Ini memang mungkin terjadi, jika para penegak hukum kita ingin memberantas korupsi secara tuntas di Kemenpora yang akan mempengaruhi terhadap kemajuan olah raga di tanah air. Kenapa ini penting? Begitu terseok-seoknya pembinaan olah raga kita karena alasan klasik, kekurangan dana pembinaan, sementara kita dengar bagaimana korupsi atas dana pembinaan olah raga itu berjalan dengan baik dan menguntungkan segelintir orang.

Aliran dana yang dikorupsi oleh banyak tikus tersebut bisa kita gambarkan seperti ini. Dana pembinaan olah raga itu dibawa dalam sebuah ember dengan melalui berapa tangga mulai dari gedung sampai ke pelatnas. 

Ember berisi air ini bila dibawa dengan baik dalam ember yang tidak bocor, maka isi air akan penuh sampai ke pelatnas dan pembinaan olah raga akan baik. Namun dengan sengaja tikus ini membocorkan ember. Orang yang membawa ember ini harus menjalani beberapa tangga, dimana setiap tangga pembawa  air harus meminta tanda paraf di ember untuk bisa lewat. 

Setiap tangga menyediakan ember kecil menampung bocoran selama memberi tanda persetujuan lewat. Makin lama pemberian tanda, maka makin banyaklah kebocoran tinggal di ember penampung. Demikianlah setiap tangga dilalui pembawa ember sampai akhirnya tiba di tempat pelatnas.

Perjalanan ember bocor mulai dari menteri, deputi, kepala biro, kepala bagian, kepala seksi, ke pengurus besar komite olah raga, ke pengurus besar olah raga, ke ketua pembinaan, kepala pelatnas, dan sampai ke korlap dan eksekutor bisa kita bayangkan seberapalah isi ember tadi yang bisa selamat dan tiba di bawah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun