Mohon tunggu...
Albeth Kusuma Sanjaya
Albeth Kusuma Sanjaya Mohon Tunggu... Lainnya - IG : albeth21

Pelajar di SMA Pius Tegal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Teknologi Tanpa Hukum adalah Monster

15 November 2020   20:21 Diperbarui: 16 November 2020   09:05 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh kasus yang cukup terkenal adalah kasus pengembangan metode cuci otak (brainwash) yang dilakukan oleh dr. Terawan untuk mengobati penyakit stroke. Metode cuci otak pada dasarnya merupakan modifikasi yang dilakukan oleh dr. Terawan pada metode DSA (Digital Subtraction Angiography) yang merupakan metode pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan teknik fluoroscopy yang bertujuan untuk memberi gambaran dari dalam pembuluh darah yang erat kaitannya dengan penyakit stroke. 

Modifikasi yang dilakukan dr. Terawan adalah agar metode DSA tidak hanya dapat memberikan gambaran pembuluh darah, namun juga dapat memberikan terapi kelainan pembuluh darah pada otak. 

Oleh karena itu, dr. Terawan melakukan metode DSA yang ditambah dengan penyemprotan heparin yang merupakan obat antikoagulan ke dalam pembuluh darah untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah yang juga dibantu dengan bantuan alat-alat lain untuk mendukung proses brainwash ini. Heparin dalam dosis tinggi itulah yang dikatakan dapat membuat pasien merasa lebih baik daripada sebelum berobat. Metode brainwash ini diklaim dr. Terawan mampu meningkatkan aliran darah dalam otak sebesar 20% dalam jangka waktu 73 hari. 

Dr. Terawan juga mengklaim telah menggunakan prosedur "cuci otak" untuk penyembuhan penyakit stroke 40.000 pasien sejak 2005. Namun, metode ini menuai banyak protes karena menurut banyak rekan seprofesi dr. Terawan mengatakan bahwa DSA adalah metode untuk mendiagnosis penyakit bukan untuk menyembuhkan penyakit, bahkan dr. Terawan sempat dikeluarkan sementara dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) karena dianggap melanggar kode etik dengan melanggar 2 pasal, dan juga dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selama 12 bulan dari 26 Februari 2018 - 25 Februari 2019. 

Tetapi di luar itu, ada juga yang mendukung dr. Terawan, khususnya para pasien yang merasa tersembuhkan dengan adanya metode ini, seperti mantan ketua DPR RI, Agus Hermanto, Tri Sutrisno, dan SBY. Dr. Terawan akhirnya membuat disertasi untuk membuktikan bahwa metodenya efektif untuk menyembuhkan stroke. 

Namun, setelah diteliti dan ditelusuri baik secara medis, teknis, maupun hukum, terlalu banyak kejanggalan, kecacatan, dan kelemahan pada disertasi metode cuci otak (brainwash) yang juga disebut "Terawan Theory" ataupun juga disebut Intra Arterial Hepasin Flushing (IAHF) karena metode brainwash ini dirasa menyalahi dan bertentangan dengan kode etik maupun acuan hukum atau aturan medis manapun.


Hingga kini, metode brainwash ini masih di ambang awan dan masih dipertanyakan kejelasannya. (sama seperti kejelasan tentang keberadaan dr. Terawan sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang saat ini seperti hilang ditelan bumi)

Contoh kasus lainnya yang tidak kalah menarik adalah kasus bocornya data pengguna aplikasi tokopedia. Pada bulan Mei 2020 terjadi peretasan pada aplikasi unicorn Indonesia ini, pada saat itu terjadi kebocoran 15 juta data pengguna. Kemudian pada bulan Juli kejadian yang sama terjadi kembali, namun kali ini jumlah kebocoran datanya mencapai 91 juta data yang bahkan lebih banyak dari kasus bocornya 87 juta data pengguna facebook pada tahun 2018. 

Pratama Persadha yang merupakan Chairman Lembaga Riset Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) adalah orang pertama yang mengungkapkan tentang kebocoran data ini, dan menurutnya pihak tokopedia harus bertanggung jawab karena data pengguna yang mereka kelola telah mengalami kebocoran dan pastinya akan ada banyak pihak yang menggunakan data-data tersebut untuk tindak kejahatan. Dan untungnya, hal inipun ditanggapi secara cepat oleh pihak Tokopedia dengan membenarkan kasus peretasan dan kebocoran data tersebut dan langsung melaporkan pelaku peretasan ke kepolisian. 

Tokopedia juga bekerja sama dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka secara berkala memberi tahu kepada para pengguna mereka tentang tata cara yang harus dilakukan untuk melindungi data pribadi mereka. 

Seiring dengan maraknya kasus peretasan ini, Indonesia telah membuat RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang memiliki tujuan utama sebagai pengontrol data, jadi ketika ada kebocoran, perusahaan yang menghimpun data harus menginformasikannya kepada konsumen serta kementerian/lembaga yang mengatur hal tersebut, namun hingga saat ini, RUU tersebut belum juga disahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun