Mohon tunggu...
Albert BaritaSIHOMBING
Albert BaritaSIHOMBING Mohon Tunggu... Polisi - Polri

Badminton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik di LCS: Solusi dan Rekomendasi Contra Positive Occupation China

24 Mei 2024   17:49 Diperbarui: 24 Mei 2024   18:38 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Diolah

Ancaman Konflik Laut China Selatan (LCS) terhadap Kedaulatan Indonesia: Solusi dan Rekomendasi Contra Positive Occupation China di laut Natuna Utara

 

oleh: KBP. Albert Barita Sihombing, M,Si., M.A.

Mahasiswa Program Doktoral STIK-PTIK Polri

 

Dalam menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia, langkah dan keputusan apa yang harus diambil? Permasalahan ditengarai adanya klaim tumpang tindih China dan Indonesia tentang batas wilayah laut kedua negara. Laut yang disengketakan terletak di wilayah ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) Indonesia pada posisi 10016'-7019' Lintang Utara dan 1050 00'-110000' Bujur Timur yang luasnya 83.000 Km2. Jika langkah yang diambil salah, maka cepat atau lambat luas laut tersebut akan dikuasai China.


Sekalipun Presiden Jokowi telah dengan tegas menyatakan bahwa batas-batas teritori sudah diputuskan dan bersifat final dalam kesepakatan UNCLOS 1982 sehingga tidak perlu ada kompromi karena tidak ada overlapping jurisdiction dengan China sebagaimana dipertegas dalam Rulling Tribunal UNCLOS tahun 2016. Namun, praktek di lapangan masih ada benturan yang berpotensi terjadinya salah langkah dan salah keputusan. Tercatat adanya pelanggaran batas wilayah yang dilakukan secara berulang oleh kapal-kapal coast-guard China yang hadir di wilayah ZEE Indonesia guna mengawal praktek illegal fishing para nelayannya.

Peristiwa Sabtu, 12 September 2020, misalnya, terjadi ketegangan antara coast guard Indonesia (yaitu Badan Keamanan Laut Indonesia disingkat Bakamla RI) dengan coast guard China saat melakukan penegakan hukum terhadap aksi illegal fishing kapal-kapal nelayan China di wilayah Laut Natuna Utara. Kapal-kapal coast guard China bermanuver menghalangi kapal Bakamla untuk melindungi kapal-kapal nelayan China agar tidak beranjak dari tempatnya dengan alasan keberadaan mereka ada di wilayah kedaulatan China. Ketegangan ini hampir memprovokasi kontak senjata. Setelah tiga hari bersitegang yang juga melibatkan saluran diplomatik kedua negara, akhirnya Pemerintah China pada 14 September 2020 menginstruksikan coast-guard-nya untuk meninggalkan teritori yang disengketakan diikuti kapal-kapal nelayan China. Salut untuk Bakamla telah melakukan langkah terukur dan terkoordinasi dengan pusat komando.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, kembali dikabarkan kapal-kapal nelayan China dengan pengawalan coast-guard-nya sering memasuki wilayah ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara dan sampai  dengan saat ini, belum ada catatan penangkapan nelayan tersebut oleh petugas jaga laut Indonesia. Ini bukti masalah dan ancaman mengintai! Mengapa terjadi dan upaya apa yang paling relevan dalam mensikapi permasalahan? Diperlukan langkah dan keputusan  logis dan terukur agar jangan sampai alih-alih hendak menyelesaikan masalah malah terjebak dalam permasalahan yang semakin pelik. Karenanya, disarankan untuk melakukan pemodelan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. Terdapat empat tahapan proses yang harus dikuasai yaitu memetakan masalah (define situation) menentukan tujuan (goals), mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah (searching for alternatives) dan terakhir memilih alternatif yang paling logis (choosing the appropriate alternatif).

 

Define Situation 

  • Dalam upaya define situation, digunakan pisau analisa hourglass model of conflict yaitu model yang dirumuskan oleh Ramsbotham, Tom Woodhouse, dan Hugh Miall dalam buku Contemporary Conflict Resolution, 2012 sebagai panduan untuk melihat pola dan kecendrungan aksi. Alhasil, terditek ada pola dan kecendrungan yang bersifat sistematis bahwa China lebih mengharapkan langkah penyelesaian masalah secara adu kekuatan politik ketimbang jalur hukum.  Hal ini tercermin pada keempat tahapan konflik hourglass model of conflict, yaitu pertama, awal suatu konflik pasti didahului perbedaan. Indonesia mendasarkan klaim pada kesepakatan hukum laut internasional/UNCLOS 1982, sementara China yang sekalipun ikut meratifikasi UNCLOS 1982, ternyata tidak melaksanakan kesepakatan yang dibuat karena lebih condong untuk mempertahankan batas-batas laut sesuai peta nine dash line sebagai warisan Sejarah hukum sepihak China.

  • Kedua, pertentangan. Perbedaan yang terjadi tidak sekedar perbedaan pendapat dalam alam pikir, tetapi sudah menyentuh kepentingan/pemenuhan kebutuhan. Indonesia sebagai archipelago state mempunyai kepentingan mempertahankan doktrin NKRI untuk tidak melepas sejengkalpun teritori yang diamanatkan dan sah menurut hukum laut internasional UNCLOS 1982. Sementara bagi China jika tunduk pada UNCLOS 1982, maka konsekuensinya selain kehilangan sebagian wilayah yang ber-iritasi dengan Indonesia, juga akan kehilangan wilayah laut lainnya yang ber-iritasi dengan Philipina, Taiwan, Brunai Darusalam dan Malaysia. Hal ini dengan sendirinya akan mengurangi fungsi LCS sebagai daerah penyangga atau buffer zone. China memerlukan seluas mungkin lautan sebagai zona penyangga untuk menghindari China daratan dari ancaman serangan rudal AS yang ditembakan dari lautan terdekat. Selain itu, letak LCS sangat strategis dalam mendukung sektor transportasi laut perdagangan China yang pada zaman dahulu dikenal sebagai jalur sutra. Pada gilirannya, penguasaan administrasi LCS akan berkorelasi positif mendukung hegemoni China di Asia Tenggara. Karenanya, demi menjaga hegemoninya, China butuh dan akan bersikukuh memperjuangkan keutuhan konsep nine dash line.

  • Ketiga, polarisasi atau pengkubuan. Sekutu diperlukan untuk penguatan pencapaian tujuan. Sebagai penegasan de jure, Indonesia berhasil mengundang perusahaan asal Inggris, Harbour Energy dan perusahaan Rusia, Zarubezhneft untuk menggarap lapangan gas lepas pantai di Blok D Tuna yang terletak di Laut Natuna Utara. Di lain pihak, China menggandeng para nelayannya dengan dalih demi menjaga tradisi melaut turun-temurun untuk hadir dan mempertahankan kedaulatan China di LCS. Para nelayan tersebut dijadikan Chinese maritime militia yang ditugasi untuk mengajak sebanyak mungkin nelayan melaut dan menangkap ikan sebanyak mungkin di wilayah-wilayah laut yang disengketakan plus misi untuk mengganggu/mengusir kapal-kapal nelayan asing agar tidak beroperasi di wilayah klaim China.

  • Keempat, kekerasan. Tercatat sudah ada bentuk-bentuk kekerasan yang dialami nelayan Indonesia antara lain perusakan dan atau pencurian jaring. Jaring yang sebelumnya ditanam di pagi hari, rusak atau hilang saat sore hari hendak memanen ikan. Kenyataan ini diperburuk laporan beberapa nelayan enggan melaut karena menghindari intimidasi manuver tabrakan kapal dari nelayan asing yang kapalnya lebih besar dan terbuat dari besi. Bahkan hal ini diperparah berita via radio: "Nelayan yang hendak melaut di zona yang disengketakan, wajib lapor dan minta izin ke pihak coast guard China".  Keempat tahapan ini merupakan eskalasi menuju perang yang harus dihindarkan. Bagi China adalah peluang sedangkan bagi Indonesia adalah ancaman hilangnya kedaulatan karena perimbangan kekuatan yang jomplang.

  • Goals
  • Dari pemaparan define situation di atas, tercermin akan sulit untuk menjawab pertanyaan how to solve the problem mengingat kapasitas sumber daya Indonesia tidak berada dalam performance sebagai aktor yang mampu menekan China untuk tunduk pada UNCLOS 1982. Pilihan pertanyaan yang paling bijak adalah how to manage the problem. Bagaimana mengendalikan perbedaan dan pertentangan yang ada tidak menyulut kekerasan adalah hal yang krusial seiring perlunya strategi dan program yang terarah dalam meminimalisasi ancaman. Tujuan pasti hindari perang, kuasai laut secara de facto, elegan dan tanpa isu kekerasan.
  •  
  • Searching for Alternatives 
  • Terdapat delapan (8) pilihan dalam situasi konflik. Pertama,  kedua pihak yang berkonflik demi menghadapi musuh bersama sepakat melupakan konflik dan membangun kerjasama. Pilihan kedua sepakat memisahkan diri untuk menghindari konflik. Jika satu kelompok ke utara maka kelompok lainnya ke selatan. Kompromi menjadi bagian solusi ke arah pengaturan tempat agar terhindar dari benturan kepentingan dengan menawarkan arah pencapaian yang berbeda. Pilihan ketiga adalah pilihan perang, tentunya dengan pertimbangan jika yakin akan menang. Pilihan keempat adalah kompromi damai menghentikan perang agar terhindar dari kerugian yang lebih parah. Pilihan kelima adalah mencegah perang dengan cara saling takut menakuti dengan bantuan penggunaan senjata nuklir sebagai modal penggertak. Ancaman nuklir sangat efektif mengerem genderang perang karena jika terjadi ledakan, kedua pihak yang bertikar akan sama-sama hancur.  Pilihan keenam adalah meniadakan konflik dengan cara kompromi untuk saling melucuti senjata. Satu sama lain harus saling percaya dan terbentuk pandangan hidup untuk mau berdampingan dan bertoleransi di tengah perbedaan.  

  • Selanjutnya, pilihan ketujuh adalah masuk area konflik secara tidak langsung dengan menggunakan pihak ketiga sebagai kepanjangan tangan suatu negara untuk melemahkan negara lain yang dikenal dengan istilah proxy war. Bagi negara yang kalah secara militer, ekonomi, geografi dan budaya belum tentu menjadi pecundang. Kesempatan menang perang masih terbuka jika pihak musuh terlebih dahulu dilemahkan karena adanya pemberontakan secara internal atau mengalami perlawanan senjata dari kelompok-kelompok tertentu yang bersebrangan paham.

  • Terakhir adalah pilihan kedelapan. Masing-masing pihak bersikukuh dengan klaim-nya masing-masing tetapi tetap menahan diri untuk tidak memulai penyerangan mengingat adanya persahabatan baik dan kepentingan yang jauh lebih besar. Dalam kondisi ini berlaku konsep "Anjing saling menggonggong tapi tidak menggigit". Jika gonggongan melemah, akan ditafsirkan tidak bernyali. Artinya, gonggongan seumpama patroli. Jika patroli lemah, terbuka kesempatan/semakin pihak lawan berani memasuki teritori yang tidak terjaga. Klaim harus disertai tindakan nyata patroli jaga wilayah walaupun bila kelak terjadi benturan maka masing-masing pihak harus menahan diri dan menyiapkan mekanisme untuk tidak saling menyakiti dan terhindar dari masalah yang lebih besar. Diperlukan kepiawaian diplomasi untuk menegakkan code of conduct atau ajakan berperilaku sesuai kaidah internasional. Karenanya untuk menyiapkan langkah antisipasinya perlu melakukan hal-hal yang sederhana namun berkelanjutan yang dampaknya dianggap tidak membahayakan musuh tetapi sebenarnya memperkuat posisi tawar dalam mensikapi konflik. Bagi pihak yang lemah, perlu menyusun anak tangga agar dapat meningkatkan level kesiapan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

  • Choosing for Alternatives
  • Dari serangkaian pilihan di atas, Indonesia dan China tidak memiliki musuh bersama berbasis ideologi sehingga pilihan pertama gugur dengan sendirinya, yaitu mengalihkan isu konflik ke kerjasama untuk bersekutu menghadapi musuh bersama. Demikian halnya dengan pilihan kedua, yaitu memisahkan diri untuk menghindari konflik. Pilihan ini tidak ada hubungannya dengan masalah karena Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan China sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 yang kemudian dipertegas dengan hasil sidang Rulling Tribunal UNCLOS tahun 2016 yang menyatakan nine dash line China menyalahi aturan kesepakatan bersama UNCLOS 1982 sehingga tidak perlu lagi ada tata ulang.

  • Adapun pilihan ketiga yaitu perang dengan asumsi akan menang adalah pilihan/keputusan konyol. Hitung-hitungan kekuatan secara militer dan ekonomi China bukan tandingan Indonesia. Tetapi pilihan keempat-pun yaitu berkompromi untuk tidak melanjutkan perang tetap gugur karena realitasnya China dan Indonesia tidak dalam posisi perang, dan hal ini harus dihindari! Selanjutnya pilihan kelima yaitu mengelola konflik dengan ancaman nuklir tidak direkomendasikan karena Indonesia tidak memiliki senjata nuklir untuk menggertak pihak lawan. Pilihan keenam adalah meniadakan konflik dengan cara kompromi untuk saling melucuti senjata. Satu sama lain saling percaya, tidak mempersoalkan perbedaan dan mau hidup berdampingan dan bertoleransi. Ini adalah pilihan yang paling ideal namun tidak dianjurkan karena realitasnya masing-masing negara lebih mempercayakan pada kemampuan mengembangkan kekuatan bersenjata ketimbang menyandarkan diri pada harapan mendapat belas kasihan dari negara lain untuk hidup damai. Ingat si vis pacem para bellum, jika ingin damai bersiaplah untuk perang!

  • Adapun pilihan ketujuh yaitu masuk area konflik secara tidak langsung dengan menggunakan pihak ketiga dalam memerangi musuh akan sangat membutuhkan biaya dan upaya sangat besar untuk membina dan mendanai keberadaan kelompok atau entitas oposisi di negara target.  Di tengah keterbatasan ekonomi Indonesia dan soliditas keamanan dalam negeri China maka membiayai pihak ketiga untuk memperlemah kekuatan China merupakan pilihan paling konyol.  

  •  Dalam era demokratisasi sekarang ini, pengaruh aktor non-negara yaitu keberadaan individu dan lembaga kemasyarakatan lintas nasional semakin memegang peran sentral membentuk opini publik terkait isu-isu global. Ada peluang bagi Indonesia untuk meraih simpati publik dari aktor internasional selain negara yaitu organisasi internasional,  individu dan perusahaan multinasional untuk digerakkan mendukung Indonesia dalam mengelola konflik. Prinsip yang harus ditegakkan adalah sesuai dengan pilihan kedelapan "Tetap dalam situasi konflik, mempertahankan klaim namun kelola eskalasi konflik agar tidak terjadi perang". Penting bagi Indonesia ada kerja nyata untuk membuat terobosan yang didukung sebanyak mungkin aktor internasional khususnya menggalang upaya bangun iklim perikanan demi kemajuan bersama yang dampaknya dianggap tidak membahayakan musuh tetapi sebenarnya memperkuat posisi tawar dalam mensikapi ancaman konflik. Pilihan kedelapan ini merupakan pilihan paling logis untuk dikerjakan. Salah satu usul merealisasikan pilihan ini adalah membagi peran masing-masing aktor internasional untuk fokus pada pekerjaan "How to manage the problem". Tinggalkan pola pikir how to solve the problem mengingat dalam analisa define situation tergambar bahwa China lebih menghendaki terjadinya adu jotos ketimbang penyelesaian secara hukum. Hal ini terbukti, China tidak menggubris putusan Internasional Court of Justice dalam Rulling Tribunal UNCLOS tahun 2016 yang memenangkan Philipina dalam sengketa melawan nine dash line China.
  • Rekomendasi
  • Dalam menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia, diperlukan arah kebijakan, strategi, program dan aktor-aktor yang dapat menjadi pendukung eksekusi kerja secara berkelanjutan. Arah kebijakan jelas, Indonesia harus mempertahankan NKRI, berati juga mempertahankan wilayah teritori yang diklaim China sejengkalpun tidak lepas dari genggaman karena ada dasar hukumnya yaitu UNCLOS 1982 dan Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia berkewajiban untuk menegakkan hukum dan menghindari perang bila nyata-nyata mengganggu pencapaian tujuan nasional.

  • Selanjutnya arah kebijakan harus diimplementasikan kepada strategi. Terdapat empat kebijakan strategis dalam mensikapi konflik Laut China Selatan yang dicanangkan oleh Jokowi, yaitu pertama secara geopolitik Indonesia menerapkan doktrin sebagai poros maritim dunia. Kedua meningkatkan anggaran untuk menambah dan mengganti alat utama sistem pertahanan dalam menjaga kualitas pertahanan dan keamanan. Ketiga, meningkatkan pengaruh Indonesia di dunia internasional melalui pendekatan hukum dan diplomasi dalam setiap penyelesaian konflik. Keempat, pendekatan kerja sama yaitu melakukan komunikasi dan koordinasi untuk memperbanyak kerjasama bidang ekonomi di kawasan LCS dengan tujuan bahwa terbinanya persahabatan akan mengurangi tensi konflik.

  • Selanjutnya untuk menghadapi ancaman China di LCS terhadap kedaulatan Indonesia diusulkan skematik peran negara dan aktor non-negara dalam gambar berikut:


  • Gambar 1
  • Skematik Peran Negara dan Non-Negara dalam Pengelolaan Konflik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun