Mohon tunggu...
Tony albi
Tony albi Mohon Tunggu... Freelancer - berniat baik dan lakukan saja

tulis aja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oposisi

29 Februari 2024   20:26 Diperbarui: 29 Februari 2024   20:39 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tahun 1945 sebagai negara baru merdeka dan berdaulat, demokrasi merupakan pilihan dan kesepakatan bersama dalam bernegara, sejak awal sudah ditulis pada sila ke 4 Pancasila yang merupakan dasar negara juga dijabarkan dalam konstitusinya.  

Sebagai negara baru merdeka cara berdemokrasinya masih mencari format dalam tatanan sosial masyarakatnya dengan beragam kulturnya. Setelah kemerdekaan dinamika gejolak politik sangat wajar terjadi, hingga demokrasi menjadi sulit mencari bentuknya dan konstruksinya. Tapi perkembangan politik akhirnya mengerdilkan demokrasi itu sendiri oleh tangan besi yang membelunggunya dibawah rejim otoriter dengan baju demokrasi.

Dalam sistem otoriter, meskipun dikerdilkan tapi demokrasi terus mencari bentuknya dalam masyarakat diperlihatkan dan disuarakan oleh kaum terdidik atau intelektual, seniman, budayawan  karena realitanya masyarakat menginginkan demokrasi. 

Setelah reformasi, demokrasi lebih leluasa tumbuh tapi tidak diikuti oleh kultur demokrasinya karena partai politik mengabaikan pendidikan politik pada masyarakat tentang demokrasi.

Eforia berdemokrasi oleh sebagian kelompok diklaim bahwa kelompoknyalah yang paling mengerti cara bermokrasi dalam negara, sebagian kelompok lainnya mengartikan demokrasi dalam versinya, akhirnya terjadi benturan-benturan yang tidak melahirkan dialektika politik dalam bingkai demokrasi itu sendiri karena klaim sepihak dalam mengaktualisasikan caranya berdemokrasinya.

Demokrasi dengan segala definisinya, menginginkan keseimbangan menjalankannya karena pilar-pilar penopangnya harus kokoh. Walaupun dengan kokohnya pilar tapi tidak diikuti mentalitas dan budaya demokrasi akhirnya menjadi penghakiman sepihak atas segala apa yang dilakukan kelompok lain yang menjalankan pemerintahan.

Beroposisi suatu yang harus ada dalam demokrasi agar fungsi keseimbangan itu terus terjaga demi menuju tujuan bernegara.

Karena sejak era reformasi memang kita belum membangun kultur oposisi yang sebelumnya tidak pernah ada, sedangkan oposisi itu sangat diperlukan, dalam oposisi dibutuhkan pemahaman utuh tata cara berdemokrasi tidak asal menyebut diri oposisi karena berbeda pandangan dan menghakimi pihak lain adalah salah.

Pada demokrasi ada mekanisme pemilu untuk menentukan pihak yang diamanatkan oleh rakyat menjalankan pemerintahan, sementara pihak yang kalah suara menjadi oposisi. Karena kekalahannya menunjukkan rakyat tidak memilihnya karena program atau agenda yg ditawarkan dalam pemilu tidak disukai oleh mayoritas masyarakatnya. 

Oposisi (di luar pemerintahan), tidak harus beda, jika kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berjalan itu lebih banyak manfaatnya, seharusnya oposisi juga mendukungnya dan sebaliknya (syaratnya, politisi yang ada di parlemen, benar-benar mengerti masalahnya bukan membebek saja), tidak menjadi asal beda atau hanya menjadi stempel kebijakan pemerintah. ini memberi pendidikan politik pada masyarakat tentang cara dan kultur berdemokrasi yang elegan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun