Patrick Kluivert jadi sorotan, karena konyolnya ia membawa timnas dalam kekalahan melawan Arab dan Irak sekaligus. Sementara itu, publik mulai rindu pada sosok Shin Tae-yong yang dulu dianggap keras tapi justru menanamkan disiplin dan semangat juang.
Ketika Mafia Bola Turut HadirÂ
Kita sering mendengar istilah mafia bola, tapi sering kali hanya sebatas rumor. Kini aroma itu makin jelas.Â
Kita semua akhirnya bertanya-tanya, mencurigai elit negri ini sendiri. Petinggi berdasi itu yang dalam sebuah lagu disematkan dengan nama "Tikus Berdasi".Â
Dari penentuan pemain, kontrak pelatih, sampai jadwal pertandingan, semuanya bisa diatur. Bukan hanya uang yang bermain, tapi juga ego dan kekuasaan.Â
mereka lupa rumput hijau stadion itu tempat pelarian bagi rakyat kecil yang ingin sejenak merasa bangga menjadi orang Indonesia. Tapi semua itu hancur perlahan karena kerakusan segelintir orang yang menjadikan sepak bola kasur empuk mafia.
Kita Menolak Lupa
Sebagai penggemar, saya tidak ingin hanya mengeluh. Kekecewaan ini harus menjadi panggilan sadar: bahwa sepak bola bukan hanya tontonan, tapi cerminan moral bangsa.
Apabila Mafia bola masih dibiarkan merajalela, maka kita sedang mengajarkan generasi muda bahwa ketidakjujuran adalah jalan menuju sukses.
Tuntut transparansi! Mari kita jaga harapan. Kembalikan ruh sepak bola yang sejati, jujur, berani, dan cermin mental bangsa membara.
Bersihkan sepak bola kita dari aroma bau busuk mafia. Lalu benahi pula mentalitas kita sebagai bangsa yang pernah bejuang dari kungkungan penjajahan berabad-abad lamanya.Â
Jangan-jangan kita itu nyaman dijajah, dari ekonomi asing hingga sepak bola juga harus dintervensi asing pula? Semoga gak, anggap saja ini ucapan sampah dari saya pribadi.
Salam.Â