Agustus identik dengan perayaan kemerdekaan untuk negri kita. Republik Indonesia yang kian merdeka menuju satu Abad.Â
Demikian pula belakangan ada identifikasi sejarah bahwa tidak hanya 17 Agustus tanggal kemerdekaan kita, melainkan pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah momentum terbentuknya Republik tercinta ini.Â
Paparan di atas datang dari sejarawan terkemuka Indonesia saat ini. Anhar Gonggong menjelaskan bahwa 18 Agustus adalah pelaksanaan momentum kemerdekaan sedang 17 Agustus merupakan momentum merumuskan kemerdekaan itu sendiri dengan peristiwa proklamasinya.
Dari Pesantren untuk RepublikÂ
Agustus tidak hanya menyejarah untuk bangsa ini. Pesantren Tebuireng kebanggaan negri ini yang telah melahirkan banyak tokoh dunia juga lahir di awal Agustus tepatnya 3 Agustus 1889.Â
Secara personal Agustus sangat berkesan buat kami keluarga besar Pesantren Tebuireng. Leluhur kita di pesantren semua sudah berjuang untuk kemerdekaan bahkan berpuluh hingga beratus tahun lamanya.Â
Kami dari pesantren hanya ingin menyampaikan pesan cinta melalui pintu sejarah. Perjuangan kemerdekaan ini bukan hal kecil, ini kado cinta terbesar untuk negri dan biarlah sejarah mencatat semuanya dalam tinta emasnya yang kian abadi.
Berpihak padamu NegriÂ
Pesantren Tebuireng sejak zaman penjajahan kolonial Belanda selalu mengambil posisi yang jelas untuk menyongsong kemerdekaan. Kami para santrinya hingga hari ini memiliki perasaan kuat untuk selalu menemukan alasan mencintai negri dan Republik ini.
Ketika lahirnya bendera perlawanan di fenomena yang bermunculan saat ini. Kami sebagai santri tidak akan menyalahkan pihak manapun karena kesemuanya adalah bentuk cinta pada negri.Â
Beragam ekspresi pun bermunculan. Ada yang berekspresi perlawanan ada juga yang secara maksimal di dalam pemerintahan diam-diam memberi sumbangsih nyata di tengah kecamuk laku para perampok uang rakyat berdasi lalu memanfaatkan jabatannya.
Apapun Bentuknya: Kita Semua Mencintai Negeri Ini
Soal pengibaran bendera sudahlah jangan menjadi kisruh di sana-sini. Biarkan semua memberikan ekspresi masing-masing.Â
Teringat apa yang pernah dilakukan Gus. Dur (Abdurrahman Wahid/ Presiden RI ke 4). Sosok guru bangsa yang lahir dari dari rahim pesantren utamanya lahir secara genologi (rahim) pesantren Tebuireng kala menjadi presiden pernah memperkenankan bendera Bintang Kejora berkibar di Papua saat beliau melakukan kunjungan langsung dengan syarat tidak lebih tinggi dari bendera merah putih.Â
Aksi yang dilakukan Gus Dur di atas bukan tanpa alasan. Beliau melakukan ini menggunakan nurani dan meletakan semua atas nama kemanusiaan.Â
Gus Dur menyadari ekspresi ini tidak semata bentuk perlawanan untuk negri. Beliau sadar betul bahwa teman-teman di ujung timur negri ini sejatinya mereka mencintai negri melalui ekspresi meminta keadilan bagi semua.
Senerai Penutup: Kemerdekaan adalah Hak semua anak Bangsa
Generasi bangsa alias anak negri berhak merdeka! Menyuarakan apa saja, hingga memberikan sinyal peringatan bahwa negri ini perlu perbaikan diberbagai lini hal tersebut juga merupakan bagian dari hak mereka bertindak sebagai anak bangsa.Â
Perayaan kemerdekaan kali ini tidak perlu ditanggapi berlebihan akan pengibaran bendera tertentu. Bentuk koreksi hingga ekspresi protes dalam sebuah demonstrasi itu hal lumrah dan wajar di alam demokrasi.Â
Sebagai pemerintahan sebuah negara bahkan kita sesama anak bangsa hanya perlu mengambil sikap yang demokratis. Selamat merayakan kemerdekaan dengan berbagai ekspresi nurani kita masing-masing.Â
Salam,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI