Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Editor, Writer and Founder of Books For Santri (Khujjatul Islam Boarding School)

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Guru Nasional: Esensi Guru Sang Pembelajar

25 November 2022   09:27 Diperbarui: 25 November 2022   11:02 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lagi selfi sama para guru bangsa:)

Berbicara tentang guru maka mari kita uraikan sejenak definisi guru. Tepat 25 November di Indonesia diperingati sebagai hari guru nasional mungkin khusus bagi guru formil di satuan sekolah atau kampus. Ini tentu tidak masalah dan tidak  harus menyishkan debat. 

Izinkan saya mengurainya secara sederhana definisi guru. Lebih luas dan semoga sarat makna. 

Guru berdasar pengamatan saya sejalan dengan apa yang diwariskan Ki Hadjar Dewantara. Bahwa semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru. 

Saya ingin tambahkan, setiap peristiwa apapun. Saat mengamati  fenomena dan berinteraksi dengan siapapun maka jadikanlah semua itu guru untuk kita terus belajar. 

Lantas jika demikian semua orang adalah pengembara ilmu alias murid. Tentu iya jawaban tegasnya. 

Belajar hingga masuk ke kuburan baru berhenti ini tidak hanya jargon.  Dia adalah pengamalan sepanjang hayat. Belajar dan terus belajar!

Seringkali banyak yang menanyakan untuk apa terus-terusan melanjutkan sekolah kalau toh akhirnya bertani dan berkebun lagi. Lontaran pernyataan ini selalu menyerang saya pribadi. 

Ya saya tanggapi bercanda seala kadarnya sesuai orang yang nyerang. Kalo dia belum paham cukup beri senyum. Sesimpel itu. 

Namun dipikiran terngiang Allahyarham Imam Syafii bahwasanya ada hujjah dan anjuran beliau: Jika tak ingin merasakan pahitnya kebodohan. Maka rasakan  pahitnya belajar. 

Hujjah sang imam ini membawa refleksi mendalam. Betapa ilmu itu luas, bahkan kita menjadi guru sekalipun adalah esensi belajar itu sendiri. Guru mutlak adanya belajar lagi dan lagi. Alias berguru sepanjang masa.  

Ketika ada suara sumbing sana sini yang menghujat anda saat sedang belajar dan melanjutkan studi ke jenjang berikutnya lebih tinggi. Anggap aja itu pahit dari bagian menuntut ilmu. 

Berguru adalah proses belajar layaknya mereka yang melanjutkan studi ke jenjang tinggi hingga paling tinggi. Hemat saya keduanya sama. PEMBELAJAR!

Ketika mendapati guru besar atau sebutan kerennya Professor. Pada bidang tertentu maka gelar kehormatan itu jadi tanggug jawab moril untuk terus belajar. 

Sang Professor selalu ditunggu kehadirannya menjadi guru yang menyalakan pelita ditengah masyarakat. Justru jangan menjauh. Ia juga saban hari tak luput dari belajar dan belajar. 

Sebagai guru. Belajar adalah bensin kehidupannya. 

25 November untuk negri ini seolah jadi notifikasi akan pentingnya soko guru. Ditengah krisis yang berkepanjangan. Krisis SDM dimulai dari buruknya stanting angkanya semakin tinggi hingga krisis informasi yang hoaxsnya kian kemari menjadi-jadi. 

Semoga guru dan kehadirannya. Esensi untuk terus belajar lalu tak behenti berkarya demi kebaikan. Nyata dan hadir untuk negri tercinta. Sebuah harapan terdalam dari saya sebagai anak negri. 

Salam:) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun