Mohon tunggu...
Alan Ridho Irelzanov
Alan Ridho Irelzanov Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Freelance Media

Pengamat Foto

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Selfie dulu, kini dan nanti ?

21 September 2022   11:54 Diperbarui: 21 September 2022   22:58 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto selfie tertua. Sumber: merdeka.com

Praktek fotografi saat ini sangat mendominasi dari segala kegiatan, dan juga sebagai media merepresentasikan citra dan kebiasaan masyarakat Indonesia di social media, yang sering mempublikasikan dan melakukan praktik fotografi terutama pada bentuk dokumentasi, potret dan terus berkembang kepada fenomena mirror selfie portrait.

Melalui element cermin sebagai media untuk merefleksikan diri atau objek, mirror selfie portrait yang sering menampilkan sebuah citra atau branding pada social media, sehingga seolah-olah menjadi pesan yang utuh dan kompleks

Dengan penuh kesadaran, mirror selfie portrait ini mulai mengisi ragam karya seni fotografi potret saat ini terutama pada social media, elemen-elemen yang ada juga dipertimbangkan guna menunjang pemaknaan foto yang estetik.

Praktek mirror selfie portrait ini muncul karena pola kehidupan saat ini membuat individu selalu dekat dengan praktik fotografi, terutama oleh kalangan yang memiliki kamera profesional dan smartphone. Baik kamera profesional ataupun fitur kamera pada smartphone membuat hampir setiap orang melakukan praktik fotografi dengan objek, gestur, dan pose yang beragam, salah satunya fotografi potret dengan melakukan mirror selfie portrait, yakni aktivitas swafoto dengan diri yang menghadap cermin. 

Namun hal ini bukanlah sesuatu yang baru terjadi di era modern. Jika kita tarik jauh kebelakang, Rabian Syahbana dalam bukunya yang berjudul “Selfie: Mengungkap Fenomena Selfie dari Masa ke Masa”, menjelaskan bahwa praktik mirror selfie sudah ada sejak lama, jauh sebelum smartphone ada. 

Seperti self potret Robert Cornelius pada tahun 1839 Foto (1), Anastasia Nikolaevna pada tahun 1914 Foto (2) dan foto seorang anak laki-laki yang ditemukan di skotlandia sekitar tahun 1900-1950 Foto (3), yang memperjelas bahwa fenomena mirror selfie portrait ini bukanlah hal baru.

Sumber:publicdomainreview.org
Sumber:publicdomainreview.org
Foto 1

Robert Cornelius, Self-Portrait: The First Ever “Selfie” (1839) 

Sumber: theatlantic.com
Sumber: theatlantic.com
Foto 2 

Mirror Selfie Portrait Anastasia Nikolaevna pada tahun 1914

Sumber: scotsman.com
Sumber: scotsman.com
Foto 3 

Mirror Selfie Portrait foto seorang anak di skotlandia sekitar tahun 1900-1950 

Banyaknya platform berbagi foto online terutama pada media sosial, membuat hampir setiap orang terpantik untuk membagikan hasil praktek fotografi potret dirinya.

 Meski begitu, kegiatan swafoto di hadapan cermin nyatanya tak hanya dilakukan untuk menunjukkan eksistensi diri. mirror selfie portrait juga dilakukan sebagai sarana penghantar informasi “terpercaya” untuk orang lain. Zaman modern yang krisis kepercayaan membuat kalimat “no pict, hoax” menjadi begitu ramah di telinga.

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

Sebagai contoh kecil, seseorang akan berfoto di hadapan cermin alih-alih mengambil gambar suasana ruang di mana ia berada untuk membuktikan bahwa ia benar-benar berada di sana. Tanpa sangkut paut “kepercayaan”, fenomena “Post a Pic” kerap kali muncul dalam dialog text untuk meminta seseorang berswafoto. 

Tak jarang di antaranya akan melakukan mirror selfie portrait dengan angle beragam. Bisa jadi menampilkan setengah atau seluruh wajah, atau memperlihatkan seluruh badan untuk menunjukkan pakaian yang sedang dikenakan dan menunjukan sebagian ruangan yang terlihat di tempat siobjek berada.

Memperlihatkan strata sosial bahkan bisa dilakukan melalui mirror selfie portrait. Sengaja ataupun tidak, benda-benda yang terpotret bersama mirror portrait yang dilakukannya akan menunjukkan strata sosialnya. Bisa jadi melalui aksesoris, lokasi, dan kamera yang digunakan. 

Praktik mirror portrait juga bisa dilakukan hanya karena seseorang menemukan benda yang merefleksikan dirinya jadi lebih menarik meskipun tidak akan menampilkan dirinya secara jelas, bahkan mungkin juga terjadi ketika ia menemukan bentuk cermin yang unik. 

Apapun alasannya selalu ada cerita di balik sebuah foto, dan begitulah fotografi bekerja. Menangkap momen yang terkadang sepele namun setiap orang memiliki pemaknaan yang beragam pula. Dengan kata lain, mirror selfie portrait merupakan alternatif untuk membingkai sebuah cerita atau informasi yang dikemas secara ringan. 

Ramainya unggahan media sosial dengan orang-orang yang melakukan mirror selfie portrait mengisyaratkan bahwa orang-orang semakin peka terhadap nilai estetis yang bisa hadir melalui selfie yang mereka lakukan dengan cermin. 

Namun jika kegiatan mirror selfie portrait dikaitkan dengan sesuatu hal yang narsis. Pemuda tampan bernama Narcissus mungkin dapat dikatakan sebagai pelopornya.

Dalam buku “Pot-pourri Fotografi” karangan Soeprapto Soedjono mengisahkan mitologi Yunani mengenai Narcissus yang memulai perjalanan narsisnya akibat secara tak sengaja melihat refleksi dirinya di permukaan air danau. 

Narcissus jatuh cinta pada “sosok” refleksi dirinya dan rela mati tenggelam di danau demi cintanya pada refleksi dirinya.

Sumber: johnwilliamwaterhouse.net
Sumber: johnwilliamwaterhouse.net
Ilustrasi Karya John William Waterhouse Echo and Narcissus, 1903 

Apa yang dilakukan Narcissus dan fenomena yang terjadi saat ini berbanding lurus dengan ungkapan yang dikatakan oleh Barbara & John Upton bahwa “people wanted portraits”, semua orang senang dipotret dan mengagumi dirinya dalam potret. Beberapa di antara kita tak jarang membingkainya dan mengunggahnya di media sosial. 

Kita semua sesungguhnya narcissist - pengikut Narcissus yang menyukai representasi wajah atau penampilan diri sebagaimana yang sering dilakukan saat mematut diri secara formal atau sekadar melirik ke arah ‘cermin’ untuk sekilas memperhatikan refleksi diri pada pantulan benda-benda di sekitar.

Fenomena mirror selfie menjadi menarik mengingat fotografi sejenis ini dapat dilakukan oleh semua umur baik laki-laki maupun perempuan. Hanya dibutuhkan kepekaan terhadap cermin untuk melakukan pencitraan yang estetis.

Salah seorang fotografer wanita bernama Vivian Maier juga menjadi pelopor mirror selfie dengan salah satu projectnya yang berjudul (Vivian Maier: SELF-PORTRAITS). Karyanya merupakan potret dirinya pada cermin, kaca, hingga bayangan dirinya yang muncul dari benda-benda lainnya. Dalam karyanya ia tak hanya menjadikan dirinya objek, tapi juga bagian dari momen yang ia potret karena mirror selfie yang ia lakukan selalu pada lokasi dan situasi yang menarik.

Meski jenis fotografi potret dilakukan dengan mirror selfie, aspek-aspek fotografi potret akan tetap diperhatikan. Seperti yang diungkapkan oleh Kathleen Francis dalam buku judul Focal Encyclopedia of Photography, beberapa hal penting dalam fotografi potret yakni, penonjolan kepribadian/personality, penggunaan pencahayaan efektif, latar belakang, dan pose subjek. 

Pengambilan gambar dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut dapat merepresentasikan hasil potret lebih tajam dari berbagai sisi baik estetika, sosial, budaya, ideologi, bahkan psikologi. 

Fenomena selfie (self portrait), membuat setiap orang ingin menampilkan sisi terbaiknya kepada orang lain. Sehingga kesan yang dimiliki orang lain terhadap dirinya dapat bernilai positif. Hal tersebut akan menciptakan dorongan dari dalam dirinya untuk berbuat dan mencapai sesuatu yang ia inginkan agar dapat memenuhi kebutuhannya. 

Hingga pada akhirnya melalui sosial media yang berbentuk seperti ruang demokratis, membuat setiap orang bebas mengutarakan pendapat, melakukan branding diri, hingga menjadi wajah dari brand tertentu. Masyarakat di media sosial atau biasa dikenal sebagai warganet menjadi entitas mengolah citranya sedemikian rupa untuk menampilkan dirinya di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun