Pembuka
BRICS, merupakan kelompok negara berkembang berpengaruh yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi ini memperluas keanggotaannya untuk memperkuat peran negara-negara Global South dalam sistem ekonomi dunia. Beberapa waktu lalu, dunia internasional menyoroti foto pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil. Dalam foto itu, para pemimpin dan delegasi dari negara Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan dan negara-negara lainnya berdiri sejajar sambil bergandengan tangan, hal ini menandakan kebersamaan dan solidaritas antarnegara. Foto para pemimpin dunia yang berpose berdampingan itu sering terlihat sederhana, hanya sebuah momen formal dalam acara kenegaraan. Namun, foto semacam itu sesungguhnya tidak pernah "netral." Artinya foto-foto itu biasanya membawa sebuah pesan, makna, dan narasi yang dikonstruksi dengan sangat hati-hati. Contohnya adalah foto pertemuan para pemimpin negara BRICS di Brasil tahun 2025 ini.Â
Sekilas, ini hanyalah foto bersama usai KTT BRICS. Namun jika dilihat melalui kacamata discourse analysis, foto ini berbicara banyak hal, seperti tentang kekuasaan, legitimasi politik, dan sebuah wacana tentang dunia baru yang mulai bergerak menjauh dari dominasi Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Dalam discourse analysis, gambar dan kata-kata sama-sama dianggap sebagai teks yang membawa makna dan kekuasaan. Teori discourse analysis ini membantu kita membaca pesan dan makna tersembunyi di balik simbol, ekspresi, atau bahkan urutan posisi seseorang dalam foto. Menurut para ahli seperti Norman Fairclough (1992) dan Teun A. van Dijk (1998) menjelaskan bahwa bahasa dan simbol tidak pernah netral, mereka digunakan untuk membentuk cara kita melihat dunia.
Analisis
Untuk memahami makna tersembunyi dalam foto tersebut, kita bisa menggunakan teori Critical Discourse Analysis (CDA) yang diperkenalkan oleh Norman Fairclough (2001). Fairclough menjelaskan bahwa setiap teks baik berupa kata, gambar, atau simbol tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga membentuk realitas sosial dan politik. Dengan kata lain, foto para pemimpin BRICS itu adalah "teks visual" yang membentuk cara publik memandang para pemimpin-pemimpin tersebut.Â
Jika kita menggunakan cara berfikir Fairclough dalam foto tersebut, kita bisa melihat semua pemimpin berdiri sejajar tanpa ada satu pun yang terlihat lebih tinggi atau dominan. Ini bukan hal yang biasa-biasa saja, posisi visual para pemimpin yang seperti ini secara tidak langsung ingin menyampaikan pesan bahwa semua anggota BRICS itu dianggap setara tidak ada pemimpin atau ketua seperti yang sering terlihat dalam pertemuan G7 di mana Amerika Serikat biasanya menjadi pemimpin atau pusatnya.
Pose tangan yang bergandengan antara pemimpin-pemimpin tersebut juga menggambarkan persatuan dan solidaritas dari negara-negara berkembang. BRICS seperti ingin menyampaikan kepada dunia, bahwa "Kami juga bisa memimpin dunia dengan cara kami sendiri." Ini adalah bentuk wacana tandingan (counter-discourse) terhadap kekuasaan Barat, seperti dijelaskan oleh van Dijk (1998), bahwa wacana sering digunakan untuk menantang dominasi kelompok lain.
Selain itu, kalau diperhatikan, latar belakang foto ini juga menampilkan pemandangan indah Brazil, sebuah negara di Amerika Latin yang punya sejarah panjang melawan dominasi ekonomi dari negara maju. Pemilihan lokasi ini sebenernya juga merupakan pesan, seperti seolah-olah menyampaikan pesan bahwa BRICS berpihak pada dunia Selatan, dunia yang selama ini sering dianggap "pinggiran".
Selanjutnya, huruf besar BRICS yang menonjol di belakang para pemimpin-pemimpin itu menunjukkan kebanggaan dan rasa percaya diri. Warna-warni di sekelilingnya mencerminkan keragaman budaya, etnis, dan ideologi dari tiap anggota. Secara simbolik, semuanya membentuk gambaran dunia yang lebih beragam, tidak seragam seperti yang sering dipromosikan oleh negara Barat.
Terakhir, pakaian yang dikenakan oleh para pemimpin-pemimpin itu. Beberapa dari para pemimpin ini berpakaian menggunakan jas, dan ada yang menggunakan pakaian khas yang sering digunakan di negara mereka namun tetap terlihat rapi. Pakaian-pakaian yang mereka kenakan ini memberi kesan formal, yang artinya mereka menganggap bahwa pertemuan ini penting sehingga mereka harus berpakaian seperti itu.Â
Menurut Michel Foucault (1972), kekuasaan tidak hanya muncul melalui kekuatan militer atau ekonomi, tetapi juga lewat cara kita membentuk pengetahuan dan makna. Dan disini BRICS itu sedang berusaha menciptakan pengetahuan baru tentang dunia, bahwa ada cara lain untuk mengatur ekonomi global, tidak harus mengikuti aturan yang dibuat oleh Amerika Serikat atau Eropa.
Reflektif
Dari discourse analysis terhadap foto BRICS 2025 di Brazil, kita bisa belajar bahwa sebuah foto bisa menjadi teks sosial yang membentuk cara kita memahami dunia. Dalam foto itu, para pemimpin berdiri sejajar dan bergandengan tangan, seolah menggambarkan dunia yang setara dan bersatu. Namun, lewat kacamata discourse analysis, kita tahu bahwa setiap simbol memiliki makna tersembunyi,ada pesan, kepentingan, bahkan ideologi yang dibangun di baliknya.
Namun, tidak semua yang tampak setara benar-benar setara. Ruth Wodak (2001) dalam pendekatan critical discourse analysis mengingatkan bahwa setiap wacana pasti mengandung kepentingan tertentu. Di balik pesan solidaritas BRICS, ada juga kepentingan nasional masing-masing negara. Artinya, walau foto itu menampilkan kebersamaan, di baliknya tetap ada pertarungan kepentingan. Jadi, BRICS mungkin menolak dominasi Barat, tetapi belum tentu bebas dari ambisi kekuasaan baru.
Kesimpulan
Foto KTT BRICS 2025 di Brasil bukan hanya sekadar foto biasa saja. Dengan menggunakan teori discourse analysis, kita bisa melihat semangat kebersamaan, kesetaraan, dan tekad negara-negara berkembang untuk menentukan masa depannya sendiri, tanpa terlalu bergantung pada negara-negara besar di Barat. Tapi, seperti yang sering diingatkan para ahli analisis wacana, tidak ada simbol yang benar-benar netral. Di balik pesan persatuan dan keadilan, setiap negara dalam BRICS tetap membawa kepentingan dan tujuannya masing-masing. BRICS memang memberi harapan baru karena menentang dominasi barat dan kekuasaan tidak lagi hanya dipegang segelintir negara, tapi juga berisiko menciptakan ketimpangan baru dengan bentuk yang berbeda.
Daftar Pustaka
Fairclough, N. (1992). Discourse and Social Change. Polity Press.
https://doi.org/10.2307/329014Â
Foucault, M. (1972). The Archaeology of Knowledge. Pantheon Books.
https://monoskop.org/Foucault_Archaeology_of_KnowledgeÂ
van Dijk, T. A. (1998). Ideology: A Multidisciplinary Approach. SAGE Publications.
https://doi.org/10.4135/9781446217856Â
Wodak, R. (2001). Methods of Critical Discourse Analysis. SAGE Publications.
https://doi.org/10.4135/9780857028020Â
World Economic Forum. (2024, August 25). BRICS expansion: What it means for global governance.
Retrieved from https://www.weforum.org/stories/2024/08/brics-expansion-global-governanceÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI