Mohon tunggu...
Alam Ahmad
Alam Ahmad Mohon Tunggu... Freelancer - Sarjana Humaniora yang berprofesi sebagai pustakawan sekaligus Barista.

Sastra dan perjalanan; Seorang penelisik takdir Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Tanam Paksa yang harus dibudidayakan di Kota Bandung

19 April 2019   07:45 Diperbarui: 19 April 2019   08:04 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tanam Paksa Masa Lampau

Pada tahun 1830-an di Indonesia, Gubernur Jendral Graaf Johannes van den Bosch mencetuskan sebuah ide yang gemilang untuk Bangsa Hindia Belanda yaitu sebuah sistem kultivasi (Sistem budi daya) atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Cultuurstelsel atau yang biasa kita kenal dengan istilah tanam paksa.

Hal tersebut mempunyai dampak buruk terhadap masyarakat Indonesia pada waktu itu karena praktik tanam paksa ini sangatlah bersifat eksploitatif. Bagaimana tidak, masyarakat Indonesia diwajibkan untuk menanam komoditi ekspor berupa kopi, tebu, teh dan nila yang nantinya harus dijual pada pemerintah kolonial dengan harga yang telah ditetapkan, bahkan ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah kolonial sangatlah tidak manusiawi.

Berbicara mengenai sistem tanam paksa pada zaman kolonial tentunya menjadi sebuah hal yang 'risih' untuk dibicarakan. Karena sebaik-baik apapun sistem yang dicetuskan dalam praktik kolonialisme, tetap saja tidak ada yang baik. Justru sebaliknya, pihak yang dikolonialisasilah yang menjadi korbannya.

Namun yang lalu biarlah berlalu, selaras dengan pernyataan Bung Karno dalam pidatonya yang berjudul Lahirkanlah Asia Baru dan Afrika Baru! pada Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Kota Bandung yang bebunyi "Tidak usahlah kita mengutuki masa yang silam, marilah kita tujukan pandangan mata kita dengan tegas ke arah masa depan." (2011:206) dimana kalimat itu mempunyai makna yang dalam. Artinya kita harus terus menatap masa depan, membenahi diri (negeri) dan mengambil hikmah dari peristiwa masa lampau yang kelam itu.

https://www.suara.com/news/2019/03/07/144222/banjir-bandung-rendam-11-kecamatan-sampai-setinggi-15-meter
https://www.suara.com/news/2019/03/07/144222/banjir-bandung-rendam-11-kecamatan-sampai-setinggi-15-meter
Banjir dan Karakteristik Kota Bandung

Dewasa ini tak dapat dipungkiri bahwasanya bencana banjir sudah tak terbendung lagi, terutama di Kota Bandung. Dilansir dari Tribun Jabar (13/12/2018) bahwa ada 13 titik rawan banjir di kota Bandung yaitu Daerah Cikapundung, Citepus, Cinambo, Cipamokolan, Gedebage, Buah Batu, Cibaduyut, Kopo, Ibrahim Adjie, Cicadas, Cisantren, Antapani, Rajawali, dan daerah lainnya. Daerah yang terdampak banjir rata-rata adalah daerah dataran rendah, karena sifat air yang memang selalu mencari ruang yang lebih rendah.

Hal tersebut sesuai dengan karakteristik kota Bandung yang menyerupai sebuah mangkok. Dijelaskan dalam buku Bandung Purbanya T. Bachtiar bahwasanya kota Bandung dulunya adalah sebuah bendungan yang ditengahnya terdapat danau purba yang membentang sangat luas dan danau tersebut dikelilingi oleh pegunungan yang menjulang.

Di era yang serba modern ini, setiap hujan datang pastilah banjir selalu menjadi langganan kota Bandung. Penyebabnya pun masih klasik, kurang tertatanya arus pembuangan sampah dan gundulnya pegunungan karena maraknya pembangunan villa ataupun cafe-cafe yang menjamur di daerah serapan air. Sehingga air langsung mengalir begitu saja ke bawah tanpa diserap oleh pepohonan yang berada di atas pegunungan dan akhirnya mengakibatkan banjir di dataran rendah Kota Bandung yang tak jarang juga memakan korban baik harta maupun nyawa. Singkatnya, manusia modern masa kini sibuk membangun namun lupa berkebun (menanam).

Dokpri
Dokpri
Tanam Paksa Masa Kini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun