Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Pemilihan Miranda S Goeltom

9 September 2010   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:20 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya tidak hendak menulis mengenai bagaimana berlangsung nya pemilihan Deputy Senior Gubernur BI - Ibu Miranda Swaray Goeltom pada saat itu. Tapi jika melihat perkembangan yang ada sampai dengan sekarang, dimana sudah "banyak" Anggota-anggota Dewan Yang Terhormat terseret bahkan terhukum oleh akibat dari pemilihan beliau (Ibu MSG - loh? kok kayak penyedap rasa ya? Mono Sodium Glutamat hehe ... maaf), tentu dengan diawalinya "cuap-cuap" Agus Condro yang dulunya KPK tidak berani "menyentuh", namun dengan "lengsernya" Bapak Antasari Azhar, maka kasus ini "grendelnya" terbuka hingga sampai dengan saat ini lah perkembangannya.

Saya agak "getun" dengan acara di TV-One dalam program Jakarta Lawyers Club beberapa waktu lalu yang mengangkat permasalahan "pemilihan Ibu MSG" beserta ekses-ekses nya tersebut. Dimana para Bapak-Bapak yang terhormat disana menyatakan (kurang lebihnya) dakwaannya salah jika para Anggota Partai Banteng gemuk moncong merah dinyatakan telah dengan sengaja melakukan rekayasa pemilihan Ibu MSG sebagai Senior Deputy Gubernur BI. Dengan segala dalih-dalih yang mencoba "bersilat lidah" dasar hukum Korupsi, dibantu penuh oleh Bapak Gayus Lumbun (sebagai lawyer dulunya), sehingga membentuk opini publik yang berpihak kepada para Anggota Dewan Yang terhormat tersebut.

Namun sudahlah, saya tidak mau berlama-lama berbual soal itu. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa di awal saya bergabung dengan Kompasiana tercinta ini, saya pernah mem-posting tulisan (asli bukan plagiat) hasil pemikiran saya, seperti ini isinya:

==============================================

Ribut terus !!! di TV, radio, warung kopi, supermarket, stamplat bus, ruang tunggu, bahkan rumah sakit sekalipun, ributttt terusss!!! semua orang sudah muak dengan ocehan para politikus yang sibuk (atau disibuk-sibukkan) yang meng-atasnamakan (kata mereka sih...) konstituennya .. kalo kata saya, emang gitu? emang konstituennya kritis slalu telp si politikus itu? nanya ini kok gini atau gitu, kok ini atau itu sih? bwahhhh ... sodaranya kali yang nanya, atau rekan bisnis nya yang nanya - secara (mohon maaf) para pembesar itu punya "bisnis" juga bukan?) ... lalu konstituen yang mana? rakyat yang mana? coba, dimulai dengan wilayah tempat si politikus terhormat itu terpilih sebagai WAKIL RAKYAT YANG TERHORMAT ... apakah suara yang "memilih" mereka itu kenal? atau peduli dengan kinerja mereka di "rumah rakyat"? saya rasa para pemilih itu hanya sekedar memilih, dan rata-rata yang dipilih adalah pertama karena wajah-wajah yang mereka kenal - mohon di catat: KENAL WAJAH, bukan kenal pribadi, dan sisanya atau alasan kedua kenapa memilih "wakil nya" tersebut karena bingung mau pilih apa dan siapa ya, jadinya? merem aja ya mereka coblos - yang penting sudah menjalankan "hak memilih" mereka sebagai warga negara yang baik (sesuai dengan arahan pemerintah toh? supaya menjalankan "hak sebagai warga negara").

Tapi apakah dengan seiring waktu berjalan para pemilih ini atau istilah kerennya para "konstituen" ini kritis dan tanya dan telephone menanyakan masalah-masalah masyarakat? atau masalah yang sedang di "ribut" kan di TV dan Radio itu? JUJUR saja? nol alias nggak ada (yah paling ada satu dua, kenalan deket, keluarga, atau rekan bisnis) ... nah yang begitu katanya mereka mewakili rakyat yang memilih mereka? come onnnn ...

Sejak "pecah" reformasi tahun 1998 "rumah rakyat" itu diisi oleh orang-orang atau sekelompok orang atau segerombolan orang dari sekumpulan partai politik, terus kenapa dengan partai-partai politik itu? ada yang salah (pertanyaannya kan gitu)? Tidak ada yang salah dengan partai politik-partai politik itu, (pertanyaan lanjutan) lha ya terus kok di "ngedumelin"? memang sih partai politik yang ada dan didirikan itu (sebagian besar) dengan maksud yang pasti baik (atau cenderung muluk?) dan kalau masyarakat awam / umum membaca VISI / MISI nya sih pasti tertarik, yaitu (antara lain) "mencerdaskan bangsa, ikut mensejahterakan masyarakat" ... nahhhh, partai nya itu atau wadahnya itu (dengan segala perangkat aturannya) tidak ada yang salah, tapi para pengelolanya? atau orang-orang didalamnya? wallahualam bisawab ... buktinya begitu kan? begitu bagaimana? ya itu, kalau sudah mencapai apa yang dikejar yaitukekuasaan maka label tujuan untuk "mencerdaskan bangsa, serta ikut mensejahterakan masyarakat" pelan (tapi pasti) tenggelam di jok belakang mobil-mobil mewah mereka (kok mewah? kan mereka rata-rata pengusaha .. pengusaha yang ber-politik, politikus yang ber-bisnis, bisnis apa? ya mana saya tau, ada yang bawaan, tapi ada yang ujug-ujug mak crut jadi pengusaha) ... tapi kalau mereka dalam posisi kalah, nah mulai deh "mengobok-obok" yang menang (lho kok ngobok-obok?), lha iya sih (kalau menurut para pengamat yang pinter pinterrr bahasanya itu bukan "ngobok-obok" tapi "penyeimbang") .. tapi bagi saya bukan penyeimbang, kalau penyeimbang itu bentuk tegurannya adalah "hei, kok ambil jalan situ? sini lho yang bener, itu si A suruh balik sini, lewat sini yang bener" ituuuuuu namanya penyeimbang, lha kalo ini? tujuan dari yang katanya "penyeimbang" beda dengan arti penyeimbang sebenernya (ini pengertian "penyeimbang" bagi saya lho ya) kesan "partai penyeimbang" masak bahasanya (ilustrasi): "woi elu salah, kenapa ksitu? gimana sih? bego banget, udah kalo gitu elu gua rekomendasikan untuk di pecat aja, malu-maluin ..." see??????

La mbah, kalo penjelasannya diatas seperti itu, apa hubungannya dengan judul yang mbah kasih diatas? hohoooo ... gini lho, saya itu kok punya mimpi ya (ini bukan pikiran provokator lho ya), daripada negara kita ini di urus sama para politikus dengan segala "kehebohannya" itu, bikin kita pusing dan bikin kita selalu bertanya "de'e kuwi mwakili sopo to yo? rakyat'e? opo partai'e?" naaahhhhhh ... kenapa nggak RAKYAT SAJA sekalian secara langsung (tanpa embel-embel partai A, B atau C) yang masuk dan menghuni "rumah rakyat" itu ... jadi mereka atau RAKYAT yang dipilih memang bener-bener mewakili RAKYAT dan men-suarakan suara RAKYAT, kalau si wakil itu "nyeleneh" atau mulai coba-coba "mbohongi" konstituen atau rakyat yang memilih, maka rakyat yang memilih bisa langsung me-recall dia dari "rumah rakyat" (tentu saja peran media masa sangat diperlukan disini, supaya segala gerak-gerik / tindakan wakil yang dipilih langsung itu bisa terpantau) ... bukan atas persetujuan fraksi atau partai mereka sebagaimana yang berlaku sekarang ini ... lha ya enak toh? SIAPAPUN BOLEH mencalonkan diri tanpa SYARAT LEWAT PARTAI - syarat lain ya ada: sehat jasmani - rohani dan lain-lain contohnya (soalnya kalau nanti lewat partai pasti di "syarati" harus ini itu pula ... marakke do ngutang karo tonggo teparo - tapi bagi pengusaha yang mau ber-politik sih gampang, lha tapi ini kan kebanyakan kalo sudah jadi anggota dewan baru jadi "pengusaha" wah ya repot...)  konsekuensinya adalah jika nyeleneh langsung di recall oleh konstituen dan di ganti ... hmmmm ...

[caption id="attachment_253845" align="alignleft" width="234" caption="garuda_pancasila"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun