Di sebuah desa kecil yang bersandar pada perbukitan dan gemericik sungai, hidup dua wanita tua yang begitu unik dan langka: Sina dan Lina — kembar siam yang menyatu di sisi pinggang, telah melewati hampir tujuh dekade kehidupan bersama dalam tubuh yang tak pernah berpisah, namun hati yang senantiasa menyatu.
Mereka dijuluki “Malaikat Kembar” karena mereka kembar siam yang sangat berbudi luhur oleh warga kampung. Tak ada anak yang tak mengenal senyum mereka, tak ada ibu yang tak pernah meminta bantuan pada tangan keriput mereka. Namun, cerita paling menggetarkan adalah tentang empat bayi kembar yang mereka rawat sejak dua puluh tahun lalu. Ditemukan dalam kardus usang di surau kampung, dimalam gelap yang sunyi, keempat bayi itu menangis bersamaan seperti sedang merintih kepada langit. Tak satu pun warga berani mengambil mereka. Tapi Sina dan Lina, tanpa ragu, memeluk keempatnya seolah mereka bagian dari rahim mereka sendiri.
Waktu bergulir seperti musim yang terus berpindah. Keempat anak itu tumbuh — dua laki-laki dan dua perempuan — dengan penuh cinta, disuapi sabar, dipeluk dengan kasih. Mereka menyebut Sina dan Lina sebagai “Mamma” dengan suara serempak, seperti nyanyian kecil dari empat arah surga.
Namun waktu adalah pelan tapi pasti. Kini Sina dan Lina si Kembar siam terbaring di ranjang besi rumah sakit kabupaten. Paru-paru mereka tak lagi kuat, jantung mereka berdetak dengan enggan. Selang-selang menancap di tubuh tua mereka, yang dulu begitu cekatan menggendong empat bayi sekaligus.
Keempat anak mereka berdiri di sisi ranjang, mata sembab, tangan saling menggenggam.
Suara mesin detak jantung mengisi ruang. Napas Sina tersendat, namun senyum tak pernah pergi dari wajahnya. Lina memejamkan mata sesaat, lalu membuka perlahan, menatap satu per satu wajah anak-anak mereka.
“Sini… dekat, anak-anakku…” suara Lina lirih, serak oleh usia dan sisa sakit.
Mereka mendekat, menunduk hingga bisa mencium bau rambut ibu mereka.
Sina melanjutkan, “Ada… ada yang harus kalian tahu. Sebelum kami pergi…”
Empat pasang mata menatap, tak siap, tapi mencintai tanpa syarat.