Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah Penyesalan Gadis Remaja Setelah Keluar dari Pesantren

24 Maret 2022   06:49 Diperbarui: 9 Juni 2022   06:33 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kan ceritanya mau bebas. Selama di pesantren kan kita kurang bebas. Semuanya serba diatur." Ujarnya dengan logat Makassar.

Saat ditanya mengapa ia kembali lagi ke Spidi. Ia bercerita dengan antusias. Ternyata kebebasan yang dia impikan itu bersifat semu. Hanya sebentar saja lalu berganti dengan rasa bersalah, sesal, dan rindu yang luar biasa pada Spidi.

"Saat semester awal, kami masih belajar online, jadi saya tak ke sekolah. Semester dua baru bisa masuk. Saya terpilih jadi anggota OSIS, dimasukkan dalam divisi agama saat ketahuan saya tamatan pesantren." Ia mengawali ceritanya.

Di awal itu gadis penyuka nasi goreng itu merasa bersemangat sekali. Ia punya teman-teman baru. Mengikuti kegiatan OSIS yang sering kali mengharuskan ia keluar rumah. Bahkan di hari-hari libur. Serulah menurutnya.

Namun itu hanya di awal-awal. Hingga suatu ketika petunjuk Allah itu datang padanya. Sesuatu yang sangat ia syukuri sekali bahwa keberadaanya selama tiga tahun di Spidi menyisakan bekas yang luar biasa pada akhlak dan agamanya.

"Saya risih dengan pergaulanku, di mana teman laki-laki terkadang duduk di dekatku. Hal itu tak pernah saya rasakan di Spidi. Ketika Saya melihat teman-temanku pacaran di dekatku, saya merasa terganggu sekali." Cerita gadis pengagum ustadz Das'ad itu penuh sesal.

"Belum lagi dengan ibadahku, Ustadz. Saya awal-awal meninggalkan Spidi selalu bangun jam dua malam, karena kebiasaan di Spidi, tapi tak tahu mau melakukan apa saat itu. Yang dulu saya shalat lail, shalat lima waktu berjamaah, mengaji, hari Ahad tetap dengar kajian meski libur, semua itu tinggal kenangan ." Ujarnya dengan suara lirih.

Hingga akhirnya suatu malam ia menangis di tempat peraduannya. Ia merasa itu adalah puncak penyesalan dan rindunya pada Spidi, pesantren yang mengajarkannya agama selama tiga tahun.

"Hampir tiap malam saya menangis. Hingga tak tahan lagi saya ungkapkan pada ayah. Akhirnya beliau menyarankan saya untuk kembali ke Spidi. Saya sangat senang saat beliau bilang seperti itu. Karena saya juga sebenarnya ingin, tapi malu memberi tahu ayah." Ujar gadis yang bercita-cita jadi dokter ini.

"Saya tanyakan juga hal yang sama pada teman-temanku yang memilih belajar di luar setamat dari SMP di sini,  mereka semua merasakan hal yang sama."

Ayahnya kemudian menghubungi pihak Spidi, dan katanya ia bisa diterima kembali. Meski kompensasinya membayar seperti siswi baru lagi, tapi bagi ayahnya itu tak masalah demi ketenangan dan kenyamanan Nabila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun