Mohon tunggu...
Akhmad Mustaqim
Akhmad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa, penikmat kata, pekerja, dan selalu berusaha menjadi manusia bermanfaat.

Hobi membaca merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembahasan yang Meluas: Dedikasi Literasi

19 Januari 2022   15:08 Diperbarui: 19 Januari 2022   15:21 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto:(depan kiri;Deri,  Rudi) (depan kanan; Umi, Faridah, Liyya, dan Akhmad)/Dokumentasi pribadi

Aktivis 1960 an pernah menuliskan dalam puisinya. /Akhir-akhir ini saya merasa capek, menuliskan merasa capek, atau kadang kehilangan inspirasi./ Kadang juga membutuhkan teman bicara akhir-akhir, atau sekedar bicara atau ribut./Ira memang ada di sini menjadi asisten dosen Sejarah di UI, tapi aku ringkuh untuk bicara./ Banyak di antara teman kita meninggalkan sastra, bahkan dosen mengajar kurang dedikasi dalam mengajarnya./ Soe Hok Gie. 

Puisi di atas menunjukkan kalau manusia kadang butuh sendiri dan bahkan butuh teman untuk ngobrol, bukan untuk diberikan  solusi tapi sekedar bicara untuk meluapkan segala kekacauan dalam diri. Kurang lebih tim "Bukan Sekedar Ngopi"--ini juga demikian, di antara kita pasti ada yang merasa nyaman dan juga tidak. Ya, bagiku itulah bagian dari seriusnya kita bertahan untuk berteman. Terpenting tidak menjadi seorang Narcissus dalam pengantar buku Paulo Coelho penulis Brazil, yang menganggap kalau hidup yang berharga tak hanya ada di dalam diri namun juga perlu keluar dari dalam dirinya, itu tersampaikan dalam tokoh Santiago dalam novel Sang Alkemis. 

Begitupun, seorang penulis. Tidak hanya menjadi seorang penulis mengasah diksi jadi puisi, namun penderita juga bisa bercinta atas segala hal duka dengan cinta menjadi dasar dalam semuanya. Serta seorang penulis tidak hanya berdiri sendiri bahkan berada di menara gading dan tahu tentang banyak hal. Namun tidak merasakan. Penulis dan pembaca representasi dari kehidupan yang rill, penulis bisa merasakan derita, begitupun pembaca bisa menemukan  obat derita dari membaca (sebagai bentuk referensi). 

"Mas saya menulis puisi ini!" Dengan wajah sumringah dan suara keras, ia berkata. 

"Iya kah?, puisi apa. Pasti tentang nostalgia...! Sambil terbata-bata, menjawab dengan Indonesia yang baik. 

"Hehe iya tapi tentang kebutuhan dalam hidup, mas...!" Dengan semangat menjawab lagi, lalu ia duduk menunjukkan puisinya. Sambil tersenyum kurang senang, tetap harus ditemani dan dipuji dengan rasa dikomentari. Sambil tersenyum bersama kita tertawa, ya walaupun sambil bersuara terbata-bata terus saja berbicara. 

Mula-mula kita duduk bersama. Kini kita memang sering berkumpul "Bukan Sekedar Ngopi" ada yang terpaksa ada pula yang dengan tertawa ikut serta, lalu menganggap berkumpul merupakan kebutuhan. Begitulah hemat saya secara sederhana, sambil menganalisis persahabatan kita. 

Namun, akhir-akhir ini jarang menghasilkan tulisan di setiap pertemuan "Bukan Sekedar Ngopi". Banyak waktu tapi banyak fokus, sehingga harus belajar memecah fokus. Selain itu, memang akhir-akhir ini saya kadang capek untuk menulis, kadang juga kehilangan inspirasi, bahkan jarang diskusi tentang penulisan dengan teman-teman yang sama-sama suka belajar menulis. Dan kondisi seperti ini butuh teman ngbrol, bukan hanya tugas kuliah jadi topik pembahasan yang tidak begitu menarik, kecuali memang betul-betul serius menggarap di perpustakaan dengan buku yang sudah tak lawas, dan relevan. Atau sekedar ngobrol. 

Namanya Deri, Umi, Arif, Liya, dan Ayu. Di antara mereka punya cara sendiri menghibur diri atau mau menjadi produktif versinya. Ada yang dengan sendiri bisa melakukan namun ada juga yang ramai juga bisa. Mungkin itu cara lain diantara kita yang unik. Kita memang tidak pernah berharap lebih dari hidup yang aneh-aneh atau bahkan ingin maju seperti orang banyak dambakan, kecuali mereka yang punya kelebihan. Pasti prosesnya berbeda. 

Sedangkan Deri, Umi, dan Liya. Awal tahun ini jadi awal tahu produktif baginya. Karena mereka punya karya yang akan diterbitkan di bulan Januari 2022. Awal yang baik untuk memproduktifkan dirinya dengan menulis. Sedangkan yang lain masih dalam proses menemukan dirinya. Dengan seperti itu hidup akan punya cara sendiri dan ideal versinya. Bagiku Arif dan Ayu bukan tidak bisa menulis, tapi mereka ambil jalan lain. Kurang lebih begitulah indah dengan cara sendiri, serta berbeda. Mungkin lengkap ada yang pembaca ada yang menulis, begitulah hidup diagonalistik, kelihatannya rapi tapi perlu dikoreksi lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun