Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kapan dan Bagaimana Mulai Bercerita pada Anak?

28 Januari 2019   14:41 Diperbarui: 28 Januari 2019   16:55 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.grid.id

Saat saya intip ternyata dia memainkan dua tangannya untuk memainkan sebuah skenario. "Hey, jangan, jangan disana banyak paku, nanti kena kaki lo. Tuh kan jatuh. Sini-sini tak berikan obat", begitu kira-kira percakapannya tentu dengan bahasa yang masih sangat kabur. Meskipun dengan bahasa yang sangat sederhana, tindakan tersbut memiliki tema dasar yang bermakna, terdapat karakter, emosi dan juga akhir cerita. Kisah anak saya tersebut menunjukkan aktivitas keseharian penting dalam memantik kemampuan gramatikan anak.

Mulailah bercerita dengan hal-hal sederhana dan keseharian mereka, sebanyak mungkin dan sesering mungkin. Kita bisa mulai menceritakan makanan enak, dapur, sapu, kebersihan dan masih banyak lagi. Saya pernah menulisnya dalam istilah banter.

Ceritakan masa lalu dan cita-cita
Cara lain anak-anak dalam mengeksplorasi bentuk naratif melalui cerita-cerita masa lalu yang didapatkan bersama orangtua dan pengasuh mereka. Seperti halnya permainan simbolis, menceritakan kisah-kisah tentang masa lalu tampaknya menjadi semacam transaksi intersubjektif di mana anak dan orangtua bersama-sama membangun cerita.

Sembari bernostalgia, orangtua dapat membawa anak-anak mereka untuk merenungkan, berkontribusi, membayangkan masa lalu, dan akhirnya menginternalisasi narasi tersebut untuk diperbandingkan dengan keadaannya. Cerita masa lalu tidak harus berfokus pada kejadian yang dramatis saja, Anda bisa menceritakan baju kesayangan Anda saat anak-anak sedang memakai baju sehabis mandi. Cerita tentang masa lalu akan semakin kolaboratif seiring perkembangan anak-anak kita.

***

Mengakhiri perdebatan quality or quantity time
Jika pendidikan diturunkan salah satunya melewati buku, maka pengalaman dapat dituturkan lewat cerita, begitu motto Tale-A-Tale sebuah laman cerita di India.

Jika di antara dari kta masih ada yang terjebak dengan perdebatan waktu berkualitas dengan anak, terdapat pertanyaan sederhana harus kita lemparkan, "apakah yang paling kita ingat sewaktu kecil?" Semoga akan banyak yang menjawab mendapatkan cerita dan dongeng dari orangtua kita. Artinya, hentikan perdebatan tentang seberapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk membangun waktu berkualitas dengan anak. Jawabannya sederhana, maukah kita menyisihkan sedikit waktu kepada anak-anak kita untuk berkomunikasi, terlebih memberikan mereka cerita-cerita.

Cerita tidak hanya datang dalam bentuk buku. Masyarakat Nusantara adalah satu contoh masyarakat yang memiliki tradisi cerita lisan lebih kuat tinimbang cerita tulis. Satu hal yang penting adalah bahwa cerita dapat membentuk percakapan keseharian menjadi lebih kaya. Perbedaan budaya antar masyarakat dari cara bercerita dan bentuk cerita mencerminkan kepribadian, budaya, dan minat. Semakin kaya repertoar gaya bercerita seorang anak, semakin banyak kemungkinan bagi anak itu untuk mengembangkan membentuk kepribadian kuat sebagai cermin dari mental, keluarga, dan lingkungan masyarakatnya.

Terdapat satu pertanyaan lagi yang belum sempat saya tuliskan, yaitu bagaimana melihat tahapan perkembangan anak-anak kita saat menyimak cerita. Insyaallah akan saya tulis pada tuisan selanjutnya hehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun