Peringatan Hari Guru Sedunia layak menjadi momentum refleksi nasional. Apakah kita sudah cukup menghargai guru? Apakah sistem pendidikan sudah cukup memberi ruang bagi guru untuk tumbuh sejahtera?
Realitanya, banyak guru masih berjuang mengajar dengan keterbatasan fasilitas dan honor yang belum memadai. Namun semangat tak pernah padam.
Ada guru yang menempuh jarak jauh demi sampai ke sekolah. Ada pula yang membuat alat peraga dari bahan bekas. Kisah-kisah seperti inilah yang ternyata malah membuat profesi guru begitu istimewa.
Guru menanamkan nilai dan penanam benih peradaban. Tidak ada pendidikan berkualitas tanpa guru yang berkualitas. Dan tidak ada guru berkualitas tanpa sistem yang menghargainya secara layak.
Bagaimanapun, kesejahteraan guru adalah fondasi utama. Sebab guru juga butuh dukungan moral, sosial, dan finansial untuk terus berinovasi. Beberapa negara bahkan menjadikan profesi guru sebagai prioritas nasional yang menetapkan standar tinggi bagi guru namun juga memberikan gaji dan penghargaan sosial setara dokter.
Indonesia juga bisa ke arah sana asal ada kemauan politik yang kuat dan partisipasi publik yang luas. Kolaborasi lintas sinergi maka hasilnya luar biasa.
Mari rayakan Hari Guru Sedunia bukan hanya dengan ucapan tapi dengan tindakan nyata. Dengan menghargai kerja keras guru, mendukung pengembangan profesi, dan menciptakan budaya kolaboratif.
Guru yang berkolaborasi akan melahirkan siswa yang berdaya. Siswa yang berdaya akan menciptakan masyarakat yang maju. Dan masyarakat yang maju akan melahirkan bangsa yang beradab.
Ketika dunia hari ini berbicara tentang “Recasting Teaching as a Collaborative Profession”, maka sesungguhnya dunia sedang memanggil setiap dari kita untuk ikut bergandengan tangan.
Karena masa depan pendidikan bukan milik satu guru, satu sekolah, atau satu negara. Ia milik semua yang mau berkolaborasi demi satu tujuan mencerdaskan kehidupan manusia. Insya Allah.
Semoga ini bermanfaat.