Guru pun jadi harus bekerja ekstra sambil melanjutkan materi Fase A di Kelas 1. Guru harus menyisipkan pelajaran dasar-dasar belajar dari nol bagi satu dua siswa yang tertinggal. Ini tantangan yang bisa menguras energi.
Tidak jarang guru kerap terpecah fokusnya saat mengajar dalam kelas. Anak-anak yang sudah siap harus diberi tantangan. Sementara anak-anak yang belum siap harus didampingi agar tidak merasa frustasi dan cepat menyerah.
Situasi ini juga bisa memicu rasa tertinggal dan mungkin merasa minder atau dikucilkan karena merasa berbeda dari teman-temannya.
Interaksi Sosial Jadi Masalah Berikutnya
Anak yang tidak pernah TK umumnya belum terbiasa berbagi, belum tahu cara berteman, dan masih sangat egosentris. Ia bisa jadi menangis hanya karena tidak mendapat giliran pertama atau ketika pensilnya diambil.
Keterampilan sosial seperti antri, menunggu giliran, menyapa guru, hingga memakai toilet sendiri adalah hal-hal kecil yang justru sangat penting di awal masa sekolah dasar.
Menurut psikologi anak, kemampuan adaptasi interaksi sosial sangat dipengaruhi oleh pengalaman. Jika anak tidak pernah bersosialisasi di lingkungan kelompok sebaya seperti di TK, maka mereka akan lebih sulit beradaptasi di SD.
Yang lebih mengkhawatirkan, keterlambatan perkembangan sosial dan kognitif di awal masa SD bisa berakibat jangka panjang. Anak akan tertinggal dalam proses pembelajaran bisa kehilangan kepercayaan diri bahkan berpotensi malas sekolah.
Guru Tak Bisa Bekerja Sendirian
Dalam kondisi demikian, butuh kolaborasi aktif dari orangtua untuk mendampingi anak belajar di rumah dan membentuk rutinitas belajar yang konsisten.
Sayangnya, tidak semua orangtua menyadari pentingnya peran pendidikan prasekolah. Ada yang beranggapan bahwa TK hanya tempat bermain dan tidak perlu diikuti jika anak dianggap "pintar" di rumah.