Bukan karena tak ingin anak-anak mendapatkan gizi tambahan secara gratis. tapi karena maraknya kasus keracunan MBG yang belakangan mencuat ke permukaan. Alih-alih jadi solusi gizi, eh MBG malah memicu krisis kepercayaan.
Media massa ramai memberitakan puluhan siswa keracunan makanan di berbagai daerah setelah menyantap menu MBG. Data menyebutkan bahwa beberapa kasus disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi bakteri akibat proses pengolahan yang tidak higienis atau distribusi yang tidak sesuai standar.Â
Ini menjadi red flag, sebab makanan untuk anak-anak bukan sekadar soal logistik tapi soal nyawa dan masa depan.Â
Pertanyaan dari sekolah, siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan? Edukasi tentang sanitasi, keamanan pangan, hingga pengawasan kualitas perlu dirancang secara matang. Jangan sampai berujung pada pengalaman pahit bagi siswa.
Kini, sembari menanti giliran maka juga manfaatkan momentum ini untuk mengedukasi warga sekolah tentang pentingnya gizi seimbang dan kebersihan makanan. Pemberian makan bergizi tidak harus menunggu MBG datang. Program kantin sehat, bekal dari rumah, dan kerjasama kontrol gizi dengan puskesmas setempat jadi langkah alternatif sambil menunggu regulasi dan pengawasan MBG diperketat.Â
Kami berharap ketika akhirnya program ini tiba di sekolah hendaknya semua pihak sudah belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya. Negara harus hadir sebagai pengawal mutu demi menciptakan generasi yang sehat fisik, kuat mental, dan cerdas secara moral.
Urgensi Evaluasi Program MBGÂ
Program MBG dalam praktiknya justru mulai menimbulkan keprihatinan publik. Kasus-kasus keracunan yang menimpa para siswa di sejumlah daerah bukan sekadar alarm kecil tapi sirine darurat yang mengharuskan pemerintah melakukan evaluasi serius dan menyeluruh. Sayangnya, ketegasan negara dalam menangani polemik ini masih terasa setengah hati. seolah menunggu "tragedi besar" agar kesadaran benar-benar muncul.
Alih-alih mengakui kekurangan dan memperbaiki sistem. pernyataan-pernyataan yang muncul dari Badan Gizi Nasional justru kerap memantik kontroversi. Di saat masyarakat berharap solusi konkret, publik malah disuguhi narasi membela diri dan mengaburkan masalah utama.Â
Ini bukan waktunya mencari alasan. ini saatnya introspeksi dan bertindak cepat. Karena ketika menyangkut keselamatan siswa maka tidak boleh ada ruang untuk coba-coba. Satu keracunan makanan bisa menjadi akhir dari harapan hidup seorang anak.
Audit menyeluruh terhadap seluruh rantai pelaksanaan MBG harus dilakukan segera. Mulai dari perencanaan menu, proses pengolahan, sistem distribusi, hingga pengawasan mutu.Â