Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cara Memandu Guru Tetap Etis di Media Sosial

21 Februari 2025   15:24 Diperbarui: 22 Februari 2025   12:29 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agar tidak tersesat di media sosial maka guru content creator jangan "lost Control" (via aromabuku.com)

Menjadi guru di era digital memberikan banyak peluang sekaligus tantangan. Guru muda yang lebih akrab dengan teknologi dan media sosial seringkali memiliki semangat tinggi untuk berkarya dan berbagi konten di dunia digital. Guru tidak hanya mengajar di kelas tetapi juga aktif membuat konten, membangun personal branding, hingga meraih penghasilan tambahan dari platform digital. 

Namun, dibalik peluang besar ini ada satu hal yang perlu diingat. Jangan sampai kebablasan. 

Ambisi mendapatkan popularitas di era kebebasan berekspresi tetap harus dibarengi dengan tanggung jawab sebagai seorang pendidik.

Banyak guru muda content creator yang berhasil menggunakan media sosial sebagai sarana berbagi ilmu dengan cara kreatif dan menyenangkan. 

Namun, ada pula yang terlalu larut dalam tren hingga tanpa sadar melupakan batasan-batasan yang seharusnya dijaga. 

Misalnya, membuat konten yang kurang pantas bagi seorang guru, terlalu sering mengekspos kehidupan pribadi tanpa filter, atau bahkan tampil dalam konten joget-joget tanpa arah yang jelas. 

Apa yang dianggap "seru" di dunia maya bisa saja menimbulkan dampak negatif di dunia nyata. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi citra profesi guru secara keseluruhan.

Ternyata menjadi seorang guru bukan hanya tentang mengajar di dalam kelas tetapi juga memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam dunia digital. 

Baca juga: Isra Mi

Apa yang diunggah di media sosial bisa dengan cepat menyebar dan sulit dikatrol. sebelum membuat atau membagikan konten maka guru perlu bertanya pada diri sendiri.
Apakah ini akan membawa manfaat?
Apakah ini tetap menjaga martabat sebagai seorang pendidik? 

Jangan sampai keinginan untuk sekedar iseng berbagi konten malah viral justru membuat nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi menjadi luntur.

Oleh karena itu, jadilah guru kreator konten yang tetap kreatif tanpa kehilangan arah. Manfaatkan media sosial sebagai sarana untuk memberikan inspirasi dan bukan sekadar mencari sensasi. 

Dengan menyeimbangkan tanggung jawab tersebut guru yang aktif di media sosial tidak hanya bisa dikenal tetapi juga dihormati, baik oleh sesama pendidik, siswa, maupun followers dari masyarakat luas.

Memandu guru muda agar jangan sampai kebablasan. (Sumber: Akun TikTok Solopos Official)
Memandu guru muda agar jangan sampai kebablasan. (Sumber: Akun TikTok Solopos Official)

Jangan Sampai Kebablasan

Bila berbicara media sosial tentu "viral" menjadi sesuatu yang banyak diidamkan. Tak terkecuali bagi guru-guru yang kini semakin aktif berbagi konten di berbagai platform digital. 

Dengan kreativitas yang tepat guru dapat menyampaikan ilmu secara menarik dan menjangkau lebih banyak orang. Namun, dalam upaya mendapatkan bonus viral maka ada satu hal yang tidak boleh diabaikan, ialah moralitas. 

Karena bagi seorang guru bukan hanya sekadar kreator konten tetapi juga panutan yang harus menjaga etika dan nilai-nilai pendidikan.

Viral memang bisa membawa banyak keuntungan ---dari popularitas hingga potensi cuan penghasilan tambahan. Namun, tidak semua cara untuk menjadi viral itu benar. 

Ada konten yang mendidik, menginspirasi, dan membawa dampak positif. Akan tetapi ada pula yang hanya mengejar sensasi tanpa mempertimbangkan konsekuensi. 

Guru yang bijak tentu akan memilih jalur yang tetap menjaga kehormatan profesinya. Jika ingin viral biarlah itu karena prestasi, inovasi metode mengajar, atau pesan edukatif yang bermanfaat. bukan karena kontroversi atau hal yang bisa mencoreng citra seorang pendidik.

Sebagai figur yang digugu dan ditiru maka jelas setiap tindakan guru di media sosial bisa menjadi sorotan. Konten yang tidak sesuai dengan etika profesi dapat menimbulkan dampak yang lebih luas bahkan bisa berakibat pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan. 

Oleh karena itu, sebelum membagikan sesuatu di media sosial maka ada baiknya guru bertanya pada diri sendiri.
Apakah ini akan membawa manfaat atau justru bisa menimbulkan masalah? 

Sikap kehati-hatian dalam bermedia sosial bukan berarti membatasi kreativitas. Tetapi memastikan bahwa konten yang dibuat tetap memiliki nilai dan tanggung jawab moral.

Maka jadilah guru yang tidak hanya viral tetapi juga bermartabat. Media sosial bisa menjadi alat yang luar biasa untuk menyebarkan ilmu dan inspirasi asalkan digunakan dengan bijak. 

Guru yang tetap berpegang pada moralitas dalam berkonten tidak hanya akan dikenal luas tetapi juga dihormati dan dihargai. apakah itu di dunia maya apalagi di dunia nyata.

Agar tidak tersesat di media sosial maka guru content creator jangan
Agar tidak tersesat di media sosial maka guru content creator jangan "lost Control" (via aromabuku.com)

Jadilah Role Model di Dunia Digital

Menjadi seorang guru bukan sekadar pekerjaan tetapi juga amanah teramat besar. Guru bukan hanya penyampai ilmu di dalam kelas melainkan juga teladan bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. 

Setiap perkataan, sikap, dan tindakan seorang guru akan diamati, ditiru, dan bahkan membentuk karakter generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, kesadaran akan peran sebagai role model harus selalu melekat dalam diri seorang pendidik.

Di era digital saat ini tantangan bagi guru semakin kompleks. Media sosial memberi ruang bagi guru untuk berkarya tetapi juga membuka peluang untuk diperhatikan lebih luas termasuk oleh siswa dan orangtua. 

Apa yang diunggah di dunia internet bisa dengan cepat menyebar dan memengaruhi banyak orang. Jika seorang guru menunjukkan sikap bijak, disiplin, dan penuh inspirasi, maka ia akan dihormati dan diikuti. Namun, jika sebaliknya maka wibawa sebagai pendidik bisa luntur dalam sekejap.

Karena perannya yang strategis maka guru harus mampu menjaga citra diri di dunia nyata maupun di dunia digital. Tidak hanya dalam cara berbicara dan bersikap di dalam kelas tetapi juga dalam berinteraksi di media sosial. 

Guru yang bijak tidak akan sembarangan membagikan konten yang berpotensi menimbulkan kontroversi atau merusak kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan. 

Setiap unggahan, baik berupa foto, video, maupun tulisan, harus tetap mencerminkan nilai-nilai positif yang bisa menjadi inspirasi bagi orang lain.

Menjadi role model bukan berarti guru tidak boleh berekspresi atau bersenang-senang. Sebaliknya, guru justru bisa menunjukkan bahwa keteladanan bisa berjalan seiring dengan kreativitas. 

Guru yang mampu menyeimbangkan profesionalisme dengan cara mengajar yang inovatif, berinteraksi dengan baik di media sosial, dan tetap menjaga moralitasnya akan menjadi sosok yang dihormati, dikagumi, dan diingat sepanjang hidup mereka.

Semoga ini bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun