Mohon tunggu...
AkakSenja
AkakSenja Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan yang terus belajar, bertumbuh, dan sembuh melalui tulisan.

Ekspresif yang aktif. Menulis untuk diri sendiri. Fotografi dan pejalan jiwa. Penikmat kopi dan penyuka senja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Molor Kuliah, Emang Salah?

4 Desember 2020   13:35 Diperbarui: 4 Desember 2020   13:40 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/doors-choices-choose-decision-1690423/

Kalau pintar menjaga kesehatan mental tidak masalah. Tapi, kalau yang tidak bagaimana? Banyak sekali yang merasa tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan. Toh, sebenarnya nilai IPK sama waktu lulus itu tidak ada hubungannya sama kalian. Paling juga, cuma buat bahan ngegosip waktu arisan atau kalau tidak pas kumpul keluarga saat lebaran. Buat bahan pameran kesana-kemari. Memang, nilai dan waktu itu sekarang terlihat seperti barang dagangan. Tidak ada maknanya sama sekali. Apalagi di masyarakat? Yang notabene sebenarnya banyak yang sudah bergelar sarjana. Bukankah mereka seharusnya tahu dan dapat bersikap? Ah, ternyata tidak demikian.

Mental seorang mahasiswa sangat diuji saat kumpul keluarga. Kumpul sama tetangga kalau ada kumpul arisan dan jenis-jenis perkumpulan yang lainnya. Pertanyaannya tidak bakal jauh dari "Kapan lulus?" dan "Berapa IPK-mu?". Saat itu, mental orang yang ditanya itu bakal naik dan lebih termotivasi atau malah bikin sakit hati, itulah yang menjadi problematika tersendiri.

Ada seorang kakak tingkatku yang pernah curhat padaku. Sebut saja Mas Rendi. Dia seorang mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta di Solo. Dia di atasku 3 tahun. Dia angkatan 2014. Kalau pas pulang ke rumah, banyak tetangganya yang selalu bertanya pada ibunya. "Lha kapan Rendi lulus? Bukane wes 4 taun kepungkur?" atau "Kok kuliah e molor? Opo akeh mata kuliah sik dibaleni? Kok ora lulus-lulus ki?". Ibunya memahami kakak tingkat saya itu. Tapi, lama kelamaan, ibunya juga mendesak Mas Rendi untuk segera lulus, biar tidak jadi bahan omongan orang.

Mas Rendi seorang aktivis kampus. Dia hanya ikut sebuah organisasi mahasiswa di kampus. Tapi, terkadang dia juga dimintai tolong buat bantu-bantu kalau ada kegiatan di organisasi lain. Sebenarnya, alasan dia molor kuliah itu karena menurut dia, selepas lulus kalau tidak punya pekerjaan itu juga akan menyusahkan. Mental bakal lebih diuji lagi dan lagi. Makanya dia cari kerja dulu baru lulus.

Saya yakin, semua orang punya alasan terbaik mengapa dia tidak mau memenuhi ekspektasi orang lain. Selain punya prinsip sendiri, biasanya orang yang seperti ini sangat kuat dengan pendiriannya.

Nah, sebenarnya kan cuma saling mengerti saja satu sama lain. Ini baru mengerti, belum lagi perihal memahami, iya kan? Semua orang punya caranya masing-masing bagaimana hidup mereka selanjutnya, selepas lulus dari pendidikan formal. Meski caranya terkadang memang kaya kalau orang mikir "Kok gitu sih?" namun bagi beberapa orang, cara hidup mereka itu ya dengan cara mereka berdiri di atas kaki mereka sendiri dan tidak didikte cara kerja mereka ke depannya oleh orang lain. Bukankah seburuk atau sebaik-baiknya kehidupan orang itu tetap berharga untuk mereka sendiri? Bukankah hidup mereka itu milik dan sepenuhnya hak mereka?

Perlu dan sangat perlu diingat. Manusia itu berbeda-beda. Apalagi dari segi pemikiran, tidak akan bisa sama sekalipun mereka itu saudara kandung atau bahkan yang saudara kembar. Tidak bisa. Terlebih lagi perihal nilai yang diukur dari sebuah organ yang bernama otak. Kepintaran setiap orang itu berbeda. Bahkan, jika nilai IQ-nya sama, tetap saja nilai dalam realitanya berbeda.

Meskipun molor kuliah itu tidak bisa dibenarkan atau dibanggakan, tapi kalau buat dihujat dan diomongin, itu juga tidak bisa saya tolerir. Sebab, kalau sudah masuk ke ranah hujat menghujat dan jadi omongan, kan sudah menjadi urusan umum. Padahal, hal-hal seperti itu masuk ranah urusan pribadi. Bagaimana membawa diri, menjalani aktivitas kuliah, membentuk pemikiran, mendewasakan diri dan banyak hal yang sebenarnya tidak ada di kuliah sehari-hari. Mereka bebas memilih.

Dunia perkuliahan itu luas, kaya hatimu yang kamu persembahkan untuk seseorang yang tak menyukaimu. Luas. Sangat luas. Hehehe. Kalau tempat dan medianya saja sudah luas, lalu pemikiran manusia tetap sempit, tidak bakal bisa berkembang apalagi maju.

Pasti ada yang berpikir, kuliah itu harus lulus tepat waktu dan dapat IPK bagus. Tidak ada yang salah dengan pemikiran seperti itu. Tapi ingat, tidak semua orang sepemikiran dengan hal itu juga. Tidak semua orang bisa lulus tepat waktu dan bisa dapat IPK yang bagus sebab berbagai alasan. Saling menghargai keputusan itu menjadi dukungan yang tepat agar semuanya berjalan seimbang dan sesuai dengan semestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun