Filosofi Emas: Dari Simpanan Tradisional ke Aset Modern
Bagi masyarakat Indonesia, emas bukan sekadar logam mulia. Ia punya nilai budaya, sosial, sekaligus ekonomi. Dalam banyak tradisi, emas menjadi mahar, tanda kasih sayang, hingga warisan keluarga. Namun, di luar makna simbolis, emas juga terbukti tahan krisis. Saat pandemi melanda atau rupiah melemah, harga emas justru cenderung naik.
Pegadaian memahami kedekatan emosional masyarakat dengan emas, lalu menjadikannya sebagai basis inovasi. Program Tabungan Emas memungkinkan siapa pun membeli emas mulai dari nominal kecil, bahkan Rp10.000. Dengan begitu, investasi bukan lagi milik orang kaya, tetapi juga bisa dirasakan mahasiswa, pekerja muda, atau pedagang kecil di pasar.
Inilah salah satu wujud nyata dari Pegadaian mengEMASkan Indonesia: demokratisasi investasi yang merata ke seluruh lapisan masyarakat.
---
Cerita Nyata: UMKM yang Bertahan Berkat Pegadaian
Saya pernah bertemu dengan Bu Sri, seorang penjual kue basah di Kota Malang. Di masa pandemi, usahanya nyaris gulung tikar. Permintaan menurun, sementara biaya bahan pokok naik. Bank tidak bisa membantu karena syarat agunan terlalu berat.
Di tengah kebingungan, Bu Sri mendatangi Pegadaian. Dengan modal pinjaman kecil yang didapat dari perhiasan sederhana miliknya, ia bisa melanjutkan produksi. Beberapa bulan kemudian, usahanya kembali bangkit, bahkan mulai merambah pesanan online.
Kisah Bu Sri bukan satu-satunya. Ribuan UMKM di Indonesia bisa bertahan dan berkembang karena Pegadaian hadir di saat kritis. Jika UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional, maka Pegadaian adalah penopang yang menjaga tulang itu tetap kokoh.
---
Transformasi Digital: Dari Loket ke Aplikasi