Negeri yang Tak Tamat dari Masa Kecilku      Kpd --Bapak M. Dwianto Setyawan
Husni Hamisi
Setahun setelah bapak berpulang
setelah lonceng sekolah berbunyi nyaring
kami berkumpul di bawah pohon randu
tempat Pak Guru Dwianto biasa
menggantung cerita.
Anak-anak dari segala mimpi  datang
dari segala penjuru padang
Linda, Raka, Martinus, Samsul,
Argo  juga Ninung disopiri
sersan Grung-Grung
mengendarai mobil yang terbuat dari
 halaman-halaman majalah Bobo.
Mereka serombongan
datang dari jalan lenggang di atas  awan.
Dari timur Alit Kencana Â
dan kakek Ki Rekso menggunakan
tabloid Hoppla berbentuk tombak sakti
terbang meliuk-liuk di hamparan angin
Semua datang, dari desa tempat kucing Â
dan kancil bisa membaca ayat-ayat gunung
dari taman kanak-kanak yang menyala
sebab matahari ingin pula belajar berhitung.
Mereka membawa kenangan dalam kaleng susu
menyisipkan koin dari  tawa malu-malu
yang pernah disimpan di kantong
celana robek masa kecil kita.
Semua tokoh yang dikenal
kini ikut ziarah, membawa bunga
dari huruf-huruf abjad
membakar dupa dari kisah-kisah
petualangan yang belum dilanjutkan
yang belum benar-benar selesai.
Malam-malam tak berani menutup
halaman terakhir
sebab setiap kata
masih dipeluk oleh bibir
bocah yang belum bisa membaca
namun begitu pandai mendengarkan dunia.