- Sagu
Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman dari genus Metroxylon dari famili Arecaeae atau yang kerap disebut palma. Dalam bahasa Yunani sagu dimasukkan dalam tanaman berbunga sekali (hapaxanth) atau lebih (pleonanthic) yang mana menghasilkan pati tinggi jika dipanen sebelum berbunga. Sagu banyak ditemukan di Indonesia khususnya di daerah timur dan sedikit di pulau Sumatera. Terdapat 60 jenis sagu yang didentifikasi secara melalui nama lokal di Papua yang dibedakan bedasarkan duri, kuncup daun, warna pati, bentuk pohon diameter batang, dan lain sebagainya (Dalimunthe et al., 2019). Keberadaan nama-nama lokal sagu berasal dari bahasa lokal yang beragam. Kemungkinan jumlahnya akan lebih sedikit jika menggunakan bahasa yang sama. Dengan demikian, banyaknya nama tersebut membuktikan sagu memiliki peran penting bagi masyarakat lokal.
Di daerah papua, sumatra dan kepulauan maluku memiliki hutan belantara dengan tanah basah/rawa terdapat pohon sagu yang dimanfaatkan batangnya untuk diambil patinya sebagai sumber karbohidrat. Menurut Flach (1997) dalam Dalimuthe et al., (2019) luas area hutan sagu di Indonesia seluas 1,250,000 ha dan 148,000 ha untuk hutan semi budidaya. Nilai tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan potensi sagu terbesar di dunia disusul oleh Papua Nugini dan sejumlah negara daerah kepulauan Melanesia
*Ditemukan di iklim tropis bersuhu 29-32oC pada 10oLU hingga 10oLS.
*Tumbuh subur pada ketinggian maksimal 700 mdpl engan kondisi tanah rawa atau tanah basah.
*Mampu tumbuh pada kondisi air asin ringan.
*Dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 10-12 meter dengan diameter batang 35-60 cm.
*Tunas akan membentuk batang pada usia 3,5 tahun.
*Dipanen pada umur 8-12 tahun sebelum matang yang ditandai belum munculnya bunga.
*Pemanenan batang umumnya dilakukan dengan pemotongan batang berukuran 1-2m yang dapat menghasilkan 100-300 kg pati.
Pohon sagu menyimpan cadangan makanan pada batang, yakni pada empulur batang sehingga masyarakat memanfaatkan batangnya sebagai sumber pangan. Ciri pohon yang telah layak di panen adalah pangkal daun yang bewarna abu kebiruan. Kandungan pati sagu akan terus bertambah seiring bertambahnya umur pohon. Namun, akan berkurang ketika memasuki fase terbentuknya bunga pada usia umur 11 tahun keatas. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73 amilopektin yang memiliki kekurangan, sulit terlarut pada air dingin, pasta yang kenyal dan buram, mudah rusak, sineresis, mudah teretrogradasi, dan kurang bersifat emulsi (Ghalambor et al., 2022). Sedangkan, kelebihan dari pati sagu adalah memiliki rendemen yang tinggi 2000-3000kg/Ha/Tahun, lebih tinggi dari pati jagung 1000kg/Ha/Tahun, dan singkong 2000kg/Ha/Tahun (Du et al.,2020). Hal ini membuat harga pati sagu lebih kompetitif dibandingan jenis pati lainnya karena memiliki rendemen yang tinggi. Kandungan gizi pada pati sagu tidak kalah dengan bahan pangan lokal lainnya, seperti beras, jagung, ubi, dan kentang yang disajikan pada tabel 2.
Kandungan gizi yang tidak kalah dengan sumber pangan lain dan keberadaan pohon sagu yang melimpah di Indonesia seharusnya menjadi peluang diversifikasi makanan pokok masyarakat Indonesia agar ketahanan pangan nasional pangan dapat terjamin dan sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap beras.
- Produk Turunan Sagu
Pohon sagu telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat lokal menjadi berbagai jenis produk untuk menunjang keperluan sehari-hari. Sama seperti tanaman dalam famili Palmae lainnya, pohon sagu dapat dimanfaatkan seluruh bagian pohonnya mulai dari akar hingga daunnya. Akar sagu berjenis serabut yang dapat menyebar menghujam tanah pada area luas karena memiliki banyak serabut akar. Banyaknya serabut akar memberikan kemampuan menyerap nutrisi pada kondisi tanah basah atau rawa serta memberikan kemampuan untuk menjaga kokohnya batang. Akar sagu digunakan sebagai obat-obatan alami untuk pengobatan sakit perut. Masyarakat Pulau Tabuan, Provinsi Lampung merebus akar sagu, kemudian air rebusannya diminum sebagai obat gastroenteristis (Oktoba et al., 2024). Selain itu, akar sagu juga dapat digunakan sebagai obat penurun aktivitas diare. Kandungan senyawa aktif tanin, saponin, dan alkaloid mampu menurunkan pergerakan usus halus dengan mengkerutkan mukosa usus halus sehingga dapat merangsang penyerapan air di lumen usus (Bakhriansyah et eal., 2011). Hal ini membuat frekuensi dan durasi diare dapat menurun.
Batang sagu mempunyai empulur yang mengandung pati. Besaran empulur sagu berada pada kisaran 68% berat batang dan sekitar 15-20% berat batang yang mengandung pati (Dalimunthe et al., 2019). Pati sagu dimanfaatkan sebagai berbagai jenis olahan khususnya makanan. Makanan tradisional masyarakat timur berupa papeda dan kukurung yang diolah dari pati sagu. Seiring perkembangan teknologi, pati sagu juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan berbagai olahan kue, biskuit dan mie. Selain olahan makanan, pati sagu dapat digunakan untuk pembuatan bio etanol, tetapi ini dapat menyebabkan persaingan dengan industri pangan (Ridmaningrum et al., 2020). Batang sagu dapat dimanfaatkan sebagai material pembangun rumah, yakni pada kulit batang untuk lantai dan dinding rumah. Kulit batang sagu juga dapat digunakan sebagai biobriket dengan karakteristik waktu penyalaan lebih cepat ketimbang biobriket tempurung kelapa karena memiliki kandungan selulosa yang lebih tinggi (Karamoy et al., 2019).
Daun sagu dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai atap rumah karena berbentuk menyirip memanjang serta majemuk. Daun sagu dimanfaatkan untuk obat tradisional dikarenakan mengandung berbagai senyawa organik. Kandungan senyawa anti bakteri Shigella sp. dan Salmonella thyphi, yaitu alkaloid, tanin, dan saponin sehingga dapat mengobati penyakit diare (Karmila et al., 2023).
Sagu menghasilkan buah yang dapat dimakan pada umur pohon 10-15 tahun. Namun, keberadaan buah sagu tidak diharapkan keberadaannya dikarenakan menandakan bahwa pohon sagun akan segera mati. Alhasil, akan menyebabkan kerugian karena pati yang ada tidak dimanfaatkan. Ketika bunga sagu terbentuk, pati dalam batang akan berkurang dan batangnya membusuk (Dalimunthe et al., 2019). Selanjutnya, buah biji dan rumpun tunas anakan yang terbentuk menjadi cara pohon sagu untuk melanjutkan keturunnanya. Pemanfaatan pohon sagu lebih jelas dapat dilihat pada pohon industri oleh Purwanto (2013), dibawah ini:
-Proses
Sebelumnya perlu diketahui bahwasanya antara tepung dengan pati merupakan dua jenis produk olahan yang berbeda dari segi pembuatan. Pati sendiri dibuat melalui proses pengendapan sedangkan tepung tanpa mengalami proses pengendapan. Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berbentuk granula putih mengkilat, tidak berbau, dan tawar (Munadi dan Wailissa, 2020). Pati sagu berasal dari pengambilan empulur sagu yang kemudian diendapkan untuk diambil granulanya sebagai pati. Pada dasarnya pengolahan pati sagu dilakukan dengan proses pengupasan, pembelahan, pemarutan/penokokan, penyaringan, pengendapan, pengeringan, dan pengemasan (Bagaskara et al., 2020). Proses pembuatan tepung sagu dapat dilakukan secara tradisional, semi-mekanis, dan modern. Cara pengolahan tradisional dilakukan secara manual oleh masyarakat lokal menggunakan alat seadanya, sedangkan cara semi-mekanis sudah menggunakan alat pembantu yang lebih baik dan masih menggunakan tenaga manusia. Proses pengolahan secara modern dilakukan secara massal oleh pabrik pengolahan pati sagu memakai alat-alat mekanis.