Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Mungkin tidak signifikan, namun melalui niat baik, doa dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Merawat dan Menumbuhkan Perekonomian Akar Rumput

12 Oktober 2025   08:11 Diperbarui: 12 Oktober 2025   08:11 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perekonomian akar rumput (Ai Generated)

Kehidupan perekonomian rakyat di negeri kita yang sangat indah ini, konon dikaruniai juga dengan sumber daya alamnya yang sangat melimpah, ironisnya kebanyakan berjalan di antara cukup dengan pas-pasan. Banyak orang bangun pagi-pagi buta bukan buat mengejar mimpi-mimpi besar, tapi buat memastikan dapurnya tetap mengepul. Kadang ada uang sekolah yang jatuh tempo, alat kerja yang tiba-tiba rusak, mendadak sakit, padahal panenan sayur belum sempat laku atau hasil dagangan gorengan belum mencukupi. Saat keadaan seperti itu datang apalagi secara bersamaan pula, kepala otomatis terasa penuh, kontras dengan keadaan kantong yang sedang kosong melompong.

Kalau nasib lagi begini, yang dibutuhkan ya bukan soal menabung, manajemen keuangan, atau teori ekonomi Adam Smith yang malah menambah beban kepala yang sudah penuh. Gak selamanya ujar-ujar "jangan berikan umpan, berikan kailnya" berlaku dalam kehidupan sehari-hari, tapi orang atau lembaga yang bisa dipercaya sekaligus bisa memberikan bantuan langsung tanpa urusan yang ribet dan tidak memberatkan. Pegadaian sudah lama jadi tempat semacam itu. Orang datang bukan untuk mencari untung besar, tapi supaya kehidupan bisa terus berjalan dengan cara yang masih bermartabat.

Cincin kawin, televisi, alat kerja, atau benda-benda kecil yang sarat kenangan, diserahkan dengan harapan bisa ditebus kembali nanti. Pegadaian menerimanya tanpa banyak tanya. Tak perlu rekening, tak perlu slip gaji. Cukup kejujuran dan niat baik. Di situ terasa benar manfaatnya, sistem keuangan yang berdiri di atas kepercayaan, bukan tumpukan syarat. 

Mekanisme gadai sebenarnya sederhana. Barang berharga dititipkan, uang pinjaman diberikan, dan barang bisa ditebus kembali setelah pelunasan. Tidak ada pengambilalihan kepemilikan, tidak ada tekanan yang berlebihan. Semuanya berjalan secara terbuka dan jelas. Orang yang datang merasa ditolong, bukan dihakimi. Barangnya tetap miliknya, hanya berpindah tangan sementara. Cara kerja yang seperti ini sebenarnya sudah dikenal sejak lama sekali. Dulu orang saling percaya, saling bantu, bahkan tanpa tanda tangan panjang lebar. Pegadaian mengambil semangat itu lalu membingkainya jadi sistem yang lebih tertata. Prinsipnya tetap sama, membantu tanpa memutus hubungan manusia dengan barang berharganya. Tarif pinjamannya pun dibuat sewajar mungkin agar bisa dikembalikan dengan mudah dan tenang.

Dari sinilah peran penting Pegadaian terasa membumi. Di tengah sistem perbankan yang seringkali terasa jauh dengan persyaratan yang njelimet, pegadaian hadir dengan wajah yang akrab merakyat. Ia percaya pada nilai barang, bukan status sosial. Ia melihat kejujuran, bukan sejarah saldo rekening. Di banyak tempat, pegadaian bahkan jadi tempat pertama yang dicari orang ketika keadaan mendesak. Dampaknya sangat nyata. Pegadaian menjaga ekonomi rakyat kecil, merawat perekonomian akar rumput agar tetap berputar. Seorang petani bisa memperbaiki pompa air yang rusak, seorang tukang bisa beli alat kerja baru, produsen tempe bisa menalangi biaya produksi sebelum tempenya dilunasi pedagang langganannya, hingga seorang pengusaha kecil bisa menambah modal usahanya. Uang berputar di pasar, di kaki lima, usaha kecil tetap hidup, dan siklus ekosistem perekonomian tidak macet. Semua itu terjadi karena ada lembaga yang percaya dan dipercaya.

Sejarawan global yang sedang tenar-tenarnya, Yuval Noah Harari, pernah bilang dalam buku Sapiens-nya, bahwa fondasi ekonomi modern bukan uang, emas, atau tanah, tapi kepercayaan pada masa depan. Manusia berani meminjam dan atau meminjamkan, berinvestasi, dan membangun sesuatu karena yakin bahwa masa depan akan lebih baik dari hari ini. Pegadaian menjalankan prinsip itu dalam bentuk paling sederhana. Ketika seseorang menggadaikan barangnya, ia sedang percaya pada masa depan, percaya bahwa ia akan sanggup menebusnya kembali. Pegadaian pun memberikan kepercayaan balik, bahwa barang itu akan dijaga, tidak disalahgunakan, dan bisa dikembalikan dengan utuh ke tangan pemiliknya. Kepercayaan dua arah ini yang membuat sistem gadai bertahan lebih dari seratus tahun, bahkan tetap relevan di tengah kemajuan zaman.

Sekarang, Pegadaian melangkah lebih jauh. Tidak hanya membantu rakyat kecil bisa bertahan, tapi juga menuntun mereka untuk tumbuh melalui konsep Pegadaian MengEMASkan Indonesia. Melalui investasi emas digital, masyarakat diajak belajar menabung dan berinvestasi mulai dari nominal kecil. Tak perlu menunggu banyak uang dulu, kaya dulu, untuk punya simpanan masa depan. Cukup dengan sepuluh ribu rupiah, seseorang sudah bisa memiliki emas. Inilah bentuk baru dari semangat yang sama, kepercayaan pada masa depan. Dulu orang datang ke Pegadaian biar perekonomiannya bisa tetap bernapas, sekarang mereka bisa datang juga untuk menanam harapan. Dari emas digital yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, tumbuh keyakinan bahwa masa depan bisa diraih oleh siapa pun, bahkan oleh mereka yang dulu hanya tahu bertahan hidup dari hari ke hari.

Mengemaskan Indonesia bukan sekadar soal logam mulia. Ini soal memberi nilai pada hal-hal sederhana yang sudah kita punya. Soal menata potensi kecil agar tumbuh dan berkembang tanpa kehilangan akarnya. Pegadaian menjalankan itu dengan cara yang manusiawi, menjaga agar barang tak hilang, martabat tak jatuh, dan kepercayaan tak pudar. Selama masih ada lembaga keuangan yang mau percaya pada rakyat kecil, dan selama rakyat kecil masih mau percaya bahwa masa depan bisa ditebus, Indonesia akan terus maju dan berkembang. Sedikit demi sedikit, dari tangan-tangan sederhana di seluruh pelosok negeri, bangsa ini benar-benar sedang mengEMASkan dirinya sendiri.

(Ajuskoto)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun