PGRI, RUMAH BESAR BAGI GURU SELURUH INDONESIA
Oleh: Ajun Pujang Anom
Sebenarnya agak takut juga untuk menulis soal ini. Padahal sejak remaja, saya nggak pernah takut untuk membuat tulisan. Meskipun nantinya berhadapan dengan senjata. Bisa jadi, ini karena besarnya perbawa guru.
Dalam alam pikiran saya, rumahnya guru ya PGRI, bukan yang lain. Maaf lho ya, buat yang tak sepakat. Ini bukan menihilkan organisasi lain, yang mengembel-embeli diri dengan sebutan paguyuban, persatuan, forum komunitas, ikatan, federasi, dan lain sebagainya.
Memang tak boleh disangkal, mereka bagus dalam soal ini dan itu. Tapi patut diingat, apa yang sudah dikerjakan itu, sudah ada dalam pembuluh darah-nya PGRI. Ibarat sudah dimasakkan istri di rumah, kok makan di luar. Itu kalau anak muda bilang, "Sakit tapi tidak berdarah". Dan tentu saja, ini bukan analogi yang lebay.
Jika memang ada, ini pun kalau ada, tak usah dicari-cari kekeliruannya. Sedikit debu, ya di lap. Umpamanya agak kotor ya dipel. Bila rusak parah, bagaimana? Lembiru saja, beres.
Tiap hal selalu punya kekurangan, tak mungkin tidak. Begitu pula dengan PGRI. PGRI bukanlah wadah yang betul-betul sempurna. Justru dengan seabrek kelemahan itu, membuat guru-guru harus bersimfoni untuk mendendangkan kejayaan pendidikan nasional bersamanya, bukannya malah lari.
Ingat petuah bijak dari leluhur kita, "Merawat atau memelihara lebih sulit dibandingkan dengan membangun". Dan PGRI sudah membuktikannya dengan berpuluh tahun tetap kokoh berdiri. Walau mendapat hempasan ombak tsunami dan letusan gunung berapi.
Bojonegoro, 19 Juli 2018