Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bayi Berhidung Mancung

12 Februari 2023   18:51 Diperbarui: 12 Februari 2023   18:59 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gempar begitulah sekarang desa kami. Gara-garanya Bu Asri melahirkan bayi berhidung mancung. Semua orang di desa tahu: hidung Bu Asri dan Pak Mul "pesek". Semua orang di desa tahu: hidung kedua anak lelaki mereka yang sekarang duduk di sekolah dasar juga pesek. Hampir di setiap gang, warung dan rumah-rumah, orang heboh membicarakan bayi Bu Asri.

"Bayi itu pasti hasil perselingkuhan!"
"Hubungan gelap selama ditinggal Pak Mul kerja di kota!"
"Tuhan memang adil".
"Barangkali bayi Bu Asri tertukar di rumah Bu Bidan."
"Mengapa nggak ada yang mengeluh tertukar bayinya?!"
"Belum ada. Sebentar lagi juga ada!"

Bu Asri dan kelahiran bayinya yang berhidung mancung pun menjadi "trending issue" di desa kami.

***

"Gimana bisa?! Hidung ibu-bapaknya pesek kok hidung bayinya bisa mancung?" sinis Bu Sis yang hidungnya juga pesek pada suatu pertemuan arisan bulanan desa,"pasti ada apa-apanya?"
"Betul, Bus Sis! Saya terus terang juga heran. Hidung anak-anak saya saja tidak ada yang mancung karena saya dan suami saya memang tidak punya hidung mancung. Lha kok ini, Bu Asri dan Pak Mul yang sama-sama berhidung pesek kok bisa punya bayi berhidung mancung. Coba pikirkan, Ibu-Ibu!" sahut Bu Ida membuka diskusi informal karena Bu Lurah belum juga datang.

Semua ibu peserta arisan berpikir keras; menerka-nerka berusaha menemukan jawaban yang benar. Seorang ibu lulusan sekolah menengah pertama mengatakan ada hukum evolusi: walau hidung ibu dan bapaknya pesek tapi karena terkena hukum evolusi hidung bayinya bisa mancung.
"Evolusi?! Omong kosong, Ibu-Ibu!" bantah Bu Sis sengit,"lha wong hidung anak saya empat saja semuanya tidak ada yang ber-evolusi! Semuanya tetap pesek! Kok ini tiba-tiba bayi ketiga Bu Asri berevolusi. Evolusi macam apa itu?! Kok tidak adil?!"
"Pasti ada apa-apanya?" kata Bu Fris mengulang kata-kata Bu Sis.
"Selingkuh!" tegas Bu Sis penuh keyakinan.
"Bagaimana bisa, Bu Sis? Jangan main fitnah dan main tuduh. Harus ada bukti."
"Ibu-Ibu tahu saya tidak suka main fitnah dan tuduh. Ini ilmiah!" kata Bu Sis yang mendapatkan ungkapan "ilmiah" dari mahasiswa-mahasiswa Kuliah Kerja Nyata. Sejak itu ia memang paling sering menggunakan kata "ilmiah" dalam berbagai perdebatan dan pembicaraan, "kalau hidung ibu-bapaknya pesek, anaknya juga harus pesek. Kalau hasilnya lain, pasti ada yang lain, Ibu-Ibu. Itulah yang sekarang harus kita cari bersama. Siapa laki-laki yang berani membuntingi Bu Asri. Apalagi Pak Mul kan jarang di rumah; lebih sering kerja proyek di kota. Mungkin saja selama Pak Mul kerja di kota, ada laki-laki lain yang naik ke dipan Bu Asri yang sedang kesepian," jelas Bu Sis panjang lebar. Matanya yang genit  mengajak ibu-ibu peserta arisan membenarkan uraiannya.

Peserta arisan begitu tertegun mendengar uraian Bu Sis yang ilmiah. Semua seperti sepakat pada kesimpulan Bu Sis bahwa Bu Asri pasti berselingkuh. Sekarang ibu-ibu berpikir keras siapa laki-laki yang berani meniduri Bu Asri ketika Pak Mul kerja di kota.
"Pasti lelaki hidung belang itu berhidung mancung!"
"Yaa," saut hampir semua ibu peserta arisan gembira seakan menemukan jawaban yang benar.
Dan seseorang berbisik:"Pak Luraah?" karena tiba-tiba Bu Lurah sudah nongol di pintu ruangan arisan. Bu Sis yang tidak sabar mengutarakan penemuannya berbisik agak keras:
"Bukaan...seorang mahasiswa KKN yang dulu tinggal di rumah Pak Lurah."
"Ooo..."

***

Aku sendiri belum mengunjungi Bu Asri. Pasti ia sangat kesepian. Suaminya memang pekerja kontrak yang sewaktu-waktu pergi agak lama kerja terlibat proyek ini itu yang menyebabkannya jauh dari rumah. Berbulan-bulan seperti pelaut yang berlayar ia bisa pergi meninggalkan isteri dan kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Ah, seandainya aku adalah Bu Asri?

Dari matanya, aku bisa melihat bahwa Pak Mul adalah pekerja tekun, seorang bapak dan suami yang bertanggung-jawab dan setia. Mengapa ia juga belum pulang? Apakah Pak Mul tidak mendapat kabar kalau isterinya sudah melahirkan? Dan kabar perselingkuhan isterinya dengan bukti bayi berhidung mancung itu apakah tidak dibawa burung-burung ke tempat kerjanya entah di mana? Pabila ia pulang apakah yang akan ia lakukan terhadap isterinya dan bayi berhidung mancung yang dilahirkan isterinya? Kaum lelaki biasanya meletakkan harga dirinya hidup-mati pada perempuan. Tidak heran banyak lelaki bertengkar dan saling membunuh gara-gara perempuan.

Aku sendiri tidak percaya kalau Bu Asri berselingkuh. Wajahnya adalah wajah yang takut pada dosa dan api neraka. Ia seorang perempuan yang pendiam yang tampak bercita-cita sunggguh hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik dan setia. Bu Asri sepertinya tipe ibu yang penuh kasih untuk anak-anaknya dan seorang isteri desa yang mengerti cara memperlakukan suaminya dengan sebaik-baiknya. Aku melihat dalam rumah tangga Pak Mul hampir tidak pernah ada pertengkaran yang terlalu: hampir tidak pernah ada kedengaran cerita piring melayang, gelas-gelas dibanting, teriakan mengumpat dan tangisan ataupun jeritan melonglong karena tamparan atau tendangan. Sungguh tidak adil kalau tuduhan perselingkuhan hanya dicarikan buktinya pada hidung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun