Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilpres dan Pendidikan Politik yang Tidak Bisa Diharapkan

16 Januari 2019   17:33 Diperbarui: 16 Januari 2019   18:02 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Tribunews.com

Politisi dan Partai Politik mempunyai tanggung jawab moral terhadap pendidikan Politik bagi masyarakat, harus mampu menciptakan situasi Politik yang kondussif. Perbedaan pilihan politik bukanlah dijadikan alasan untuk menciptakan perselisihan, seharusnya mencerminkan dinamika sebuah demokrasi.

Pertarungan Politik antara Jokowi dan Prabowo sejak Pilpres 2014, sudah menciptakan jurang pemisah antara kedua kubu pendukung. Pilpres 2019, sebagai tanding ulang Jokowi vs Prabowo, sekarang pun kondisi seperti itu terus berlanjut. Politisi yang bertarung, khususnya kandidat dan Partai pendukungnya, tidak mampu mengartikulasikan narasi yang damai, malah cenderung mengedepankan kebencian.

Entah moralitas Politik seperti apa yang sedang dipertontonkan politisi Kita. Anggota parlemen di senayan pun hanya menjadi corong politik kebencian, sosial media dijadikan wadah untuk memuntahkan segala kebencian dan permusuhan. Asyiknya mereka dengan hal-hal seperti itu, sampai lupa terhadap kewajiban utamanya melaksanakan fungsi legislasi, sehingga setiap Periode tidak pernah mencapai target.

Politik yang berbiaya Mahal, kalau cuma diisi dengan narasi kebencian setiap harinya, maka situasi politik yang diwariskan hanyalah kebencian dan perpecahan. Situasi Politik dewasa ini sudah sangat mengkuatirkan, lihatlah beberapa politisi senior seperti Amien Rais, sama sekali tidak memberikan teladan moral dalam berpolitik.

Padahal pada sosok Amien Rais, seharusnya banyak teladan yang baik bisa diwariskannya, tapi kenyataannya jauh panggang dari api. Dia lebih senang memuntahkan narasi permusuhan terhadap lawan politiknya, mengumbar kebencian terhadap orang yang tidak disukainya.

Cukuplah selama Periode Orde Baru Kita dipertontonkan iklim politik yang tidak Sehat, dimana Demokrasi dikebiri, Kekuasaan sentralistik membelenggu kebebasan dan Kemerdekaan sosial. Pembodohan Politik selama 32 tahun, hanya melahirkan para politisi ala kaum bar-bar, yang tidak lagi mengedepankan etika dan moral dalam berpolitik.

Sejatinya berpolitik itu membangun peradaban, menciptakan pemimpin yang beradab bukanlah menciptakan politisi yang biadab. Politisi hadir untuk mengisi ruang-ruang Kepemimpinan, memperbaiki keadaan, juga menciptakan sistem bernegara yang baik, sesuai dengan amanat konstituen, bukanlah malah merusak tatanan bernegara yang sudah diciptakan para pendiri bangsa.

Lihatlah, berapa banyak para pemimpin dan anggota Legislatif, yang hanya mengisi ruang-ruang di sell penjara, dengan kasus yang sangat memalukan. Itulah indikator, Partai Politik gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah kaderisasi kepemimpinan. Sebagian Partai Politik, hanya mampu melahirkan politisi kelas kambing, yang tidak mampu menjawab tantangan jaman.

Alhasil, Partai Politik tidak mampu berkontribusi melahirkan generasi pemimpin yang mumpuni. Memang tidak semua Partai Politik seperti itu, tapi kebanyakan Partai Politik hanya hadir untuk memenuhi hajat Lima tahunan, bukanlah hadir untuk memberikan kontribusi yang positif bagi negara dan bangsa.

Tidak salah kalau dikatakan, generasi pemimpin Masa kini, lebih buruk dari generasi pemimpin dijaman Soekarno-Hatta, bahkan secara kualitas pun tidak mampu mensetarakan dengan generasi Soekarno-Hatta, yang mampu merebut perhatian dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun