Oleh: Aji Muhammad Iqbal
Ketimpangan sosial masih menjadi momok bagi Jawa Barat. Provinsi dengan jumlah populasi terbesar di Indonesia ini mengalami pembangunan yang belum merata.Â
Pemerintah masih sedikit kewalahan menghadapi ledakan jumlah penduduk dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2023 jumlah penduduk mencapai 49,8 juta jiwa, Tahun 2024 50.3 juta jiwa dan Tahun 2025 mencapai 51,1 juta jiwa.
Meski dengan susah payah, banting tulang, keras keringat menghadapi jutaan keluh kesah dari masyarakat, pemerintah dengan jurus jitunya berhasil menekan angka kemiskinan.Â
Tren Positif Angka Kemiskinan
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka kemiskinan di Jawa Barat mengalami penurunan pada September 2024, yaitu sebesar 7,08 persen atau 3,67 juta jiwa, turun 0,38 persen dari Maret 2024.
Faktor yang mempengaruhi penurunan angka kemiskinan di Jawa Barat salah satunya adalah kondisi ekonomi makro yang relatif stabil. Hal ini ditandai dengan inflasi yang terkendali serta pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2024 yang meningkat sebesar 2,59 persen dibandingkan dengan triwulan I tahun yang sama.Â
Selain itu, Jawa Barat pun mempunyai peran signifikan dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2024, provinsi ini menyumbang 22,54 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Indonesia. Â
Proses industrialisasi yang pesat di berbagai wilayahnya menjadikannya sebagai salah satu daerah utama penyumbang ekspor nasional. Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor Jawa Barat mencapai 37,87 miliar dolar AS, mengalami peningkatan sebesar 3,39 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada Januari hingga Desember 2024, Jawa Barat berkontribusi sebesar 14,31 persen terhadap total ekspor nasional. Â
Ketimpangan Semakin Melebar
Pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan ini tentu merupakan capaian yang patut diapresiasi. Namun, ketimpangan ekonomi yang semakin melebar menunjukkan pertumbuhan ekonomi belum dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat.
Hal ini tercermin dari Gini Ratio yang naik dari 0,421 persen pada Maret 2024 menjadi 0,428 pada September 2024. Ketimpangan ini lebih nyata terlihat di wilayah perkotaan dibandingkan pedesaan, dengan Gini Ratio perkotaan yang mencapai 0,434 persen pada Maret 2024 naik menjadi 0,439 persen. Sedangkan perdesaan sebesar 0,325 pada Maret 2024, naik menjadi 0,329 pada September 2024. Artinya, meskipun perekonomian berkembang, distribusi kesejahteraan masih menjadi persoalan besar.