Pada tahun 1613 sampai dengan tahun 1645 M Raden Mas Rangsang menaiki tahta menjadi seorang raja pada kerajaan Mataram Islam. Beliau memiliki gelar Sultan Agung, Senopati ing Alaga, Ngabdur rahma. Namun gelar yang lebih banyak dikenal adalah Sultan Agung. Pada masa jabatannya sebagai raja selama 32 tahun menjabat, Â dinilai banyak mengalami pemajuan dan keberhasilan jika dibandingkan dengan kepemimpinan raja-raja sebelumnya yang menjabat.
Keberhasilan tersebut misalnya adalah dalam usahanya untuk melakukan ekspansi dan upaya penaklukan wilayah yang pada masa raja sebelumnya sempat terhambat. Wilayah yang berhasil ditaklukkan kala itu adalah wilayah Surabaya Jawa Timur di tahun 1625 yang berhasil tunduk kepada Mataram Islam. Sultan ageng melakukan penaklukan dan penguasaan wilayah melalui jalur perdamaian serta peperangan. Namun banyak diantara jalur yang dilakukan oleh Sultan Ageng adalah melalui jalur peperangan.
Sultan Agung pun pernah mendapatkan kegagalan dalam upayanya untuk perluasan wilayahnya di Batavia pada tahun 1628 dan di tahun 1629. Hal tersebut masih terdapat relasi yang kuat terhadap pemerintahan Belanda pula. Karena kegagalan inilah yang kemudian timbul gejolak perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Agung kepada pihak VOC. Tekad Sultan Agung untuk tidak berkompromi dan bekerja sama dengan pihak penjajah dan kolonial semakin kuat untuk memuncakkan perlawanan dengan pihak VOC.
 Perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Ageng terhadap VOC sendiri berlangsung pada tahun 1628 dan di tahun 1629. Bukan karena apa-apa melainkan karena peringatan yang telah diberikan oleh Sultan Ageng kepada Belanda telah dilanggar oleh pihak Belanda. Hal tersebut karena Belanda yang telah merebut salah satu bagian yang  terdapat di Pulau Jawa yakni Batavia, yang mana wilayah tersebut amat sangat diinginkan untuk diduduki oleh Sultan Agung. Tentunya persahabatan yang telah dibangun dengan pihak VOC tidak dapat diberlangsungkan kembali akibat peringatan yang telah dilanggar tersebut.
Sultan Agung sebelumnya sempat menawarkan sebuah tawaran kepada pihak VOC yang kemudian mendapatkan penolakan. Di tahun 1621 anggota VOC yang sedang ditawan kembali dipulangkan ke Batavia bersamaan dengan dikirimkannya beras. Lalu kemudian VOC mulai mengirim para utusannya untuk bertemu dengan Sultan Agung di tahun berikutnya yakni 1622 sampai dengan tahun 1624. Namun terdapat alasan yang menyebabkan Sultan Ageng tak mengindahkan kehadiran VOC lagi di Pulau Jawa.
Yakni penolakan yang didapatkan oleh Sultan Ageng lantaran permintaannya yang diajukan kepada VOC untuk mengirim bantuan berupa angkatan laut VOC yang dipergunakan untuk melawan Banten, Surabaya, dan Banjarmasin tidak mendapatkan persetujuan. Tak hanya itu, Sultan Ageng memiliki anggapan bahwa Batavia adalah kota yang mempersulit kerajaan yang dikuasainya. Karena Batavia pula hubunan yang terjalin antara Mataram dengan Malaka dipersukar. Karena hal itulah Batavia hendak dihancurkan oleh Sultan Ageng. Berkali-kali beliau mengirim utusan yang diperuntukkan kepada pihak VOC Â agar mengirim wakil kepada Sultan, namun hal tersebut ta kunjung dikabulkan oleh pihak VOC dan membuat Sultan Ageng geram dan segera melancarkan niat untuk menyerbu Batavia.
Lalu yang selanjutnya adalah serangan-serangan yang dilancarkan Sultan Agung kepada VOC. Serangan pertama berlangsung pada tahun 1628 dimana serangan ini dimulai Mataram dengan menutup hampir dari seluruh pantai yang terdapat di Jawadibawah perintah dari Tumenggung Baureksa yang berasal dari Kendal di awal tahun 1628. Di tanggal 13 April 1628 kapal bermuatan beras berjumlah 14 kapal tiba bersama dengan Kia Rangaa di Batavia. Hal tersebut dilakukan untuk memohon kepada Belanda untuk membantu dalam melancarkan aksinya menyerbu Banten yang kemudian permohonan tersebut dipertimbangkan oleh pemerintah pusat. Tetapi permohonan yang diajukan setelahnya ditolak lantaran seluruh pelabuhan yang ditutup dan dijaga ketat.
Kemudian ditanggal 22 agustus tahun 1628 50 kapal tiba di Batavia. Kapal tersebut lengkap dengan perbekalan yang berisikan 50 gorab seta beberapa kapal yang memuat 150 ekor hewan ternak, last beras yang berjumlah 120, padi yang berjumlah 10.600 ikat,kelapa yang berjumlah 26.000, dan batang gula sejumlah 5.900 ikat. Sebagian darinya lengkap dengan kurang lebih berjumlah 900 awak kapal. berbarengan pula dengan datangnya panglima tertinggi armada Jawa yakni Tumenggung Bureksa. Banyaknya muatan kapal tersebut membuat pihak VOC merasa iba sehingga menurunkan beberapa muatannya seperti hewan ternak beberapa kapal ditahan. Namun hal tersebut memunculkan emosi dan kemarahan dari pihak Mataram. Hingga di tanggal 27 agustus datang kembali kapal yang kini berjumlah 7 buah yang menuju Malaka. Usaha Belanda untuk memisahkan kapal yang datang tersebut dengan tujuan agar tak sempat memberikan senjata pada kawannya pun gagal sehingga ketujuh kapal tersebut dapat berkumpul.
Di pagi harinya datang 20 perahu yang bersiap untuk menyerang benteng dan pasar. Orang-orang Mataram tersebut berhasil naik dan menuju e daratan sehingga mampu menyampai benteng. Penyerbuan tersebut berlangsung hingga pagi berikutnya dengan memakan banyak korban. Lalu 7 perahu yang datang di tanggal 24 aguatus mendarat di pelabuhan Marunda dan tidak mendekati Batavia lantaran adanya penyerbuan yang dilakukan di Benteng dan pasar yang banyak memakan korban. Lalu di pagi berikutnya tepatnya 26 agustus 1628 datang kembali pasukan besar dengan dipimpin oleh Tumenggung Baureksa. Belanda memeberikan daerah benteng dan sekitarnya untuk menghadapi serangan Mataram. Alhasil perkampungan sekitar Benteng pun dibakar dan diluluhlantakkan hingga rata dengan tanah. Ketika pasukan Mataram yang datang tersebut mulai mendekat ke wilayah Benteng, Belanda mengusir pasukan dengan mudah kerane Mataram yang tak memiliki tempat persembunyian.
Karena usiran yang didapatkan oleh pihak Mataram, kemudian pasukan tersebut memilih untuk berteduh pada tempat yang cukup jauh yang berpohon dan membuat beberapa benteng kecil dengan bahan anyaman bambu. Tak cukup disitu, pasukan Mataram ini kemudian mencoba untuk menggali parit dan membuat Benteng yang membuat mereka melangkah lebih maju. Naasnya taktik yang digunakan tersebut diketahui oleh puhak VOC sehingga untuk menghadapi Mataram VOC telah menyiapkan tentara yang siap dikirimkan dengan dilindungi 150 penembak untuk mengusir pasukan Mataram dari parit-parit yang telah dibuatnya. Terhitung korban yang tumbang berjumlah tiga sampai empat puluh orang dari peristiwa tersebut.
Di tanggal berikutnya yakni 21 September 1628 pasukan Mataram kembali melakukan aksi penyerangan dengan menuju benteng Hollandia. Usaha yang mereka lakukan selama semalaman penuh dengan menaikinya menggunakan tangga tersebut kembali diketahui dan diulti oleh Belanda. 24 serdadu Belanda berhasil mempertahankan Benteng dengan gigih menggunakan peluru yang habis ditembakkan ke pasukan Mataram. Setelah mengetahui sasaran Mataram untuk penyerangan, yakni hanya Benteng Holland, Belanda mulai melakukan sebuah penyerangan yang besar dengan mengirimkan 300 serdadu dan 100 tenaga sipil. Akibat penyerangan Belanda tersebut Mataram mendapatkan kerugian yang mencapai 1.200 sampai 1300 pasukan gugur dengan seluruh pos yang rusak dan terbakar. Tak hanya itu, tiga ribu pasukan ditawan oleh Belanda.
Pada 21 oktober 1968 Belanda melakukan serangan umum dibawah pimpinan komandan Batavia yakni Jacqus Lefebre. Serangan in ditujukan kepada sisa pasukan Mataram yang masih berkeliaran di hutan untuk mencari makan. Pasukan tersebut diperkirakan empat ribu pasukan yang masih bertahan hidup. Jacqus bersama paskannya yang berjumlah 2.866 pasukan berangkat untuk menyerang para pasukan Mataram yang tersisa melalui sungai. Jacqus beserta pasukan Belanda pun berhasil menggugurkan Tumenggung Baureksa dan putranya, juga 200 pasukan Mataram yang lain.
Karena penyerangan yang dilakukan Belanda inilah memunculkan datangnya Pasukan Mataram dibawah pimpinan panglima baru yaitu Tumenggung Sura Agul-Agul bersama dengan Tumenggung Mandureja serta Tumenggung Upasanta yang datang ke Batavia. Awalnya mereka datang untuk menyita pakaian dan beberapa uang lantaran dianggap pasukan sebelumnya mengalami keberhasilan. Namun naasnya yang terjadi tak seperti yang diharapkan sehingga angkatan kedua tersebut mengubah siasat dan hendak menyamakannya dengan siasat yang digunakan untuk menyerang Surabaya yakni membendung sungai.
Usaha pasukan kedua adalah dengan membendung Sungai Ciliwung agar Batavia kekurangan air. Namun hal tersebut gagal dilakukan sebab musim yang datang adalah musim hujan sehingga menguntungkan pihak Batavia dan merugikan pihak Mataram. Mataram menderita banyak penyakit serta wabah kelaparan karena kurangnya bahan makanan dan serba kekurangan. Telah dipekerjakan juga sebanyak 3000 pekerja selama satu bulan untuk membendung kota, namun hal tersebut justru tak berprogres terlalu jauh karena pekerja yang merasa lemas karena kurangnya asupan makanan.
Serangan yang dilakukan oleh pasukan kedua ini adalah usaha untuk merebut Benteng Hollandia dengan mengerahkan 100 dan 300 pasukan. Celakanya beberapa pasukan tersebut mati tertembak dan banyak yang melarikan diri sehingga upaya perebutan Benteng tersebut gagal dilakukan. Justru pada tanggal 1 Desember Tumenggung Sura Agul-Agul melakukan pembantaian habis-habisan kepada pasukannya atas perintah Sultan dengan alasan Batavia gagal ditaklukkan serta tak bertempur sampai darah penghabisan. Mayat-mayat berserakan dengan sisa pembantaian berupa tikaman tombak, keris dan hukum pancung.
Di tahun 1629 Sultan Agung kembali melakukan serangan yang kedua. Belajar dari serangan sebelunya, serangan yang akan dilancarkan telah dipersiapkan jauh sebelum dimulai dengan memfokuskan pada bagian logistik utamanya adalah bahan makanan yaitu beras kecuali pada persenjataan dan bagian pengangkutan. Pada rute setiap perjalanan seperti Tegal dan Cirebon disiapkan beras.
Lagi-lagi berita perihal rencana penyerangan tersebut kembali diketahui oleh pihak Belanda. Dikatakan bahwa yag mengirim infoormasi tersebut kepada Batavia adalah Raja dari Cirebon yakni Raja Sepuh dan Raja Anom. Serangan yang dilancarkan tahun 1629 ini adalah sebuah kegagalan bagi Sultan Agung dan pasukannya. Sebelum melakukan penyerangan Sultan mengutus utusan untuk menawarkan perdamaian dengan VOC, utusan tersebut bernama warga. Tak banyak bercakap VOC yang mengetahui siasat Mataram membunuh utusan tersebut.
Sama seperti perang di tahun 1628, Sultan Agung membagi pasukan yang datang menjadi 2 gelombang. Dimana pada pasukan yang pertama datang pada pertengahan Mei di tahun 1629 yang terdiri dari pasukan artileri dan amunisi. Pasukan kedua di tanggal 20 Juni 1629 yang terdiri dari pasukan infanteri. Masing-masing dipimpin oleh Kyai Adipati Juminah dan K.A. Purbaya, serta K.A. Puger yang dibantu oleh Tumenggung Singaranu, Raden Aria Wiranatapada, serta Tumenggung Madiun, K.A. Sumenep.
Mataram kembali mendapatkan sebuah awal dari kekalahan dan ketakutan karena di tanggal 4 Juni VOC memusnahkan 200 kapal milik Mataram beserta 400 rumah dan satu gundukan Padi. Lalu beberapa minggu selanjutnya VOC kembali memusnahkan gunungan padi kedua milik Cirebon. Segala usaha yang dilakukan Mataram selalu dapat dikalahkan leh pihak VOC. Lagi-lagi karena kekurangan makanan lantaran amunisi makanan yang mereka siapkan hanya bertahan satu bulan. Di tanggal 8 September VOC mengetahui bahwa pasukan Mataram memiliki perlindungan parit dan sedang mendekat Benteng Hollandia yang selanjutnya langsung dihabisi oleh pihak VOC.
Lalu di tanggal berikutnya yakni 12 September penyerbuan dilakukan di Benteng Bommel. Pasukan berjumlah 200 orang yang delapan sampai sembilan pasukannya berhasil memanjat tetapi digagalkan dan dipukul mundur leh VOC. Tak berhenti di situ di tanggal berikutnya yakni 14 dan 15 September Mataram mendatangkan gerobak yang berisikan meriam yang dibawa oleh 18 ekor kerbau. Dan lagi-lagi usaha tersebut di ulti oleh pihak VOC di tanggal 17 September dimana VOC melakukan sergapan yang dipimpin oleh Antonio van Diemen dengan membakar pertahanan Mataram. Keberuntungan berada di pihak mataram pada saat itu karena datangnya hujan yang membantu meredamkan kebakaran yang terjadi.
Setelah mempersiapkan persenjataan kembali di tanggal 21 September Mataram melepaskan tembakan pertama. Tembakan tersebut juga sebagai penanda bahwa sebulan sudah Mataram berada di Batavia. Pada hari sebelumnya yakni 20 September VOC kehilangan Gubernur Jendral Jan Pietersz karena sakit lalu meninggal. Belanda tak lagi melakukan serangan umum kepada Mataram pada 27 September karena pengakuan pihak Mataram yang ditawan. Pihak tertawan mengakatan bahawa Mataram sedang menderita kekurangan bahan makanan sehingga kelaparan. Di tanggal 1 Oktober penyerangan kecil dilakukan oleh Mataram tanpa semangat. Yang berakhir pada penarikan mundur pasukan dan meninggalkan mayat-mayat yang berserakan, gerobak kosong, korban, dan barang yang lain.
 Penyerangan yang dilakukan oleh pihak Mataram hanya menyebabkan penderitaan karena penyakit dan kelaparan. Tak hanyaitu tentara yang menjadi pasukan mereka pun tercerai berai karena ambisi Sultan Agung tak sesuai dengan kemampuan militer yang dimiliki Mataramsehingga membawa kehancuran dihadapan Batavia. Graff berpendapat bahwa Mataram mengalami kegagalan karena kurangnya perawatan, daya tembak yang dibandingkan dengn Eropa sangat jauh, lalu postur tubuh orang-orang Jawa yang relatif kecil daripada orang Eropa untuk masuk di Benteng pertahanan Belanda. Mataram cenderung primitif dan kurang efisien sehingga menyulitkan pihak Mataram.
Di sisi kekurangan dari pasukan Mataram selama melancarkan penyerangan di tahun 1628 dan 1629 ini Mataram dinilai sangat disiplin dan berani bertempur. Memiliki tekad kuat dan gigih dari Sultan Agung sebagai pemimpin serta bisa menyesuaikan diri dengan cara bertempur yang masih asing menurut mereka.
Sumber Bacaan dan Referensi
Sholahudin, A. Hikam. Kerajaan Mataram Islam di Bawah Kepemimpinan Sultan Agung di Karta Yogyakarta Tahun 1613-1645 M. UIN Sunan Ampel Surabaya. 2022.
Kresna, Adrian. Sejarah Panjang Mataram. Diva Press(Anggota IKAPI). Yogyakarta. 2011.
Saptari, Santy. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Sultan Agung Through the Brush Strokes of S. Sudjojono. Jakarta. Februari 2022.
Febri. Wakidi. M, Syaiful. Tinjauan Historis Perjuangan Sultan Agung dalam Perluasan Kekuasaan Mataram Tahun 1613-1645. FKIP UNILA. Bandar Lampung.
Fauzie, Mochammad. Sukarwo, Wirawan. Munatazori, F. Ahmad. Transposition of Ambivelance towards Colonialism in Fine Arts : Intertext Analysis of the Battle of Sultan Agung againts Jan Pieterzoon Coen (1974) Painting and the Sultan Agung: Throne, Struggle, Love (2018) Movie Poster. Universitas Indraprasta PGRI. Jakarta. 2022
De Belegeringen Van Batavia 1628-1629 Het misluke gezanstchap van Sebald Wonderer. Artikel hal: 10. https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbqs60v.11
Izzatusshobikhah, Nuril. Penaklukan Mataram Terhadap Giri Kedaton (Tahun 1636-1680 M). UINSA. Surabaya. 2018.
Rosanawati, R. I Made. Konflik Internal dan Perpindahan Kraton Kartasura ke Sala. Pendidikan Sejarah Universitas Veteran Bangsa Nusantara. Indonesia..
Lasmiyati. Dipati Ukur dan Jejak Peninggalannya di Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung (1627-1633). Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat. 2016.
Munawar, Zahid. Tanah, Otoritas Politik, dan Stabilitas Ekonomi Kerajaan Mataram Islam. Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta. 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI