Awalnya semua ini cuma berawal dari hal sepele, habis makan bareng, scroll Instagram. Waktu itu kami baru aja selesai survei lokasi buat wawancara tugas mata kuliah. Perut kenyang, hati senang, dan sambil duduk santai, salah satu teman kami Ilma tiba-tiba nyeletuk, "Eh, ini ADUIN Fest buka pendaftaran stand jualan, lho."
Refleks kami semua ngelihat ke arah HP dia. "Seriusan? Menarik juga ya." Tanpa pikir panjang, kami berempat langsung tertarik buat nyoba. Bukan karena pengin cuan banget sih, tapi lebih karena penasaran gimana rasanya buka stand jualan. Hitung-hitung cari pengalaman baru lah ya.
Setelah diskusi singkat yang dibumbui canda-tawa, akhirnya kami setuju buat ikutan buka stand. Langkah pertama tentu bikin rencana jualan, mulai dari harga, pembagian tugas, sampai produk apa aja yang mau dijual. Awalnya sih idenya banyak banget mulai dari dessert kekinian, makanan berat, sampai cemilan-cemilan ala kaki lima. Tapi setelah liat isi dompet yang agak miris, akhirnya kami realistis aja.
Pilihan akhir kami jatuh pada es teh, cilok, dan tempura. Murah meriah, bahannya gampang dicari, dan modalnya juga nggak bikin kantong jebol. Yang penting rasanya enak dan bisa laku di kalangan mahasiswa.
Besoknya, setelah kelas selesai, kami lanjut rapat kecil buat nyusun list belanja dan bagi tugas. Aku kebagian beli bahan tempura dan isi ulang gas. Dita yang bikin cilok, Caca bertugas beli bahan-bahan cilok, dan Ilma pegang bagian packaging biar produk kami tampil kece di mata pembeli.
Kami sepakat untuk buka stand dua hari, yaitu hari Senin dan Rabu, tanggal 19 dan 21 Mei 2025. Semua udah kami siapkan matang-matang, dari modal, bahan, peralatan, sampai strategi jualan biar stand kami nggak sepi-sepi amat.
Hari Pertama: Hujan, Sepi, Tapi Tetap Semangat
Senin pagi dimulai sangat awal untuk kami. Setelah salat subuh, kami langsung mulai bikin cilok. Ulen adonan, bulat-bulatin, rebus, dan siap-siap semua keperluan lainnya. Meskipun mata masih ngantuk, tapi semangat kami tetap tinggi.
Setelah semua siap, kami berangkat ke PEMKAB Bantul untuk wawancara tugas UAS mata kuliah Kewarganegaraan. Karena itu, stand baru bisa kami buka sekitar jam 11 siang. Lokasi kami berdampingan dengan stand penjual dimsum. Awalnya semangat banget, senyum-senyum terus sambil berharap pembeli datang silih berganti.
Tapi sayangnya, cuaca nggak mendukung. Langit mendung, angin kencang, dan akhirnya hujan deras mengguyur lokasi acara. Alhasil, pengunjung yang datang bisa dihitung pakai jari. Es teh kami yang dingin dan segar itu pun nyaris nggak ada yang lirik. Sampai akhirnya sore, kami tutup stand dengan cukup banyak sisa barang.
Sedih? Ya sedikit. Tapi kami semua nggak ada yang nyalahin siapa pun. Namanya juga usaha. Kami tetap anggap ini pengalaman dan pelajaran. Malamnya kami langsung evaluasi gimana strategi hari pertama, apa yang harus dikurangi, dan gimana caranya biar hari kedua bisa lebih baik.
Hari Kedua: Laku Keras, Tugas Beres, dan Bikin Bangga
Hari Rabu dimulai dengan rutinitas yang sama: bangun pagi-pagi banget, lanjut bikin cilok dari habis subuh. Walau lelah belum sepenuhnya hilang dari hari sebelumnya, kami tetap semangat karena udah belajar banyak dari pengalaman Senin lalu.
Tapi hari Rabu ini agak spesial. Sebelum buka stand, kami masih harus ikut kelas Perspektif Teori Komunikasi, dan dua dari kami Caca dan Dita jadwal presentasi di depan kelas. Jadi bayangin aja, pagi-pagi udah ribet bikin cilok, terus lanjut presentasi di kelas, baru deh habis itu kami tancap gas buka stand.
Kami mulai buka jam 10.00 WIB dengan kondisi cuaca yang jauh lebih bersahabat. Matahari bersinar, langit cerah, dan angin pun bersahabat. Jualan kali ini juga lebih variatif, tempura kami lebih lengkap, cilok dengan pilihan topping, dan tentunya es teh yang segar siap menemani hari pembeli.
Dan hasilnya? Luar biasa, dari pagi sampai sore, pembeli datang terus-menerus. Ada yang beli karena memang lapar, ada yang penasaran, bahkan ada juga yang bilang dapet rekomendasi dari temannya. Stand kami yang kemarin sepi, kali ini justru rame banget sampai akhirnya semua jualan ludes terjual.
Rasanya puas banget. Apalagi setelah dihitung-hitung, kami dapet untung lumayan. Nggak nyangka dari yang awalnya iseng, bisa jadi pengalaman jualan yang bener-bener berkesan.
Buka stand di ADUIN Fest 25 ini bener-bener jadi momen yang nggak akan kami lupain. Nggak cuma soal untung rugi, tapi lebih ke pengalaman kerjasama bareng teman, ngatur waktu di tengah padatnya tugas kuliah, dan belajar menghadapi tantangan kayak cuaca yang nggak bisa diprediksi.
Kami juga jadi lebih ngerti pentingnya evaluasi dan adaptasi. Dari yang awalnya ngira jualan tuh gampang, ternyata butuh strategi dan kerja tim yang solid. Mulai dari belanja bahan, ngitung modal, sampai mikirin cara promosi biar stand ramai.
Terima kasih banget buat tim ADUIN Fest 25 yang udah buka kesempatan ini. Tanpa ada info dari kalian, mungkin kami nggak akan kepikiran buat terjun langsung ke dunia jualan. Siapa tahu, ke depannya bisa jadi modal buat bisnis beneran. Aamiin
Dan buat kamu yang mungkin ragu buat coba hal baru, percayalah nggak ada salahnya mulai dari iseng. Kadang, hal kecil kayak liat poster di Instagram bisa jadi awal cerita seru dalam hidup kamu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI