“Baiklah, besok ya, say...”
“Aphaa???” matanya membulat mengerikan. “Kamu bilang apa tadi? Sayang...?” dia tersenyum sinis padaku. “Hamka, dengar ya namaku Hayati. Aya’...!!” dia lagi lagi menyerbuku dengan semburan kata kata yang pedas di telingaku.
“Masyaallah Ay, tidak perlu semarah itu lahh...”
“Diam !! Atauuuu...”
Ay siap melemparku dengan buku tebal ditangannya. Aku angkat tangan menyerah dan memilih diam sebelum buku ditangan Ay mendarat di wajahku. Duhh... Ay, Ay. Kapan kamu akan bersikap manis dan lembut padaku?
Berbeda dengan episode hari itu, kali ini aku merasa Ay menunjukkan sikap yang lebih manis ketika aku menyerahkan buku pesanan Ay yang kemarin. Kami diam larut dengan pikiran masing masing setelah Ay mengucapkan terima kasih dengan seulas senyumnya yang menawan.
“Hamka, suatu saat kita akan berpisah” ucapnya. Nadanya pelan, berbeda dengan semburannya yang kemarin.
“Aku tidak ingin berpisah denganmu, Ay” jawabku. “Aku tidak akan melupakanmu Ay. Mungkin gak yaa, kita bertemu lagi di kemudian hari?”
“Insyaallah, Tuhan tak pernah pelit member kesempatan pada hambaNya yang berharap”
“Aya’, ehmm.. aku.....”
“Sudah Hamka jangan terlalu larut pada rasa khawatir akan perpisahan” dia lebih cepat mengalihkan arah pembicaraanku. Aku melihat ada mendung yang sekilas berkelebat di wajahnya. Baiklah aku akan diam tak akan melanjutkan kata kataku lagi, Ay. jika terus berbicara, aku tahu kamu tidak suka. Tapi izinkan aku Ay, bila kisah yang penuh kenangan ini aku ceritakan pada istriku esok.