Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM) serta Sertifikasi Kompetensi Perencana Keuangan Syariah Internasional (RIFA). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Cape Verde Lolos ke Piala Dunia: Hiu Biru Afrika dan Cermin Bagi Garuda Nusantara

15 Oktober 2025   07:47 Diperbarui: 15 Oktober 2025   11:51 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiu Biru dari Atlantik yang Menerkam Singa Afrika

Dari gugusan kepulauan di Samudra Atlantik, Cape Verde atau Tanjung Verde menjelma menjadi kisah menakjubkan dalam kualifikasi Piala Dunia 2026. Negara dengan penduduk tak lebih dari satu juta jiwa itu menyingkirkan Kamerun---sang "Indomitable Lions" yang selama puluhan tahun menjadi langganan tetap ajang sepak bola terbesar dunia. Julukan mereka, Blue Sharks, kini menjadi simbol semangat baru Afrika.

Di partai penentu, Cape Verde menang telak 3--0 atas Eswatini. Hasil itu memastikan posisi mereka di puncak klasemen Grup D zona Afrika, sekaligus menutup peluang Kamerun yang hanya mampu bermain imbang tanpa gol melawan Angola. Sorak sorai rakyat Cape Verde pecah di Praia, ibu kota kecil di tengah samudra, ketika mimpi yang dulu dianggap mustahil akhirnya menjadi nyata.

Keberhasilan ini bukan sekadar hasil keberuntungan sesaat. Sejak 2020, pelatih Pedro "Bubista" Brito merancang timnya dengan kesabaran luar biasa. Ia tidak terburu-buru mengganti formasi setiap kali kalah, tapi membangun fondasi taktik berbasis kedisiplinan dan kepercayaan. Dalam sepuluh laga kualifikasi, Cape Verde meraih tujuh kemenangan dan hanya satu kekalahan, mencetak tiga belas gol dan hanya kebobolan empat kali.

Kemenangan itu mengandung simbol lebih luas dari sekadar olahraga. Ia adalah representasi perjuangan negara kecil yang menolak menyerah pada nasib. Dengan sumber daya terbatas, pemain yang tersebar di Eropa, dan pelatih yang tetap tenang di tengah tekanan, Cape Verde membuktikan bahwa kesungguhan bisa mengalahkan sejarah panjang sekalipun. Dunia pun tersadar: kadang, ombak besar justru lahir dari laut kecil yang tak terlihat.

Strategi Laut Dalam: Menyelam dalam Taktik, Diaspora, dan Ranking Dunia

Rahasia kesuksesan "Hiu Biru" tidak datang dari kebetulan, tapi dari strategi laut dalam---di mana setiap gerakan sudah dipetakan, setiap serangan adalah hasil analisis. Bubista memahami kenyataan bahwa timnya tidak bisa menandingi kekuatan fisik negara-negara besar Afrika. Maka, ia membangun sistem permainan dengan disiplin ruang dan kecepatan transisi. Setiap pemain tahu kapan harus menekan dan kapan harus mundur, menjadikan mereka salah satu tim paling terorganisir di Afrika.

Namun, kunci terbesar terletak pada pemanfaatan diaspora. Sebagian besar pemain inti Cape Verde lahir atau besar di Eropa, terutama Portugal, Belanda, dan Prancis. Mereka membawa DNA kompetisi tingkat tinggi dan mental profesional yang jarang dimiliki pemain dari liga domestik kecil. Alih-alih memandang diaspora sebagai sekadar "pemain bantu", federasi Cape Verde menjadikan mereka bagian dari identitas nasional. Bendera biru di dada mereka adalah kebanggaan ganda---akar Afrika dan pengalaman Eropa bersatu di lapangan hijau.

Kestabilan kepelatihan menjadi faktor pembeda berikutnya. Di saat banyak negara mengganti pelatih seperti mengganti seragam, Cape Verde menjaga kontinuitas. Lima tahun bersama Bubista membuahkan kedewasaan taktik dan kepercayaan kolektif. Kekalahan besar 1--4 dari Kamerun di awal kualifikasi tak membuat federasi panik. Sebaliknya, mereka menjadikannya pelajaran. Dari titik itu, semangat tim membara---laga demi laga mereka menumpuk kepercayaan diri hingga akhirnya menguasai grup.

Dan kini mereka menuai hasil. Menurut ranking FIFA per Oktober 2025, Cape Verde berada di peringkat ke-65 dunia, naik pesat dari posisi 73 tahun sebelumnya. Di Afrika, mereka kini masuk 10 besar benua, berdiri sejajar dengan Ghana dan Maroko dalam hal konsistensi performa. Sebaliknya, Kamerun turun ke posisi 53, kehilangan aura dominannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun