Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM) serta Sertifikasi Kompetensi Perencana Keuangan Syariah Internasional (RIFA). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

ROIS, dari Keuntungan Finansial Menuju Keberkahan Sosial

11 Oktober 2025   09:35 Diperbarui: 12 Oktober 2025   17:01 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kamaruddin Amin saat rapat dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BWI 2025 di Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).(KOMPAS.com/FIRDA JANATI)

Konsep Return on Investment Social (ROIS) lahir dari kesadaran bahwa keberhasilan sebuah investasi tidak lagi diukur dari profit margin semata, melainkan dari seberapa besar manfaat sosial yang dihasilkan. 

Dalam konteks ekonomi Islam, ROIS menjadi jembatan antara nilai-nilai spiritual dan prinsip-prinsip ekonomi modern. Bila Return on Investment (ROI) mengukur hasil finansial, maka ROIS mengukur nilai manfaat sosial --- sejauh mana sebuah investasi memberi dampak terhadap kesejahteraan umat, pengentasan kemiskinan, dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam kerangka wakaf, ROIS menawarkan paradigma baru. Selama ini, pengelolaan wakaf sering kali terbatas pada pelestarian aset, bukan optimalisasi manfaatnya. Padahal, jika dikelola secara produktif dan profesional, wakaf dapat menjadi sumber dana abadi untuk pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi umat. 

Di sinilah pentingnya ROIS: untuk mengukur seberapa efektif aset wakaf digunakan bagi kemaslahatan sosial. Misalnya, jika sebuah tanah wakaf diubah menjadi rumah sakit, bukan hanya nilai ekonominya yang dihitung, tetapi juga nilai sosialnya --- berapa banyak masyarakat miskin yang mendapat layanan gratis, berapa banyak lapangan kerja tercipta, serta bagaimana tingkat kesejahteraan meningkat.

Dalam konteks ini, ROIS menjadi alat ukur moral dan manajerial sekaligus. Ia menuntut akuntabilitas dari nadzir sebagai pengelola wakaf, menegaskan bahwa keberhasilan tidak berhenti pada laporan keuangan yang sehat, melainkan pada sejauh mana wakaf benar-benar menjadi sumber keberkahan bagi umat. Dengan demikian, ROIS menjadi wujud nyata dari prinsip maqashid syariah --- menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta --- melalui mekanisme investasi sosial yang terukur dan berkelanjutan.

https://www.bwi.go.id/8789/2023/05/29/nazhir-wakaf-habib-bugak-akan-salurkan-dana-wakaf-senilai-rp-2-9-miliar/
https://www.bwi.go.id/8789/2023/05/29/nazhir-wakaf-habib-bugak-akan-salurkan-dana-wakaf-senilai-rp-2-9-miliar/

Wakaf Produktif: Dari Tanah Tidur Menjadi Aset Abadi

Pemberdayaan wakaf produktif merupakan laboratorium nyata dari implementasi ROIS. Di berbagai negara, praktik ini telah membuktikan bahwa aset sosial bisa tumbuh layaknya modal bisnis. 

Arab Saudi, melalui lembaga-lembaga seperti Al Rajhi Waqf, menunjukkan bagaimana wakaf dapat menjadi sumber dana abadi bagi pendidikan dan layanan sosial. Begitu pula Turki dengan model vakiflar, yang mengelola ribuan aset wakaf produktif untuk membiayai sekolah, rumah sakit, hingga kegiatan ekonomi rakyat. 

Dalam konteks Indonesia, potensi wakaf sangat besar: data Badan Wakaf Indonesia (BWI) menunjukkan terdapat lebih dari 430 ribu hektare tanah wakaf dengan nilai yang bisa mencapai ribuan triliun rupiah bila dikelola produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun