Mohon tunggu...
Ira Chandra Puspita
Ira Chandra Puspita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Takkan habis dunia ini dikejar, dan biarlah dunia saja yang mengejarku...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Tepat Waktu, Tapi Waktu yang Tepat

29 April 2013   01:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:27 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banyak tanya bergema dari orang-orang disekelilingku, "Kapan nikah?" Kujawab,"Rizqullah nggak akan kemana kok. Doain aja."

Hmmm... pertanyaan terakhir ini sedikit menggangguku. Kenapa? Bukankah itu wajar saja. Toh zaman sudah tak seramah dulu. Dan tentu saja siapapun yang sayang dan kasih padaku akan mencemaskan aku yang seorang perempuan dengan model pergaulan dan kondisi dewasa ini. Dan bukankah itu merupakan bentuk perhatian. Wajar saja ah menanggapinya.

Tentu saja akan biasa saja jawab dan sikapku, tapi bila yang bertanya itu mendekatiku dan mengajukan lamaran dengan segera dan perlu dijawab dengan cepat, ini yang memusingkanku. Pastilah masalah pernikahan tak semudah menentukan menu makan hari ini. Ini tentang hati. Tentang rasa. Kurasa tak ada yang mau dipaksa dan merasa terpaksa dalam hal ini, dan lagi, semua pasti mengharap yang terbaik.

Beberapa bulan terakhir ini aku dekat dengan seorang kakak tingkat di kampus. Bisa dibilang ia baru patah hati. Pun aku tak berharap mengisi kekosongan itu. Biar saja.
"Toh ini hanya perkenalan, pertemanan. Kalaulah nanti ada masa dimana kita berjodoh, biarlah itu urusan nanti. Bila tidak, biarlah kita tetap berteman." Kataku padanya.
Bukankah waktu yang akan menunjukkan bagaimana kenyataan yang ada. 'Mengharap dia datang tepat waktu seperti mengharap salju turun di bulan Juli', ini kutipan yang kusuka dari sebuah novel karya Ilana Tan. Maka aku tak berharap jodoh itu akan datang tepat waktu, karena aku sendiri tak tau kapankah waktunya, hanya saja kuharap ia datang di waktu yang tepat.

Beberapa teman dan kakak tingkat mengajukan ajakan nikah padaku. Memang keputusan itu kuserahkan pada orang tuaku, tapi tentunya aku tidak menipu diri bila akupun memiliki andil dalam penentuan keputusan diterima atau ditolak. Beberapa bulan terakhir ini aku hanya berkelit menghindar, menolak akan menyakiti perasaan seseorang, menerima hanya akan membuatku susah pada akhirnya karena hatiku tidak merasa yakin dengan pilihan dan keputusanku. Maka maaf bila aku masih menghindar. Bukan kabur, aku hanya menghindar.

Namanya Fathir. Ramah, santun, baik dan sholeh dalam pribadinya telah memikatku. Sikapnya, pribadinya, dia telah berhasil membuatku terkesan. Dan Robby, aku jatuh hati padanya. Bukan karena prestasinya, bukan karena kesuksesan yang digenggamnya, tapi karena pribadinya. Diantara banyak orang, kenapa dia? Dan apa yang harus kulakukan, haruskah kubilang, "Mas, Azka suka sama mas. Azka jatuh hati sama mas." Nggak deh. Malu rasanya.

Aku memintamu dari Robby-ku, bilalah engkau adalah orang yang akan menggenapkan kurangku. Aku memohon pada Robb-ku, bilalah engkau adalah bagian dari rizkiku. Aku tak meminta padamu untuk memilihku dan menerimaku, karena bagiku itu bukan hakku. Engkau bebas memilih, sebagaimana aku juga bebas memberikan keputusan dan menjatuhkan pilihan. Maka bagiku aku tak perlu memaksamu. Biarlah Robb-ku menunjukkan kuasaNya.

Fathir adalah salah seorang kawanku. Dan suatu ketika ia berkata, "Azka, tau nggak, Ibuku nyuruh aku nikah. Gimana pendapatmu tentang Naura?" Aku hanya tersenyum. Ia tak tau keterkejutan yang kusimpan. Ia tak tau bahwa aku memilihnya, berharap dialah orangnya. Pertanyaannya kujawab dengan segenap kejujuranku. Fathir merasa puas.  'Mungkin memang bukan Fathir', batinku.

Pun aku sedikit kecewa, tapi aku percaya Robb-ku akan memberikan yang terbaik bagiku. Maka tak apalah bila memang Fathir bukan untukku. Fikri dan Farhan masih bertanya, "Azka kapan siap?" Aku hanya tersenyum.

"Robby, Azka percaya, akan Kau kirim seseorang yang terbaik untuk menjadi pendampingku. Seseorang yang mampu menjagaku dunia akhirat. Seseorang yang mampu menerima kurang dan lebihku. Tapi Robby, akankah Kau memberi tahuku kapan itu akan terjadi?" Tanyaku diantara barisan kalimat doa setelah qiyamul lailku. Aku yakin, orang itu sama sepertiku, menunggu.

Ia dekat. Bahkan semakin dekat. Tapi siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun