"Gadget memang memiliki pengaruh negatif, tetapi jika dipergunakan dengan tepat, dapat menghasilkan manfaat."
Saya pernah hampir kecanduan gadget. Sejak bangun hingga malam menjelang tidur, tidak pernah lepas dari gadget. Gadget tidak hanya digunakan untuk aktivitas pribadi, tetapi juga digunakan saat bekerja. Pernah saking lamanya menggunakan gadget, mata saya sangat lelah, berair, dan terasa sakit.
Semua mulai berubah, setelah menjadi ibu. Awalnya cukup sulit, saya yang biasa menggenggam gadget di tangan, harus mulai terbiasa tanpa gadget saat bersama anak. Namun, demi anak, apa pun pasti ibu akan lakukan. Waktu bersama anak lebih berarti dan tidak dapat tergantikan. Ada pengalaman berharga yang pernah saya alami berkaitan dengan pemakaian gadget. Dua sisi pengalaman baik, dan buruk dalam penggunaan gadget kepada anak.
Literasi Digital Sejak Dini, Membatasi Bukan Melarang
Saya memiliki dua anak laki-laki, anak pertama berusia lima tahun, dan anak kedua berusia dua setengah tahun. Pada saat anak berusia satu tahun lebih, saya sudah mengenalkan gadget.
Akan tetapi, pengenalan gadget bukan tanpa pengawasan. Ketika masih bekerja, saya dibantu oleh suami, dan keluarga untuk mengawasi anak dalam pemakaian gadget.
Gadget hanya digunakan untuk menunjukkan hasil video atau foto anak dari ponsel, dan menonton konten anak. Contoh konten anak, seperti lagu anak, cerita dongeng, video mengedukasi yang mengajarkan tentang permainan anak, berhitung, mengenal buah, binatang, warna, bentuk, dan sebagainya.
Saya tidak membenarkan tindakan mengenalkan gadget pada usia anak satu tahun lebih, idealnya gadget dikenalkan ketika anak minimal berusia dua tahun.Â
Hanya saja, ini menjadi solusi terakhir setelah lelah menemani anak bermain seharian. Gadget waktu itu menjadi satu-satunya hiburan digital, karena di rumah tidak ada TV.
Pada perkenalan gadget awal, saya tidak terlalu ketat, membiarkan anak menggunakan gadget cukup lama. Ternyata hal ini justru membuat anak tidak mau berhenti bermain gadget. Saat anak tidak dituruti, maka akan menangis tanpa henti. Kemudian, saya mencoba melarang. Makin dilarang, anak makin menangis.