Mohon tunggu...
Ainur Rohman
Ainur Rohman Mohon Tunggu... Nelayan - Pengepul kisah kilat

Generasi pesisir

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Makelar Diskon

31 Oktober 2018   22:15 Diperbarui: 3 November 2018   21:44 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indera pendengaran kamu yang begitu peka, tak bisa dikagetkan dengan radiasi suara tingkat tinggi. Naluri darah mudamu tak terima! dan hentakan keras suara klakson yang datangnya mendadak itu mengagetkan gendang telingamu. Kamu jengkel, sebab salah satu organ vital kamu itu lebih suka mendengar suara desahan princes Syahrini, Maria Ozawa, Sora Aoi atau Mimi Perih atau Bude Sumiyati.

Dampak dari insiden itu tangan kirimu mengayun tinggi-tinggi, merespon otomatis dengan tambahan bonus mengacungkan jari tengah, "Fuck." Ke pengemudi mobil bimbing itu sebagai salam perkenalan, betapa kerasnya jalanan pantura.

Tak ingin terlihat konyol dan demi keamanan dalam negeri, maksudku keamananku sendiri. Laju kecepatan sepeda motor aku pacu kuat-kuat. Melesat meninggalkan bayangan mobil bimbang yang sudah aku kutuk dengan salam jari tengah itu. Gerak laju sepeda motorku telah pergi jauh, aku rasa dan aku yakin seratus persen tak mungkin terkejar lagi oleh si pengemudi mobil bimbang itu.

Melihat situasi dan kondisi yang sudah kondusif, aman dan terkendali. Kecepatan sepeda motor aku kurangi, tindakan itu aku lakukan demi menjaga kesempatanku sampai di tujuan dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Lagipula aku sedang mengamalkan petuah bijak yang sering aku baca di belakang truk. "Jatuh di aspal, tak seindah jatuh cinta." "Alon-alon asal kelakon." "Lebih baik terlambat, asal selamat."

Setelah jiwa dan ragaku tenang, sesekali aku berdendang di atas sepeda motor. Sekalipun begitu aku belum menurunkan status kewaspadaan menjadi istirahat dan leha-leha, lamat-lamat aku melihat bayangan mobil itu di kaca spion sepeda motorku. Hatiku merasa tak jenak, ada perasaan tak enak dan meningkat jadi risau, tapi aku merasa sudah meninggalkan mobil itu! tapi aku merasa sudah tak mungkin terkejar lagi oleh mobil itu! tapi aku merasa sudah yakin tak mungkin ketemu lagi dengan mobil itu! Tapi. Tapi...

Dan sore itu, seketika awan hitam berarak menghimpun segerombolan bibit-bibit pemberontakan, sepertinya sabda alam ikut memberi tanda-tanda bahwa akan ada tragedi yang bakalan terjadi. Mobil yang sudah aku kutuk itu, mobil yang semula aku duga peragu dan bimbang itu, ternyata sangat gesit, sigap dan cepat, kini mobil itu persis berada di belakang sepeda motorku.


Laju kecepatan sepeda motor aku tambah lagi, itu aku lakukan sekaligus untuk membuktikan ketangguhan performa mesin sepeda motor matik dan tentu saja, untuk menguji mental liarku. Tancap, gas pol. Luur.

Dari pantulan bayangan di kaca spion sepeda motor sebelah kanan, aku melihat kecepatan mobil itu juga bertambah kencang, hendak berlomba dan menyalip laju sepeda motorku. Sejenak aku kagum dengan perjuangannya, gigih dan teguh pendirian, meski begitu tak mungkin aku mengakuinya dengan memberikan tepuk tangan. "Aku tak sudi!," Kata jiwa mudaku. lagipula aku tak mau pendirianku goyah.

Pada lajur kiri di jalanan yang penuh jerawat alias bergeronjal alias tak mulus-mulus amat itu, mendadak kedua tanganmu mencengkram tuas rem dengan segenap kekuatan otot jari. "Sial." Umpat batinmu merutuki nasip. Kini mobil itu telah berhasil mencegat dan berhenti persis di depan pandangan matamu. Dan kamu masih merasa tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Pintu depan mobil bimbing itu telah terbuka dengan terburu-buru. Bayangan laki-laki pengemudi mobil bimbang itu keluar, sosok pengemudi mobil bimbang itu kini nyata dan bukan lagi bayang-bayang. Postur laki-laki pengemudi itu tegap, gagah, tinggi dan laki-laki itu berseragam loreng, khas seragam militer. Jantungmu langsung mengeluarkan suara. "Deg! deg! deg!"

Tanpa banyak basa-basi, tanpa ba bi bu, laki-laki yang tinggi dan yang tegap dan yang berseragam loreng itu mendekat padamu dan langsung memukul kepalamu. Bum! Satu hantaman. Bum! dua hantaman. Bum! tiga hantaman. Bum! empat hantaman dan Bum! Banyak hantaman selanjutnya yang mendarat mulus di kepalamu. Pukulan telak itu begitu brutal hingga membuatmu terjerembab berulang kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun