DINGIN telah menjelma jadi gigil. Kanreapia telah terkepung oleh kabut. Ini adalah minggu ke tiga setelah kedatangan mahasiswa KKN dari Kampus UIN di desa. Jaket dan kaos kaki rupanya masih berlapis-lapis di tubuh mereka. Merupakan hal yang wajar sebab mereka adalah pendatang berasal dari daerah bersuhu panas dan sekarang sedang ditempatkan di daerah yang memiliki suhu sangat dingin.
***
MALAM mulai merangkak, dingin semakin menusuk. Aliyah dan teman-temannya sedang berkumpul di ruang tamu bersama Imam Dusun yang juga adalah Bapak Posko mereka. Inilah kebiasaan mereka di setiap malam, berkumpul di ruang tamu dan berdiskusi. Seperti malam ini, mereka sedang asyik bercerita dan memperkenalkan tentang adat dan ciri khas dari daerah masing-masing.
Kecuali Aliyah yang duduk di kursi paling pojok sibuk dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya Aliyah punya pertanyaan yang sudah ia simpan di benaknya beberapa hari terakhir. Sejak awal ia sudah sangat penasaran dengan asal usul nama dari desa itu.
 "Kenapa desa ini dinamakan Kanreapia? Sebab di kampungku, Kanre artinya makan. Sedangkan Apia bermakna api," katanya dalam hati.
"Apa Bapak tahu mengapa nama desa ini diberi nama Kanreapia? Kemarin saya dengar kalau dulu pendatang diberi peringatan keras agar tidak masuk ke desa ini?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari mulut Aliyah.
Pak Muin, Bapak posko mereka seketika terkesima dengan pertanyaan Aliyah. Ia mengembuskan asap rokok dari mulutnya sebelum bercerita. Semua perhatian tertuju padanya.
"Baiklah karena Aliyah menanyakan hal itu maka bapak akan menceritakan asal usul kenapa desa ini sampai diberi nama Kanreapia."
***
DULU pada tahun 70-an, banyak yang ingin masuk ke desa ini. Tapi tidak sedikit dari mereka mendapat penolakan dari warga desa. Termasuk Iqbal. Lelaki yang berasal dari Jeneponto, ia jatuh cinta kepada gadis yang berasal dari desa Kanreapia. Gadis itu adalah Syamsiah. Mereka bertemu di Ujung Pandang, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Mereka berdua mahasiswa IKIP Ujung Pandang yang saling jatuh cinta di kampus.
Setelah lulus, Iqbal berencana melamar Syamsiah. Namun saat Iqbal mengutarakan maksud hatinya kepada Syamsiah, kekasihnya itu menjadi sangat murung. Ia ragu, mereka tidak akan direstui. Selain daerah tempat tinggal Syamsiah sangat dingin, ia juga merupakan anak tunggal dari Puang Aso'. Kalau pun ia direstui untuk menikah, ia masih tidak yakin akan diizinkan untuk tinggal dengan Iqbal di Jeneponto.