Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Berbagi Kebahagiaan Melalui Menulis

26 Desember 2020   11:53 Diperbarui: 26 Desember 2020   12:04 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku kiriman paket JNE Salatiga-Kupang/dokpri

Para postmodernis yang datang kemudian membuka kedok kebohongan para modernis. Rupanya ambisi kemajuaan modernisme dengan emansipasi melalui IPTEK tidak lebih dari perhambaan baru. Alih-alih membahagiakan orang, IPTEK menjadi drakula penghisap darah yang lebih ganas dari otoritarianisme masa silam. Tidak setia buta dengan angkatan modernis, angkatan iklim postmodern berkilah: bahagia itu relatif dan subjektif. Setiap orang memiliki cara sendiri untuk bahagia. Individu memiliki "sense of happiness" sendiri tanpa terkontaminasi pencerahan agama, ideologi, atau metanarasi berawajah lain.

Para saintis di era revolusi industri 4.0, sebagaimana dipropagandakan Yuval Noah Harari dalam buku kedua dari triloginya, "Homo Deus: A Brief History of Tomorrow" (2016), membuka misteri baru yang selama ini tidak terjangkau kebenarannya. Rupanya jatuh cinta, nafsu, sedih, depresi, stress, persepsi, cita rasa apapun, semua hal yang terjadi dalam ekosistem tubuh manusia tidak lebih dari reaksi atas gelombang elektromagnetik yang terbersit keluar dari otak manusia. Otak adalah pusat dan sumber lalu lintas seluruh aktivitas manusia. Sudah terdapat ribuan sel di dalam korteks otak yang memobilisasi mekanisme kinerja semua elemen tubuh.

Penemuan kekuatan fungsi otak di atas merupakan revolusi psikiatri medis dengan teknologi modern. Tidak dapat disangkal, temuan ini justru merupakan berkat bagi ras manusia. Selain tabir misteri semesta semakin dibuka, banyak nyawa dapat dapat diselamatkan. Bahkan para saintis meyakini, kematian hanyalah persoalan teknis. Penyakit mematikan seperti serangan jantung atau AIDS tidak lebih dari masalah teknis biologis. Nano teknologi dan produk mesin lain dapat membereskan masalah teknis ini dalam waktu pendek.

Ras manusia dengan demikian semakin optimis berumur panjang. Prognosis kiamat hanyalah fobia kaum fatalis. Kementerian Pertahanan Amerika Serikat misalnya menggunakan invensi ini untuk merakayasa otak para serdadu mereka yang mengalami depresi, stress, trauma berat karena mengalami getar-getirnya peperangan di Timur Tengah. Bagi para moralis, intervensi teknologi medis seperti ini mungkin tidak etis karena belum melewati sensor lembaga moral, tetapi terbukti efektif membantu para veteran perang ini untuk melepaskan diri dari bayang-bayang trauma perang dan kembali hidup bahagia bersama keluarga.

Masih di era masifnya industri, tatkala kemajuan menjadi orientasi dan motor penggerak peradaban, kebahagian sering ditempelkan pada orang-orang yang bekerja sesuai "passion". Orang yang berbahagia adalah mereka yang menyambung hidup dengan mengerjakan sesuatu yang disukai atau hobinya. Maka, pesepakbola seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi adalah dua orang paling bahagia karena mereka menjadi orang-orang paling sukses di dalam karir yang tidak lain adalah hobinya sendiri. Ironinya, Ronaldo dan Messi tidak selalu bahagia. Mereka bahkan lebih sering mengalami masa suram dalam hidupnya.

Berbagi Kebahagiaan: Membaca dan Menulis

Beberan panjang jejak historis di atas belum menemui titik. Tidak ada definisi kebahagiaan yang definitif. Alternatif lain selalu terbuka. Hidup bak sumur tak berdasar, tidak dapat digali sampai ke dasar. Porsi pengetahuan manusia pun lebih sedikit dari ketidaktahuannya. Rationya hanya satu berbanding tak terbatas. Maka, tidak ada seorang pun yang boleh berpretensi apalagi mengklaim definisi kebahagiaannya sudah meraih "nihil obstat". Yang mungkin realistis dan rasional adalah setiap orang memiliki pemaknaan sendiri di atas kaki kekhasan pengalamannya. Pengalaman setiap orang selalu unik.

Bila demikian, lantas apa yang membuat kamu bahagia selama fase pandemi ini? Apa kebahagiaanmu di era disrupsi digital dan Covid ini? Apakah wajah kebahagiaan pra-Covid-19 masih sama dengan ante-pandemi? Pasti tidak ada satu jawaban tunggal. Saya memiliki pengalaman yang tentu saja berbeda dengan orang lain.

Saya mendapat seberkas cahaya kebahagiaan di ujung tahun ini. Para 15 Desember kemarin, seorang teman saya meminta alamat rumah saya di Kupang. Teman ini lantas mengirimkan saya sebuah buku karangan Haryatmoko, mantan dosen saya di Universitas Sanata Dharma dulu, dengan judul "Jalan Baru Kepemimpinan & Pendidikan: Jawaban atas Tantangan Disrupsi-Inovatif". Saya sudah meminta buku ini ke teman saya, yang hingga saat ini masih bertempat tinggal di pinggiran Salatiga, seminggu sebelumnya. Meskipun Corona belum berpamitan dari Indonesia, membuat mobilitas darat, udara, dan laut menyeramkan, kiriman itu sampai ke tangan saya hanya berselang tiga hari. Total ongkosnya pun terjangkau, hanya 67.000.

"Kok bisa ya?" tanya saya dalam hati. Ternyata, jasa pengiriman itu adalah JNE, jasa favorit saya soal kirim-mengirim sewaktu masih aktif berkuliah di Yogyakarta, 2012-2018 silam.

Kiriman itu sontak membuat saya terkagum sekaligus bahagia. Saya memang suka membaca buku. Karena itu, tentu saja senang mendapatkan kiriman buku, apalagi buku laris, yang ditulis oleh mantan pembimbing skripsi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun