Mohon tunggu...
AILA Indonesia
AILA Indonesia Mohon Tunggu... -

Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia adalah aliansi antar lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akmal Sjafril: Argumen 'Overkriminalisasi' Salah Arah

28 September 2016   19:04 Diperbarui: 28 September 2016   19:11 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akmal Sjafril (dok. pribadi).

Argumen pihak-pihak yang menolak judicial review terhadap tiga pasal kesusilaan dalam KUHP dengan alasan overkriminalisasi dinilai telah salah arah. Hal itu dikemukakan oleh Akmal Sjafril, peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) yang juga merupakan salah seorang pemohon uji materi, sebagaimana yang disampaikannya kepada tim media AILA pada Rabu (28/09) melalui aplikasi Whatsapp.

“Argumen overkriminalisasi sudah disampaikan beberapa kali, dan tetap saja tidak menyentuh akar persoalan,” ungkap penulis buku Islam Liberal: Ideologi Delusional ini.

“Ada yang bilang bahwa jika perzinaan dimasukkan seluruhnya ke dalam kategori pelanggaran pidana, maka akan banyak remaja yang harus dipenjara. Logika yang digunakan terbalik. Justru fakta bahwa sudah banyak remaja yang berzina itu adalah alasan utama untuk segera melakukan tindakan tegas,” ungkapnya lagi. “Apa mau tunggu sampai kondisi lebih parah lagi?” ujarnya beretorika.

Akmal juga menganggap argumen overkriminalisasi yang diajukan oleh Anugerah Rizky Akbar, yang mewakili Institute for the Criminal Justice Reform (ICJR) sebagai pihak terkait dalam lanjutan sidang judicial review kemarin (22/09), sebagai argumen yang telah jauh meninggalkan fokus masalah.

“Presentasinya memang menarik, menyajikan data tentang betapa banyaknya undang-undang yang sudah dibuat sejak awal reformasi. Data yang diberikan selanjutnya memang cukup menggambarkan betapa banyaknya undang-undang yang mengandung ketentuan pidana,” ujar Akmal.

Akan tetapi, banyaknya undang-undang itu, menurut Akmal, hanya menggambarkan satu sisi persoalan, yang justru tidak relevan dengan judicial review yang menjadi perdebatan.

“Segala yang berlebihan memang tidak baik. Terlalu banyak ketentuan pidana juga tidak baik. Hanya saja, permohonan judicial review ini dibuat kan karena melihat adanya masalah yang begitu gawat di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Jika ada masalah-masalah kecil yang dipidanakan, itu urusan lain. Apa iya masalah besar mau diabaikan begitu saja hanya karena sudah terlalu banyak aturan? Silakan evaluasi aturan-aturan sebelumnya, tapi jangan abaikan permasalahan yang benar-benar berbahaya seperti perzinaan,” tandasnya.

Sidang judicial review akan dilanjutkan kembali pada Selasa (04/10) mendatangkan untuk mendengarkan pandangan dari sejumlah pihak terkait, antara lain dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun