PARADIGMA PENGETAHUAN
 AIDIL QODRI/MAHASISWA PTK UIN Sunan Gunung Djati Bandung
 Kata Pengantar
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah dengan rujukan dari CK dan ringkasan modul. Penulis mencoba mengangkat isu yang berkembang dakam dunia pendidikan, khusunya mengenai paradigma ilmiah dan alamiah. Semoga tulisan ini memberi manfaat, baik bagi penulis maupun pembaca, sebagai tambahan wawasan dan referensi untuk mendukung pengembangan akademik serta ilmu pengetahuan.
Pertama : Paradigma ilmiah berfokus pada rasionalitas, objektivitas, serta sistematika. Suatu pengetahuan dapat dikatakan sah apabila ditempuh melalui prosedur yang terukur, berdasarkan metode empiris, serta instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian dalam paradigma ini harus dapat diverifikasi serta digeneralisasi. Dalam riset manajemen pendidikan, paradigma ilmiah dipakai untuk melakukan survei kepuasan peserta didik, mengevaluasi kinerja guru, hingga menganalisis kebijakan. Ciri utama paradigma ini adalah menghasilkan data kuantitatif yang dapat diuji secara statistik. Walau begitu, pendekatan ini seringkali dinilai kurang mampu menangkap makna, nilai, maupun dimensi sosial yang kompleks.
Kedua : Paradigma alamiah berpijak pada keyakinan bahwa realitas bersifat jamak, kontekstual, dan sarat makna. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, menekankan pengalaman manusia melalui interaksi langsung antara peneliti dan partisipan. Ciri khas paradigma ini adalah pandangan holistik terhadap realitas, keterlibatan penuh peneliti, penelitian yang tidak bebas nilai, serta kesimpulan yang ditarik secara induktif. Teknik pengumpulan data biasanya mencakup observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Dalam riset manajemen pendidikan, paradigma alamiah bermanfaat untuk menelaah kepemimpinan, budaya sekolah, maupun hubungan antara guru dan siswa. Fokus utamanya bukan angka, melainkan makna dan pemahaman yang lebih mendalam.
Ketiga : Keduanya memiliki perbedaan mendasar pada tiga aspek utama. Dari sisi ontologi, paradigma ilmiah memandang realitas sebagai sesuatu yang tunggal, stabil dan obyektif, sementara paradigma alamiah melihat realitas jamak, dinamis, serta penuh konteks. Dari sisi epistimologi, paradigma ilmiah menuntut adanya jarak antara peneliti dan objek, sedangkan paradigma amaliah menekankan keterlibatan langsung peneliti dalam proses. Dari sisi metodologi, paradigma ilmiah menggunakan survei, eksperimen, serta analisis statistik, sementara paradigma amaliah mengandalkan wawancara, observasi, serta analisis naratif. Perbedaan ini menunjukan bahwa keduanya memiliki perspektif yang unik sekaligus saling melengkapi.
Keempat : Pemilihan paradigma akan memengaruhi desain penelitian yang disusun. Paradigma ilmiah lebih cocok digunakan untuk menguji suatu hipotesis, mengukur hubungan antar variabel, serta menghasilkan data yang terukur. Paradigma alamiah lebih tepat dipakai untuk menggali makna, memahami interaksi sosial, serta menangkap dinamika yang muncul dalam konteks pendidikan. Namun, dalam praktik penelitian modern, kedua paradigma ini selalu dipadukan melalui metode campuran atau yang lebih sering dikenal mixed methods. Integrasi ini memberi keuntungan karena mampu menghadirkan data kuantitatif sekaligus temuan kualitatif yang mendalam. Dengan demikian, penelitian manajemen pendidikan menjadi lebih komprehensif, relevan, dan bernilai aplikatif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI