Tetap saja, kritik berdatangan. Sejumlah ekonom menilai langkah ini sebagai kemunduran dari upaya liberalisasi penuh.
Undang-Undang Migas 2001 membuka ruang impor mandiri bagi perusahaan swasta.
Banyak investor asing masuk karena ada kepastian bisa impor sendiri. Skema satu pintu kini menghapus jaminan itu.
Dari kacamata banyak pakar, kebijakan ini merugikan. Margin SPBU swasta makin tipis, membuat mereka sulit bersaing soal harga.
Keberlangsungan bisnis terancam. Bukan tak mungkin beberapa SPBU tutup.
Sinyal yang muncul ke investor global pun buruk. Iklim investasi bisa terganggu serius, dan ini berisiko menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional (Tirto.id, 2025).
Fabby Tumiwa dari IESR bersuara keras. Menurutnya, pemerintah tidak seharusnya menghalangi impor mandiri.
Izin impor adalah konsekuensi logis dari izin penjualan BBM untuk swasta. Pelaku swasta akan selalu mencari pasokan termurah agar harga jual tetap kompetitif.
Impor mandiri juga menjaga standar mutu sesuai selera pasar.
Perluasan pangsa pasar swasta memang harus dipantau. Saat ini SPBU swasta menguasai sekitar 11 persen.
Pemerintah tidak boleh kehilangan kendali. Jika impor dibiarkan tanpa kontrol, porsi pasar swasta bisa melebar dan kontrol atas cadangan strategis melemah.