Perbincangan tentang ekskul gim digital sedang keras. Program Edublox jadi contoh yang paling dekat. Program ini berjalan di Surakarta.
Sasarannya siswa SMP. Kegiatannya di Solo Technopark. Pemerintah Kota Surakarta yang menggagasnya. Tujuannya menjembatani pendidikan formal.
Wali Kota Surakarta, Respati Ardi, mendukung penuh. Gim bisa dipakai sebagai sarana belajar. Syaratnya pengajarannya harus tepat dan terarah (Liputan6, 2025).
Pemkot ingin mengawal potensi anak. Medium yang dipilih adalah permainan digital. Fokusnya remaja awal yang butuh bimbingan.
Minat siswa terlihat sejak hari pertama. Ruang kegiatan langsung penuh peserta.
Antusiasme terlihat dari wajah dan komentar. Panitia mencatat 511 pendaftar dalam dua hari. Angka tersebut terkumpul sangat cepat (Merahputih, 2025).
Ini memberi sinyal program memang dinanti. Wali Kota berharap siswa makin kritis. Targetnya agar siap menghadapi teknologi. Walau begitu, antusiasme perlu disaring. Minat tidak selalu sama dengan bakat.
Suara akademisi ikut masuk ke ruang diskusi. Seorang dosen psikologi pendidikan memberi catatan. Ia berasal dari Universitas Setia Budi Surakarta. Sujoko menegaskan pentingnya screening potensi (Tirto.id, 2025).
Ekskul idealnya mengembangkan bakat yang ada. Bukan hanya menyalurkan kesenangan sesaat.
Program berisiko tanpa uji bakat yang memadai. Kegiatan bisa berhenti pada aspek hiburan. Pengembangan performa butuh sentuhan ahli.
Maka tes bakat perlu jadi prasyarat. Ada konsekuensi biaya untuk orang tua. Siswa yang tidak berminat bisa terpaksa.