Orang sekarang punya banyak mimpi. Menariknya, mimpi itu sering sederhana saja. Hobi yang dicintai bisa jadi uang.
Tiap hari kita melihat kisah sukses bertebaran di media sosial. Ada yang hobi melihat pesawat. Lalu tiba-tiba meraup jutaan rupiah dari siaran langsung.
Ada juga pemain gim yang ditonton puluhan juta orang. Cerita seperti ini terdengar manis sekali.
Seolah semua orang bisa menirunya. Katanya cukup punya semangat dan internet.
Narasi itu membuat profesi kreator terlihat seperti jalan pintas yang mudah. Jalan cepat menuju tenar dan kaya.
Benarkah sesederhana itu? Sayangnya, sering tidak demikian. Yang kita dengar cuma pucuknya saja. Puncak dari gunung es besar.
Kita melihat satu orang berhasil. Tapi tidak melihat ribuan lain yang jatuh. Mereka mencoba hal serupa. Dengan semangat yang sama. Tapi kisahnya tak pernah sampai ke telinga kita.
Di sini letak jebakan pertamanya. Mimpi menjadi kreator kerap disangka cukup bermodal hobi. Suka dianggap sudah cukup. Padahal tidak sama sekali.
Menjadi kreator bukan sekadar bikin video. Ini urusan membangun bisnis dari nol.
Butuh keahlian yang jauh melampaui hobi. Harus paham cara promosi produk. Tahu dasar pemasaran digital yang efektif. Mengerti bagaimana menjual jasa. Sekaligus merawat merek pribadi yang kuat.
Perlu juga bisa membaca data penonton untuk menyusun strategi yang masuk akal. Banyak orang punya hobi unik dan menarik. Tapi tidak memiliki keterampilan bisnis yang diperlukan (JSP.co.id).
Akhirnya hobi tetap jadi hobi. Tidak berubah menjadi sumber penghasilan yang stabil.
Ada faktor lain yang jarang dibahas. Yakni kesempatan atau privilese.
Mungkin kreator yang berhasil punya waktu luang untuk mulai. Mungkin mereka sudah punya peralatan yang bagus sejak awal. Hal kecil seperti ini ikut menentukan start mereka.
Ada pula tekanan yang tidak terlihat. Besar rasanya.
Di balik layar, hidup kreator sering tidak semenyenangkan tampak luar. Mereka berhadapan dengan tuntutan algoritma yang tak pernah tidur (IDN Times).
Algoritma ada di YouTube. Ada juga di TikTok. Sistem ini menuntut kreator terus memproduksi konten.
Rutin, konsisten, tanpa jeda terlalu lama, agar tidak tenggelam. Berhenti sebentar saja, risiko dilupakan itu nyata. Relevansi bisa hilang begitu saja.
Hobi yang tadinya pelepas penat berubah menjadi beban. Kini terasa seperti pekerjaan yang menguras tenaga.
Banyak yang akhirnya mengalami creator burnout, yaitu kelelahan mental yang muncul karena tekanan produksi tanpa henti (Sribu.com, 2023).
Batas antara waktu kerja dan istirahat jadi kabur. Dampaknya serius.
Pendapatan mereka pun kerap tidak menentu. Bulan ini mungkin ramai donasi atau iklan. Bulan depan belum tentu sama. Bisa turun tajam karena banyak hal, termasuk perubahan tren atau kondisi ekonomi (CNBC Indonesia, 2023).
Hidup jadi goyah dan penuh cemas. Ketergantungan pada platform juga tinggi. Itu rumah mereka berkarya setiap hari.
Masalahnya, ketika platform mengubah aturan, semua yang sudah dibangun bisa ambruk dalam sekejap (Dittodub.com). Rasanya seperti menyewa toko di atas tanah milik orang lain. Pemilik tanah bebas mengubah aturan kapan saja, bahkan tanpa pemberitahuan.
Kita perlu melihat fenomena ini dengan kacamata yang lebih membumi. Ini bukan sekadar ekonomi berbasis hobi. Ini lebih mirip wirausaha mikro di dunia digital.
Menganggapnya sebagai bisnis membuat kita lebih siap menghadapi tantangan. Hobi adalah modal awal yang bagus. Ia memberi keaslian dan energi. Tapi modal itu saja tidak cukup.
Harus ada strategi, kerja keras, dan mental pengusaha yang tahan banting. Mengubah hobi jadi penghasilan itu mungkin.
Hanya saja, ini bukan jalan pintas. Ini maraton panjang yang menuntut ketahanan, bukan sprint singkat yang hanya mengandalkan semangat sesaat.
***
Referensi:
- F., J. (2023, 20 Desember). The ultimate multi-platform strategy for content creators. Ditto. https://dittodub.com/articles/multiplatform_strategies_content_creators
- JSP. (2022, 28 Oktober). Kelemahan seorang konten kreator. JSP.co.id. https://jsp.co.id/kelemahan-seorang-konten-kreator/
- Sandi, F. (2023, 11 Januari). Resesi 2023, nasib content creator merana. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230111163149-37-404718/resesi-2023-nasib-content-creator-merana
- Sukma S., D. (2023, 23 September). Cara content creator hadapi tekanan konsistensi, anti burnout!. IDN Times. https://www.idntimes.com/life/career/cara-content-creator-hadapi-tekanan-konsistensi-c1c2-01-7czbq-76f4j4
- Tim Sribu. (2023, 20 November). Content burnout: Penyebab & 9 cara jitu mengatasinya. Sribu Blog. https://www.sribu.com/id/blog/atasi-content-burnout/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI